22. Pinggir jalan

751 35 3
                                    

"Udah malam. Tidur." ucap Alrassya saat melangkah masuk kamar dan menemui Qeeza yang masih membuka mata.

Alrassya baru saja selesai makan di dapur. Ia makan hanya seorang diri dan memakan masakan Qeeza. Lezat? Tentu saja lezat. Di balik keras kepala dan cerewetnya Qeeza, ada jiwa-jiwa koki di dalam diri gadis itu. Masakannya lezat, tidak buruk. Pas di lidah Alrassya. Tadi istrinya itu memasak SOP bakso dan sambal otak-otak.

Suami dari Qeeza, berjalan menuju kasur dan beranjak naik ke atasnya. Sedangkan Qeeza sejak tadi tak memedulikan Alrassya, pun seakan-akan tidak menganggap keberadaan cowo itu.

"Qeeza..." panggil Alrassya.

"Berisik pak." ucap gadis itu dengan tetap fokus pada handphone.

"Tidur."

"Gak ngantuk."

"Masih jam sembilan, juga." lanjutnya.

"Besok sekolah."

"Udah tau."

Alrassya menghela napas gusar. Ia tak mengerti dengan istrinya itu, mengapa tiba-tiba berubah menjadi dingin, tidak banyak bicara. Apakah ia marah karena sudah di paksa untuk memasak? Tapi itu tidak mungkin. Memasak makanan untuk seorang suami memang sudah kewajiban istri, sebagai bentuk patuh terhadap suami. Namun, mengapa gadis itu marah?

"Are you okey?" tanya Alrassya.

"Hmmm..." jawab Qeeza hanya berdehem.

"Kamu marah sama saya?" Qeeza mengedikkan kedua bahunya.

"Salah saya apa?" tanya Alrassya lagi.

"Pikir aja sendiri."

"Sepertinya tidak ada."

"Dih!" sinis Qeeza.

"Beritahu pada saya, apa kesalahan saya. Agar saya bisa memperbaikinya."

"Males."

"Yasudah, saya minta maaf." Qeeza bergeleng kepala.

"Dengan cara apa agar saya kamu maafkan?" lagi dan lagi gadis itu mengedikkan kedua bahunya hingga berhasil membuat Alrassya hampir menyerah.

Memahami seorang perempuan memang sungguh sulit. Selain ingin di pahami dan di mengerti, perempuan juga tidak ingin dirinya di salahkan. Memang ribet, tetapi inilah ujian untuk seorang laki-laki. Harus lebih banyak bersabar, apalagi dengan perempuan yang terkadang moodnya sangat cepat sekali berubah.

"Tidurlah sebelum terlalu larut." ujar Alrassya sembari menarik selimut.

"Duluan aja, pak." Alrassya tak merespon. Cowo itu justru menidurkan tubuhnya di atas kasur dan menyimpan tubuhnya di dalam selimut tebal. Kedua matanya mulai menutup rapat, ia pergi tidur dengan meninggalkan Qeeza seorang diri yang masih membuka mata.

JEDEEEERRRRRR.....

"Aaaaaaaaaaa....!" Qeeza spontan memeluk erat tubuh Alrassya saat telinganya mendengar suara petir yang menggelegar. Tak ada aba-aba, tiba-tiba saja petir bercampur dengan kelelap itu muncul hingga membuatnya kaget. Alrassya yang belum sepenuhnya tertidur pun, langsung mendudukkan diri dengan membiarkan Qeeza memeluknya.

Qeeza menyembunyikan kepalanya di dada bidang Alrassya. Kedua tangannya melingkar erat di perut suaminya itu. Qeeza benar-benar merasakan takut yang berlebih setelah mendengar suara petir tadi.

"Aaaaaa mamahhhhh...." rengek Qeeza tiba-tiba.

"Kamu takut petir?" tanya Alrassya tetapi tak ada respon dari gadis itu. Dia terus menyembunyikan diri dan sepertinya air mata sudah keluar membasahi pipi.

The math teacher is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang