50. Kontraksi

627 27 0
                                    

Lagi-lagi, bulan terus berganti dengan cepatnya hingga kandungan Qeeza kini sampai pada 9 bulan, yang artinya tinggal menghitung hari bayinya akan launching ke dunia. Selama ini dengan rasa sabar dan menuruti semua permintaan ngidam Qeeza, Alrassya sama sekali tak merasakan lelah maupun menyesal. Justru ia sangat bahagia karena babynya di dalam perut istrinya cukup aktif dan mau banyak makan. Alrassya akui selama istrinya hamil, perempuan itu begitu banyak makan. Dua puluh menit sekali bisa saja Qeeza kembali merasa lapar, bahkan rasa laper itu terus muncul tanpa jeda.

Sore itu, cuaca yang cukup bagus membuat Qeeza betah berada di halaman belakang rumah. Dengan asiknya ia menyirami tanaman menggunakan selang air. Daster biru bunga-bunga dengan rambut yang di cepol. Meskipun tengah hamil, istri Alrassya masih sangat keliatan cantiknya. Perut besar dan kencangnya yang ukurannya jauh lebih besar dari sebelumnya karena mengingat sudah menginjak 9 bulan. Jangan lupakan dengan jenis kelamin anak mereka, perempuan.

Sebenarnya dalam seminggu ini perut Qeeza sudah merasakan kontraksi dan kontraksi 2 hari yang lalu membuatnya seperti cacing kepanasan. Rasanya ia ingin menangis dan berteriak, bahkan tidur saja tidak nyenyak dan terus merubah posisi tidur untuk mencari kenyamanan tidur. Qeeza tak tahan menahan sakitnya. Perut besar itu bergerak sangat aktif setiap harinya.

Mengingat sekolah yang sudah tamat sejak beberapa bulan lalu, Qeeza memang belum ada niatan untuk kuliah. Alrassya sejak beberapa bulan lalu sudah menyuruhnya untuk kuliah, masalah biaya itu biarkan Alrassya yang menanggungnya, tetapi wanita itu menolak denan alasan masih ingin memfreshkan dan mengistirahatkan otak. Alrassya tak dapat melarangnya, jika di paksa toh juga pasti istrinya itu akan setengah hati menjalankan kuliah.

"Dorrrr....!"

Seseorang tiba-tiba mengejutkan Qeeza dari belakang. Perempuan itu langsung membalikkan badannya ke arah si pelaku.

"Kalian?!" kagetnya saat tahu adanya Moane dan Sandy. Sedangkan kedua gadis itu menyengir menunjukkan gigi mereka.

"Sejak kapan di sini?" tanya Qeeza.

"Baru aja. btw sorry ya kita main masuk aja ke rumah lo. Habisnya kita panggilin daritadi gak ada jawaban." tutur Sandy.

Moane mengangguk. "Iya. Sepi banget rumah lo. Mana pak Alrassya?" tanya Moane.

"Ada di ruang kerjanya."

"Kalian berdua aja?" tanya Qeeza yang di angguki oleh dua gadis bule itu.

"Air selang lo matikan dulu, kek." ujar Sandy yang melihat selang di tangan Qeeza masih terus mengalir air. Qeeza menyengir sebelum akhirnnya berjalan untuk mematikan kran, kemudian kembali bersama Sandy dan Moane.

"Perut lo makin gede aja. Jadi gemes gue." ucap Sandy memegang perut besar Qeeza.

"Belum ada tanda-tanda lahiran, Za?" tanya Moane.

Qeeza bergeleng cepat. "Tapi belakangan ini gue sering kontraksi, sih."

"Sakit gak Za?" tanya Sandy polos.

"Menurut lo?"

"Sakit." cengirnya.

"Gara-gara kontraksi terus, gue jadi kasian sama mas Alrassya. Soalnya dia juga gak ikutan tidur gara-gara gue terus kesakitan. Tidur juga gak nyenyak." tutur Qeeza memelas.

"Sesakit itu kah sampe lo gak bisa tidur?" tanya Sandy.

Qeeza mengangguk cepat. "Pinggang gue rasa mau patah. Gerak dikit sakit." mendengar penuturan Qeeza, berhasil membuat kedua sahabatnya menyengir ngilu.

"Jadi makin takut nikah gue." lirih Sandy.

"Kalo gak nikah, lo mau jomblo terus?" ujar Moane.

"Gue gak bakal jomblo. Kan ada Rey."

"Heh, kakak gue gak mungkin gak mau nikah. Pasti dia mau nikah. Kalau lo gak mau nikah, pasti dia bakal cari cewe lain buat bisa dia nikahi." jelas Qeeza sedikit nyolot dan membuat Sandy terdiam.

"Yaudah gue mau nikah. Tapi gak mau hamil."

"Tujuan kakak gue nikah tuh, selain tinggal bareng orang yang dia sayangi, dia juga pengen punya anak yang lahir dari rahim istrinya." tutur Qeeza semakin membuat suasana menegangkan dan Sandy merasa cukup tersudutkan.

"Tapi gue belom siap." Sandy memanyunkan bibirnya.

"Yaudah siapi diri dulu sebelum kak Eza ngelamar terus nikahi lo." tutur Moane.

"Nah bener itu." sahut Qeeza. Sandy hanya diam dan memanyunkan bibir merah mudanya.

"Kita di dalam aja ayo. Masa di sini, mana gak duduk lagi." tutur Qeeza mengajak kedua sahabatnya itu masuk ke dalam rumah menuju ruang tamu.

Segera mereka bertiga masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa ruang tamu. Tak lupa untuk Qeeza menutup pintu akses ke taman belakang rumahnya. Sandy dan Moane terus berjalan mengekori Qeeza dari belakang sembari melihat langkah kaki Qeeza yang sudah mulai susah untuk jalan, juga tangan kiri Qeeza yang memegang pinggang belakangnya sedangkan tangan kanan kanan sibuk mengelus perut besarnya.

"Lucu San, hihihihi..." bisik Moane.

"Lebih ke gemoy sih. Lo liat, badan Qeeza kecil, mungil, tapi malah hamil. Apakah ini definisi bayi punya bayi?" jawab Sandy terkekeh pelan.

"Za, berat ya?" tanya Moane merasa kasihan melihat jalan Qeeza yang cukup lamban, seperti kewalahan membawa perut besar.

"Nggak kok." jawab perempuan itu.

"Eh eh eh... itu apaan merah-merah. Banyak banget aduhhhh...." pekik Sandy kaget melihat adanya aliran air merah seperti dari di jenjang kaki Qeeza. Mendengar penutURAN sandy, membuat Qeeza dan Maone langsung melihat ke tempat objek.

"ZA, DARAH!" pekik Moane panik.

"Aduh-aduh, gimana nih. Aaaaa lo mau melahirkan, Za?!" tanya Sandy yang bersikap lebih panik, seakan-akan dirinya yang berada di posisi Qeeza.

"Awww...." ringis Qeeza tiba-tiba. Perutnya kembali merasakan kontraksi yang cukup hebat ingga membuat perempuan itu meringkuk ke bawah sebelum akhirnya terjatuh ke lantai dengan ringisan yang terus keluar dari mulutnya. Caira darah terus keluar dari bawah miliknya, sepertinya memang benar, Qeeza akan melahirkan. Ketubannya pecah.

"QEEZAAAA! Are you oke?!" panik Sandy semakin gak karuan. Melihat Qeeza yang terus menarik dan membuang napas, Sandy pun turut ikut menarik dan membuang napasnya seakan-akan latah dengan apa yang Qeeza lakukan.

Moane berjongkok di depan Qeeza dan memegang pundaknya. "Za, lo gak papa?" tanyanya ikut panik.

Qeeza terus menarik dan membuang napasnya. Kedua kakinya sudah pada posisi membuka, darah yang keluar semakin banyak. "Aaaaaa... sakit." ringisnya memegang perut.

"Za, lo tahan sebentar ya. Gue panggil pak Alrassya dulu." Moane bangun dari jongkoknya dan mengacir lari menaiki tangga menuju ruang kerja Alrassya.

"San, jaga Qeeza. Gue mau manggil pak Alrassya." ucap Moane sebelum ia naik ke lantai atas.

"Yah yah... Moane, kok gue di tinggal. Aduh gimana ini... Qeeza sumpah gue takut aaaa..."

"Itu darahnya banyak banget. Gue gak kebayang gimana sakitnya."

"Za, gue gak munafik. Gue beneran takut, jadi gue di sini aja ya. Maaf." lanjutnya yang terus berdiri berjarak di depan Qeeza. Sedangkan Qeeza tak memedulikan ucapan Sandy, yang Qeeza lakukan hanya bisa diam dan menikmati rasa sakit di perutnnya.

"Duh Moane lama banget sih, kasian Qeeza..."

•••

Apa yang kalian lakukan jika di posisi Sandy? wkwkwk
Diharap untuk tidak panikan sih ahahah...

Stay tune terus kalau penasaran sama kelanjutannya...
See you next chapter guyss...

VOTE!
COMENT!

The math teacher is my husbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang