Di sepanjang sisa syuting, aku menghabiskan malam panas dengan Om Matthias. Multiple orgasm yang menyapaku setiap malam, saat berhubungan dengan Om Matthias, benar-benar mengacaukan pemahamanku akan seks.
Saat ini, seks adalah Om Matthias.
Dia begitu gagah dan perkasa. Setiap malam adalah petualangan seks yang belum pernah kurasakan.
Kadang dia menggauliku dengan kasar dan brutal, di lain waktu dia sangat lembut. Om Matthias tahu di mana aku ingin disentuh, dan dia juga menyadarkanku akan apa yang dibutuhkan oleh tubuhku.
Syuting di siang hari adalah siksaan. Aku harus bersikap profesional dan melupakan sensasi yang ditimbulkannya saat dia berada di dekatku. Aku harus bisa seperti Om Matthias, seolah ada tombol on/off yang bisa mengubah sikapnya dalam waktu cepat.
Hari ini syuting terakhir. Aku harus melakoni adegan bersama Om Matthias.
Scene terakhir.
Aku tengah berdiam sambil membaca buku di ruang tunggu ketika Om Matthias menghampiriku. Ini bukan kali pertama hanya ada aku dan Om Matthias di ruang tunggu. Biasanya aku akan berlatih dengannya. Namun kali ini, aku tidak yakin bisa berlatih karena hasrat langsung menguasaiku begitu melihatnya.
Begitu Om Matthias menempati kursi di sampingku, aku mencondongkan tubuh dan menciumnya. Om Matthias membalas ciumanku, langsung mengambil alih kendali.
Dia bukan ciuman pertamaku. Bukan pula ciuman satu-satunya. Sudah banyak laki-laki yang kucium, baik di dunia nyata atau saat berakting.
No one can outperform his kiss.
Bibirnya yang penuh dan tebal melumatku dengan ganas. Telapak tangannya yang lebar menahan kepalaku agar aku tidak beranjak.
Dia benar-benar mendominasi.
Om Matthias melepaskan ciumannya dengan isapan keras di bibirku.
"Masih ada waktu sebelum take."
"Waktu untuk?" Tanyaku.
"Menghukummu."
Aku belum selesai mencerna ucapannya ketika tangannya yang besar menangkup payudaraku, dan tangannya yang lain diselipkan ke balik celanaku. Aku terkesiap saat jarinya menyentuh senggamaku.
Aku hanya bisa bernapas menahan erangan saat Om Matthias menggauliku dengan liar.
***"Cheers."
Aku mengangkat gelas berisi bir tinggi-tinggi. Syuting sudah selesai. Mas Dwiki menyewa restoran hotel sebagai tempat perayaan.
Aku merasa lega sekaligus khawatir. Ini proyek besar pertamaku. Aku sudah mengerahkan semua kemampuanku, tapi bagaimana kalau itu semua tidak cukup? Tak ada lagi yang bisa kulakukan untuk memperbaikinya.
Perutku mendadak mulas. Jangan sampai film ini gagal karena aku.
"Mikirin apa, Sura?" Tanya Om Matthias yang berada di dekatku.
"Aku takut aktingku enggak memuaskan," balasku.
Om Matthias malah tertawa, bukannya ikut khawatir.
"Kamu selalu memuaskan, Sura."
Aku tertawa kecil mendengar balasannya yang aku yakin tidak membahas soal akting. Melainkan soal performaku di ranjang.
"Sura, kalau aktingmu masih belum sempurna, kita enggak akan berada di sini sekarang. Perayaan ini enggak akan ada." Om Matthias akhirnya berkata serius.
"Tapi..."
"You did your best." Om Matthias memotongku. "Setelah ini urusannya tim post-production."
Meski Om Matthias berusaha menenangkan, aku masih gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman's Need
RomanceKumpulan cerita pendek Only for 21+++ Disclaimer: adult romance, mature, sex scene