Aku melangkah masuk ke dalam rumah Pak Hendra.
Begitu pintu tertutup, Pak Hendra langsung mendorong tubuhku hingga aku terdesak ke dinding. Tasku terhempas ke lantai. Sepatuku terlepas begitu saja.
Dia langsung membungkamku dengan ciumannya. Bukan ciuman lembut yang memabukkan. Melainkan ciuman kasar yang menggebu-gebu. Dia melumat bibirku, tidak memberiku waktu untuk berpikir.
Aku membuka bibir, membiarkan lidahnya melesak masuk dan berpagut dengan milikku. Kedua lengan kulingkarkan di lehernya, membuat jarak dengannya kian menipis.
Pak Hendra terus mencumbuku. Aku membalasnya dengan rasa yang sama. Cumbuan liar yang menggebu-gebu.
Ini bukan ciuman pertamaku. Namun, harus kuakui kalau ini kali pertama aku merasakan ciuman liar yang diselimuti nafsu.
Aku merasakan telapak tangan Pak Hendra yang besar dan lebar menangkup payudaraku. Remasannya membuat rintihan keluar dari bibirku, tapi tenggelam dalam cumbuannya. Remasan itu terasa kian keras, meski terhalang oleh pakaianku.
Aku membuka kancing satu per satu lalu melepaskan pakaian itu. Diikuti oleh bra yang membungkus payudaraku. Nafsu membuat putingku mengeras dan tegang, menantang Pak Hendra untuk mencumbuku.
Pak Hendra menyusuri putingku dengan ujung jari, mengalirkan getar ke seluruh tubuh. Setiap sentuhannya meninggalkan rasa panas.
"Pak..." rintihku, saat kedua tangannya meremas payudaraku dengan keras. Remasan itu berpadu dengan hasrat yang menguasaiku, menimbulkan rasa perih di payudaraku.
Rasa perih yang aku nikmati.
Pak Hendra menjepit putingku lalu membuat gerakan memutar dengan jarinya. Menarik putingku hingga makin keras.
Aku meraung kencang, memintanya tidak melepaskanku. Pak Hendra membungkam raunganku dengan ciumannya, sementara dia terus memelintir putingku tanpa ampun.
Ciumannya beralih ke leher, lalu turun ke pundak dan menuju payudaraku. Facial hair di wajahnya meninggalkan rasa geli juga menusuk.
Pak Hendra mempermainkan putingku dengan lidahnya. Tubuhku kembali dihantam getar hanya karena jilatan ringan itu.
"Sampai di mana kita waktu itu?" Tanyanya.
Aku tahu jawaban untuk pertanyaan itu, tapi otakku tidak bisa merangkai kata untuk menjawab. Yang terdengar hanya lenguhan.
Pak Hendra menciumi putingku, berganti-gantian. Dia meraup payudaraku, meremasnya dengan keras, sementara lidahnya menyiksa putingku. Aku menjerit tertahan saat Pak Hendra melumat payudaraku, mencumbunya, membuatku harus mencengkeram ujung meja tempatku bersandar karena kakiku tidak kuat lagi menahan sensasi sebesar ini.
Pak Hendra melepaskanku, sebelum beralih ke sisi payudaraku yang lain dan melakukan hal yang sama.
Aku merapatkan paha, merasa tidak nyaman akibat cairan tubuhku sendiri. Hasratku begitu bergejolak. Aku ingin Pak Hendra menuntaskan rasa tidak nyaman itu.
"Kamu mau apa, Lana?" Bisiknya, setelah melepaskan payudaraku.
Pak Hendra menatapku tanpa berkedip. Matanya menggelap karena dipenuhi nafsu.
"Seks," bisikku.
Sebaris senyum tipis tersungging di bibirnya. Pak Hendra mendorong tubuhku hingga aku berlutut di hadapannya. Kejantanannya yang membengkak di balik celana memenuhi ruang pandangku.
Aku menyentuhnya. Saat Pak Hendra tidak menolak, aku memberanikan diri untuk membuka sabuk lalu meloloskan celananya. Boxer hitam yang dipakainya tidak bisa menampung penisnya. Ujung kepalanya mengintip dari balik boxer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman's Need
RomanceKumpulan cerita pendek Only for 21+++ Disclaimer: adult romance, mature, sex scene