Dari sepulang kerja sampai hampir subuh, Nara belum tidur sama sekali. Kepalanya penuh dengan pikiran tentang Yeonjun dan kejadian semalam.
Matanya sembab, hidungnya merah, dan tumpukan tisu di sampingnya sudah menggunung. Gadis itu tidak bisa berhenti menangis.
"Yeonjun brengsek!" serunya di antara isakannya.
Srekk!
Teriakannya terpotong oleh suara dirinya sendiri mengelap ingus dengan tisu. Pilek yang menyerang tiba-tiba tadi malam benar-benar mengganggu.
"Jadi dia hilang seminggu itu gara-gara cewek itu?" gumamnya lirih, hatinya terasa diremas mengingat kejadian semalam.
Srekk!
Lagi-lagi, dia menarik ingusnya dengan tisu.
"Dan mana ceweknya cakep banget lagi," tambahnya dengan nada penuh kesal.
Bukan hanya rasa cemburu yang menghantam, tetapi juga rasa tidak percaya. Gadis yang ia lihat bersama Yeonjun semalam benar-benar cantik—terlalu cantik.
Sejak semalam, Nara sudah mencoba menghubungi Yeonjun berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Chatnya bahkan sudah hampir mencapai 500 pesan, namun tetap tidak dibaca.
Baru saja ia ingin berhenti memikirkan Yeonjun, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Yeonjun tertera di layar.
Matanya melebar. "Kenapa dia tiba-tiba nelpon?"
Dengan tangan sedikit gemetar, ia mengangkat panggilan itu.
"H-Halo?" suara Nara terdengar serak, entah karena habis menangis atau karena pileknya.
"Halo, Ra? Maaf, kamu kebangun gara-gara teleponku ya?" suara Yeonjun terdengar lembut dari seberang sana. Suara yang selama seminggu ini tidak pernah ia dengar.
Nara menahan air matanya yang hampir jatuh lagi. "Nggak papa, Jun."
Ia buru-buru mengelap pipinya dengan sisa tisu yang ada.
"Maaf aku nggak bales chat kamu dan nggak ngangkat telepon. Belakangan ini ada banyak masalah di rumahku," kata Yeonjun pelan.
Nara menghela napas panjang. "Banyak masalah katanya…" pikirnya dalam hati.
"Iya, aku ngerti kok. Maaf ya kalau aku terlalu posesif?" tanyanya dengan nada ragu.
"Enggak, aku malah seneng kamu nyariin aku. Sepi banget pasti ya, nggak ada aku?" goda Yeonjun, terdengar seperti tertawa kecil.
Biasanya, Nara akan tersenyum mendengar itu, tapi tidak kali ini.
Ia mengabaikan ledekan Yeonjun dan malah bertanya, "Kamu kenapa telepon jam segini? Terus, suara kamu kenapa bisik-bisik?"
"Aku ngumpet biar bisa teleponan sama kamu."
"Biar apa?"
"Biarin."
Nara mendesah panjang, tidak sedang dalam mood bercanda. "Jun, aku mau nanya sesuatu, jawab jujur ya?"
"Iya, sayang. Kapan sih aku pernah bohong sama kamu?"
"Oke." Nara menelan ludah, "Kamu semalam ke kafe?"
Yeonjun terdiam sesaat sebelum menjawab, "Iya, tadi malam aku ke kafe. Kenapa?"
"Sama siapa?"
"Sama temen aku."
Jantung Nara berdegup lebih cepat. "Temenmu itu… cewek?" tanyanya, suaranya bergetar.
"Nggak, cowok. Kenapa?" jawab Yeonjun santai.
Nara menggigit bibirnya. Apakah ia harus percaya?
"N-Nggak papa."

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐧𝐥𝐲 𝐘𝐨𝐮 | Choi Yeonjun ② ✔️
RomanceIni prequel dari cerita sebelumnya (suddenly) yang berfokus dengan kehidupan percintaan Yeonjun dan masa lalunya. Enjoy with the story!🫶🏻