Aku terkesiap saat melihat Om Matthias memasuki ruangan. Sudah berapa lama aku tidak bertemu dengannya? Sudah berbulan-bulan sejak aku berpisah darinya, tepatnya setelah syuting selesai.
Hari ini jadwal preview film Persembahan. Itulah yang membawaku datang ke sini. Aku yakin akan bertemu Om Matthias lagi.
Saat berpisah, dia berjanji akan bertemu lagi denganku sepulangnya ke Jakarta. Janji tinggal janji. Tak sekalipun aku bertemu Om Matthias lagi. Dia bahkan tidak menghubungiku. Setiap hari, yang bisa kulakukan hanya mengikuti media sosial miliknya untuk tahu apa saja yang dilakoninya. Sudah tidak terhitung berapa kali aku tergoda untuk menghubunginya, dan aku harus memperingatkan diri keras-keras agar tidak menyerah begitu saja.
The things is, I miss him.
Saat melihatnya, aku diingatkan akan seks menggelora. Kewanitaanku seolah bangkit dari kubur. Gairah menguasaiku saat bersitatap dengannya.
Dia benar. Tidak ada yang bisa membuatku puas selain dirinya. Bahkan Ricky, pacarku. Om Matthias benar-benar membuatku harus mendefinisikan ulang apa itu seks.
"Hai, Sura." Om Matthias mengambil tempat di sebelahku.
Aku hanya tersenyum. Berada di dekatnya harus membuatku kuat. Aku bukan perempuan lemah yang bisa menyerah dengan mudah.
Beruntung Mas Dwiki mulai memutar previee film. Aku memperhatikan dengan saksama. Rasanya sangat menakutkan, menyaksilan aktingku di dalam film berskala besar yang digadang akan menjadi box office. Aku takut mengecewakan.
Tanpa sadar, aku bergerak gelisah. Aku menatap sekeliling, meneliti semua wajah yang terlibat dalam film ini. Bagaimana kalau aku tidak sesuai ekspektasi?
Akting Om Matthias tidak perlu diragukan. Di layar, aku melihat seorang ayah yang diliputi dendam. Dia berakting dengan seluruh tubuh. Matanya berbicara. Raut wajahnya begitu kaya. Auranya sangat dominan. Aku takut tidak bisa mengimbanginya.
Aku tersentak saat merasakan seseorang menggenggam tanganku.
"Jangan khawatir. Aktingmu bagus, Sura." Om Matthias menenangkanku.
Aku menarik napas panjang. Berkali-kali. Sementara Om Matthias tidak melepas tanganku.
Saat tiba di adegan yang mengharuskanku telanjang, wajahku memanas. Adegan itulah yang membuatku terlempar ke dalam jerat pesona Om Matthias. Hingga sekarang. Berbulan-bulan setelahnya, dia masih memerangkapku.
Kewanitaanku berkedut saat ingatanku memainkan ulang seks panas dengan Om Matthias.
Aku terkejut saat ruangan mendadak terang. Film telah selesai. Namun aku mendadak blank di paruh terakhir. Aku memaksakan diri ikut bertepuk tangan seperti yang lainnya.
"Sura, good job. Saya senang bekerja denganmu." Mas Dwiki menyalamiku.
"Mas yakin?" Tanyaku.
Suara tawa Om Matthias terdengar. "Dia khawatir aktingnya malah mengecewakan."
Mas Dwiki ikut tertawa. "Saya punya banyak pertimbangan sebelum memutuskan sebuah peran jatuh ke tangan siapa. Sejak awal saya sudah yakin sama kamu."
Aku mengingat ucapan Mas Dwiki. Aku membutuhkannya, jika ragu kembali mengisi benakku.
Waktu berlalu begitu cepat. Akhirnya aku angkat kaki dari rumah produksi itu. Aku sempat melirik Om Matthias yang masih bicara dengan Mas Dwiki. Kecewa menguasai hatiku saat sadar bahwa harapanku untuk kembali merajut hubungan dengan Om Matthias sepertinya harus dikubur jauh-jauh.
"Sura." Langkahku terhenti di dekat mobilku saat ada yang memanggil. Ketika berbalik, aku mendapati Om Matthias mendekatiku. "Mau balik?"
Aku mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman's Need
RomanceKumpulan cerita pendek Only for 21+++ Disclaimer: adult romance, mature, sex scene