Saat sampai di kamar, aku mendengar bunyi air mengalir di kamar mandi. Aku meletakkan tas laptop dan tote bag berisi dokumen yang harus kupelajari malam ini untuk persidangan besok, lalu menuju kamar mandi.
Pintunya tidak dikunci. Aku membuka pintu dan langsung disambut tubuh telanjang Nisha yang berdiri di bawah shower. Dia membelakangiku, sambil menyabuni tubuhnya dan bersenandung ringan.
Aku tak kuasa mengalihkan tatapan dari tubuhnya. Dia usianya yang masih muda, Nisha mempunyai tubuh seksi yang menggairahkan. Ada lekuk sempurna di sana. Dada montok, pinggang ramping, dan bokong yang bulat sempurna.
Tunggu beberapa tahun lagi, sampai dia tumbuh menjadi dewasa, dan tubuhnya akan membuat hasratku makin tak terbendung.
Nisha membalikkan tubuhnya. Senyumnya merekah saat melihatku.
"Papa kenapa diam di sana? Enggak mau mandi sama aku?"
Ada nada manja di balik suaranya, membuat nafsuku makin menggila.
Aku membuka jas, diikuti kancing kemeja dan menyibaknya hingga aku bertelanjang dada di depan Nisha. Aku tersenyum saat ingat Nisha menciumi tubuhku. Dia menyukai dadaku yang berbulu.
Tanganku membuka sabuk dan kancing celana, lalu menurunkannya. Di balik boxer, penisku menegang. Sepanjang sisa sore ini, aku tidak bisa melupakan nikmatnya saat mulut Nisha memanjakanku dari bawah meja. Aku harus menahan diri, mengikuti meeting dengan susah payah, karena yang ada di bayanganku adalah bercinta dengan Nisha.
Meeting berlangsung sampai malam, sehingga Nisha pulang duluan. Satu jam yang lalu, dia mengirim foto selfie dalam keadaan telanjang.
Aku melangkah mendekat ke bawah shower dan menciumnya. Nisha membalas ciumanku dengan liar. Aku menekan bibirnya, menyesap bibir bawahnya, menggaulinya dengan lidahku. Kucuran air membangunkan semua sisten sarafku, membuatku kian bernafsu melumat bibirnya.
Aku mematikan shower lalu memutar tubuh Nisha sebelum mendorongnya ke dinding. Aku mendekapnya dari belakang. Tanganku menangkup payudaranya, meremasnya dengan keras hingga Nisha mengerang.
"Tadi, sampai keluar enggak?" Tanyaku, tidak henti memelintir putingnya yang mengeras.
Nisha menggeleng. "Aku nunggu, Papa."
Selain selfie telanjang, Nisha mengirim pesan memberitahu dia sedang masturbasi sambil menungguku pulang.
Aku menunduk di bawah ketiaknya lalu meraup putingnya. Nisha mendesah saat aku melumat payudaranya. Tanganku meremas payudaranya yang lain. Nisha merintih, membuatku makin melumatnya dengan bernafsu.
Aku melepaskannya. "Susu kamu cuma buat Papa," bisikku.
"Iya, Pa. Aku cuma mau Papa yang menyusu sama aku."
"Bagus. Papa bakal marah kalau ada laki-laki lain yang menikmati susumu." Aku meremasnya. "They're mine. You got it?"
Nisha mengangguk sambil gigit bibir, meningkahi remasanku.
Ciumanku beralih ke punggungnya. Aku menciumi setiap jengkal kulitnya, tidak ada yang tersisa. Ciumanku turun ke bokongnya. Aku memberikan tamparan ringan dan membalas dengan ciuman. Berkali-kali. Hingga ada jejak merah di sana. Aku menenggelamkan wajah di bokongnya, berharap suatu saat nanti Nisha memberiku izin untuk menggaulinya di sana.
Aku memutar tubuh Nisha, lalu berlutut di hadapannya. Aku merenggangkan kakinya. Kewanitaannya begitu merekah.
"Tubuhmu cuma buat Papa, oke?"
Nisha mengerang. "Tubuhku punya Papa."
"Bagus. Papa akan jilatin kamu sampai puas. Sampai kamu orgasme karena lidah Papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman's Need
RomanceKumpulan cerita pendek Only for 21+++ Disclaimer: adult romance, mature, sex scene