Acting, Go!

130K 1.4K 42
                                    

Setiap aktor membutuhkan sebuah film yang akan melambungkan namanya, membuat eksistensinya semakin diakui, dan mengakibatkan karier yang kian kuat.

Tidak mudah untuk mendapatkannya. Semua aktor berlomba-lomba mendapatkan film yang nantinya akan mendefinisikan karier akting.

Aku yakin Persembahan akan menjadi film yang membuat orang-orang di dunia perfilman percaya padaku.

Mengawali karier sebagai aktris sinetron membuatku dipandang sebelah mata. Meski sudah membintangi beberapa film, belum ada satu peran pun yang membuatku layak diakui untuk bersaing bersama aktris lainnya. Aku hanya mendapat peran pembantu dengan screen time terbatas yang tidak menunjukkan kemampuan aktingku.

Penunjukan diriku di Persembahan mendulang kontroversi. Banyak yang tidak yakin aku bisa mengemban peran Asti dengan baik. Apalagi sebelumnya nama Mutya Sarasvati sempat digadang-gadang sebagai Asti. Meski seusia denganku, Mutya sudah diakui kemampuan aktingnya untuk film berskala besar.

Persembahan disutradarai oleh Dwiki Hasan, sutradara kawakan yang setiap karyanya selalu box office. Belum lagi nama yang terlibat adalah aktor kenamaan. Hanya aku anak bawang di sini.

Film ini sangat tepat untukku. Di usia 20 tahun, saatnya aku menanggalkan peran anak SMA di belakang dan beralih ke peran yang lebih serius.

Aku ingin nama Brie Suravati lebih diakui.

Ini hari pertama aku menginjakkan kaki di lokasi syuting yang berada di sebuah desa di dekat Solo. Untuk mencapainya, harus menempuh dua jam perjalanan dari Solo yang menjadi tempat menginap. Pagi-pagi sekali, kami sudah harus berangkat.

Aku menaiki mobil yang disiapkan tim produksi sambil menahan kantuk. Setelah proses reading selama dua bulan di Jakarta, sekarang saatnya mempraktikkan hal tersebut. Hari pertama syuting selalu membuatku deg-degan.

Di dalam mobil sudah ada Matthias Rachman, aktor senior yang menjadi lawan mainku.

"Pagi, Yah." Aku menyapanya.

Matthias tersenyum kepadaku. "Pagi, Asti."

Untuk memperdalam karakter, Om Matthias menyarankan agar memanggil sesuai nama yang diperankan. Makanya aku memanggilnya Ayah, karena di film ini dia berperan sebagai ayahku.

Terlibat satu film dengan Matthias Rachman adalah sebuah anugrah yang tidak boleh kusia-siakan. Dia sudah malang melintang di dunia film selama tiga dekade lebih. Memulai karier sebagai aktor remaja, hingga sekarang di usianya yang berada di pertengahan 40-an membuat namanya selalu diperhitungkan.

"Excited?" Tanyanya.

Aku tertawa canggung. "Deg-degan."

"Kamu pasti bisa. Selama kamu melakukan seperti latihan saat sesi reading, kamu bisa menaklukkan syuting ini," jelasnya.

Aku mengembuskan napas. "Nanti bantuin ya, Yah."

Dia mengangguk. Aku tidak lagi berbincang dengannya ketika Thomas Adly, yang berperan sebagai Reno, adikku, ikut bergabung. Setelah Adipati Sani, yang berperan sebagai Dimas, pacarku di film, bergabung, mobil itu meninggalkan hotel.

Menuju medan pertarungan yang sebenarnya.
***

Syuting hari pertama sangat melelahkan. Ada banyak adegan yang melibatkan kemampuan fisik yang harus dilakoni.

"Capek?" Om Matthias menyerahkan segelas kopi kepadaku.

"Makasih, Yah." Aku meneguk kopi itu. "Hari pertama aja udah capek."

Om Matthias duduk di sampingku. Dia menunggu take selanjutnya, yang mengharuskannya berada dalam satu scene denganku.

"Beginilah kalau terlibat dalam film yang banyak membutuhkan fisik." Om Matthias terkekeh. "Kamu masih muda, masa begini aja mengeluh."

Woman's NeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang