You Belong in My Bed 2

122K 922 0
                                    

Aku tidak menemukan Om Gavin di tempat dia biasa berdiri sewaktu membuka jendela. Ada rasa kecewa memasuki hatiku.

Sepanjang hari ini aku uring-uringan. Setelah gagal orgasme semalam, dan godaan Om Gavin pagi tadi, waktu terasa begitu panjang. Om Gavin sudah mulai bekerja. Aku enggak bertemu dia seharian ini. Aku sengaja berlama-lama di ruang tengah, menonton TV bareng Mama dengan tujuan menunggu Om Gavin pulang. Aku masih bertahan di tempat, dan baru beranjak ke kamar saat hampir tengah malam.

Tadi, kamar Om Gavin gelap. Sekarang lampunya menyala. Tandanya dia sudah pulang, tapi dia enggak ada di sana.

Aku merasa kecewa.

Bunyi pintu ditutup membuatku terkejut. Aku berbalik, dan napasku terkesiap saat melihat Om Gavin berada di sana.

Dia bertelanjang dada. Hanya memakai celana training yang menggantung ringan di pinggulnya.

Aku menelan ludah. Ini kali pertama aku melihat tubuh Om Gavin secara langsung. Dadanya dipenuhi rambut, yang membentuk garis lurus hingga menghilang ke balik celananya. Aku meneguk ludah saat melirik pangkal pahanya. Celana itu tidak bisa menyembunyikan tonjolan di baliknya.

Om Gavin beranjak menuju love seat di sudut kamar. Dia menumpukan kedua tangan di atas paha. Matanya tertuju kepadaku.

Perlahan, aku membuka kancing piyama dan menyibaknya. Aku tidak memakai pakaian dalam, sehingga langsung bertelanjang dada di depannya. Aku pun meloloskan celana piyama. Dalam sekejap, tubuhku telanjang di depan Om Gavin.

Matanya berkilat saat menatapku. Aku bisa merasakan hasrat terpendam di sana.

Belum pernah ada yang menatapku penuh nafsu seperti ini.

Aku menggerakkan kaki mendekatinya. Tanpa memutus tatapan, aku duduk di pangkuannya. Kedua kakiku terayun di kedua sisi tubuhnya.

"Om ke mana aja?" Tanyaku. Aku melingkarkan lengan di lehernya, duduk dengan tegak, sehingga payudaraku sejajar dengan wajahnya.

Aku menggerakkan tubuh. Kejantanannya terasa keras saat berada di bawah tubuhku.

Om Gavin tertawa. "Lembur."

Aku memasang wajah cemberut.

"Om enggak keberatan lanjut lembur lagi." Dia terkekeh. Om Gavin melirikku sekilas. Dia menjulurkan lidah dan menyentuh putingku. "Do you still wanna be my slut?"

Tanpa pikir panjang, aku mengangguk.

"Eila, kamu cantik. Tubuhmu menggiurkan. Seharian ini Om enggak bisa konsentrasi karena yang Om pikirin gimana rasanya kamu." Om Gavin merebahkan keningnya di pundakku. "I was hard all day."

Aku sontak tertawa.

Om Gavin mendelik. "Kamu ketawain, Om?"

Aku menggeleng meski masih tertawa.

"Next time, you're gonna moan my name," ancamnya.

Aku terkesiap ketika dengan tiba-tiba, Om Gavin menghisap payudaraku. Lidahnya mengulum putingku. Sesekali dia menggigitnya, menimbulkan rasa perih yang nikmat.

"Om..." desisku. Dia benar. Baru segini, aku sudah merintihkan namanya.

Tangannya yang bebas meremas payudaraku. Jarinya memelintir putingku, membuat napasku jadi berantakan.

Tanpa melepaskan pagutannya di payudaraku, Om Gavin memutar tubuhnya hingga kini aku yang berada di love seat. Om Gavin melepaskanku, membuatku mengerang protes.

Om Gavin berlutut di depanku. Dia menarik kakiku dan meletakkan kakiku di atas pundaknya. Wajahnya tepat berada di depan kewanitaanku.

"Shit, Eila. You have a beautiful pussy."

Woman's NeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang