Selamat menikmati ceritanya-!...
Izora meletakkan tasnya di ranjang dengan rasa lelah yang menguar. Helaan napas panjang keluar begitu saja. Senyuman yang biasanya terpatri indah di bibir merona nya hilang. Berganti dengan rasa kehampaan yang mendominasi.
Perlahan Izora mengangkat bingkai foto kecil yang berada di meja samping ranjangnya. Foto dirinya kecil yang tersenyum bahagia dengan kedua orangtuanya. Foto usang yang di ambil beberapa tahun lalu.
Rasa rindu yang membuncah pada kedua orang tuanya. Pikiran yang selalu berkelana seakan ribuan pertanyaan selalu memenuhi kepalanya sejak dulu. Bagaimana bisa kedua orang tuanya meninggalkan dirinya, bahkan untuk menanyakan kabar dirinya pun tidak. Ribuan pesan dan panggilan Izora kirimkan, akan tetapi kenapa tidak kunjungan ada satupun balasan.
Lelehan bening itu tumpah dari kelopak matanya. Menangisi hidupnya yang menyedihkan. Tumbuh tanpa mereka itu menyakitkan. Izora meremas dadanya, sesak rasanya memikirkan alasan yang tidak kunjung ada jawaban.
"K-kalian sungguh meninggalkan aku?" Monolognya mengelus lembut foto dalam bingkai tersebut.
Deringan dari ponsel Izora berhasil menghentikannya. Ia mengambil ponselnya yang berada di saku rok.
Napasnya tertahan sejenak kala melihat nama panggilan yang tertera. Senyuman Izora terbit, namun itu lebih mengarah pada kesedihan. Izora menetralkan suaranya sebelum akhirnya mengangkat panggilan tersebut.
Keheningan menyapa kedua orang yang tengah sama-sama menunggu salah satunya berbicara.
"Izora." Suara lembut itu memanggilnya.
"A-ayah." sahut Izora bergetar. Ia tidak bisa mengontrol emosi saat ini.
"Kau baik-baik saja?" tanya Marco hati-hati, tersimpan nada canggung dalam ucapannya.
"Tidak, a-aku merindukan kalian, pulanglah, kumohon, ayah!" Pinta Izora mengungkapkan isi hatinya. Memaksa orang tuanya untuk muncul di hadapannya.
Tanpa bisa Izora melihat, pria di negara lain itu tampak menarik senyumnya. "Tidak, bukan saat ini baby."
Izora sekali lagi mendapat kekecewaan. Permohonannya di tolak begitu saja. "Kenapa? Apa ayah tidak menyayangiku lagi? Apa ini karena kehadiranku?"
"Sangat! Ayah sangat menyayangi putri kecil ayah ini, ayah tidak menyalahkan kelahiran takdirmu. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk kita kembali bersama, ibumu masih harus berjuang. Ayah juga harus segera menyelesaikan kejadian dulu." jelas Marco mencoba menyakinkan sang putrinya. Bisa dirinya dengar kini putrinya di ujung benua sana tengah menahan tangisannya.
Izora menggigit bibirnya yang bergetar. Untuk membantah sang ayah pun dirinya tidak mampu. Kenapa harus dirinya yang terus-menerus mengalah, kapan mereka akan mewujudkan keinginannya.
Marco terkekeh pelan. Gadis kecil yang dulu selalu bersikeras ingin selalu dekat bersamanya setiap waktu telah tumbuh besar. Rasanya Marco ingin memeluk Izora yang sekarang lebih lucu dari kecilnya atau mungkin telah berubah menjadi gadis anggun. Akan tetapi niat tersebut harus Marco lenyapkan mengingat dirinya harus menjaga keberadaan Izora agar tetap aman.
"Ayolah putri kecil, ayah berjanji akan kembali bersama ibumu yang akan segera membuka mata. Tunggulah sebentar lagi, ketika saatnya tiba ayah berjanji tidak akan meninggalkan mu lagi. Waspadalah Izora dan jaga dirimu."
Sambungan itu terputus sepihak. Meninggalkan Izora yang mulai meraung kecil. Rasa rindu yang sedikit terobati itu sudah lebih dari cukup baginya saat ini.
.....
Ace menghentikan motornya tepat di rumah Izora. Tugasnya malam ini menjemput sang gadis untuk tinggal beberapa hari dirumahnya. Bukan tanpa alasan, sebab sang ibunda sudah sangat merindukan pada sosok Izora yang telah dianggapnya anak perempuannya.
Ace menekan bel beberapa kali. Namun pintu tidak kunjungan terbuka. Ace dengan brutal menekan bel rumah Izora terus-menerus. Berharap penghuni rumah cepat membuka pintu.
"Iyaaa, tunggu sebentar!" sahutan terdengar dari dalam.
Ace menghentikan aksinya dan beberapa detik pintu pun terbuka menampilkan Izora. Apa-apa gadis ini! Seragam sekolah yang masih meletak ditubuhnya dengan rambut kusut berantakan.
Izora menurunkan tangannya yang mengucek matanya. Pandangan segera menangkap sosok Ace. Izora seketika membulatkan matanya.
Izora tidak sadar kini telah malam akibat kelelahan menangis yang membuatnya tertidur nyenyak. Ditambah Ace kini telah menjemputnya.
"I-itu Ace-"
"Lo nangis?" tanya Ace cepat memotong perkataan Izora.
Izora dilanda kebingungan. Bagaimana Ace bisa mengetahuinya, tunggu! Izora segera memegang matanya.
"Ace masuklah dulu, tunggu aku akan bersiap sebentar!" pekik Izora pergi ke kamarnya dengan perasaan malu.
Ace yang ditinggal hanya mematung. Bibirnya mengembuskan napas panjang. Kakinya perlahan masuk kedalam, mungkin ia harus menunggu Izora sekarang.
Izora pergi membersihkan dirinya terlebih dahulu. Selanjutnya memasukkan beberapa keperluannya ke dalam tas. Izora berkaca, melihat penampilannya. Baiklah dirasa sudah cukup, Izora segera menemui Ace.
Ace menghentikan acara makannya ketika Izora menampilkan wujudnya. Segera Ace memasukkan sisa cemilannya dan mengunyahnya cepat.
"Aku mendapat telpon dari Ayah." ujar Izora membuka suara.
Ace melotot kaget. Pasalnya kelurga Izora sudah seakan hilang ditelan bumi dan sekarang tiba-tiba muncul. Hal itu membuatnya penasaran. "Lalu?"
Izora tersenyum senang. "Hanya obrolan kecil, ayo pergi!" Ajak Izora berjalan meninggalkan Ace.
Ace segera menyusul Izora. "Apa mereka akan kembali?"
Izora menggeleng. "Tidak, mereka tidak kembali."
"Tidak sakit?"
"Sedikit tapi itu sudah terobati."
.....
Izora langsung memeluk tubuh wanita tua baya yang masih saja berwajah cantik walaupun berusia kepala tiga.
M. Sora adalah bunda sekaligus orang tua kedua yang telah merawat Izora ketika ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya. Wanita keturunan berbangsa Jepang ini memiliki sifat penuh rasa kasih sayang dan cinta. Mengajarkan sesuatu dengan lembut adalah caranya dalam mendidik.
Hal itu tidak bisa dilupakan oleh Izora. Bisa dibilang Izora berhutang budi oleh keluarga Ravenska selama ini.
"Zora datang, bunda." lirihnya tepat di telinga Sora.
Senyum Sora bertambah lebar. Anak yang dulu suka diam-diam menangis kini sudah bertumbuh besar secepat ini, rasanya tidak bisa di percaya.
"Kau yakin makan teratur Izora?" tanya Sora penuh selidik seraya melepaskan pelukannya.
Izora menunjukkan deretan gigi rapinya. "Satu tingkat lebih baik dari tahun sebelumnya, bunda."
Sora menggelengkan kepalanya. Mencubit pipi chubby Izora pelan merasa gemes. "Kau ini ayo masuk, bunda akan buat perut mu penuh dengan masakan bunda."
"Bunda yang terbaik!" puji Izora tersenyum cerah.
Ace hanya bisa berdecak melihat tingkah kedua perempuan yang berjalan menjauh. Ace terasa menjadi anak tiri sekarang yang dilupakan ibundanya.
Bersambung-!
KAMU SEDANG MEMBACA
Izorace:Sea Secret
Teen FictionAce M.Ravenska, sosok laki-laki pemegang julukan si gila dalam dunia pergenk-an anak motor bernama Generation Crew. Bahkan Ace salah satu komandan divisi dua yang cukup aktif mengikuti segala macam kekacauan. Namun siapa sangka dibalik kegilaannya i...