05|Berbincang Bersama

28 16 6
                                    

Selamat menikmati ceritanya-!


Izora berjalan mendekati besi pembatas balkon kamar. Matanya mendongak memandang gemerlapan malam yang sangat indah dipandang. Ia tersenyum lebar melihat bulan yang tampak sedang percaya diri tanpa bersembunyi dibalik kepulan awan.

Menghabiskan waktu menatap malam sudah menjadi daftar kesukaan Izora. Entahlah kenapa, padahal hanya menatap saja. Namun rasa tenang yang ia dapatkan sangat membuatnya nyaman tanpa sadar berapa waktu yang telah terbuang.

Izora tidak merasa dingin akan jahatnya angin yang mencoba menusuk kulitnya. Sudah lebih dulu membungkus tubuhnya dengan selimut tebal.

"Indah, cantik, memikat, mempesona, dan bercahaya." puji Izora masih setia mempertahankan tatapannya seraya tersenyum bahagia.

"Iya, semua pujian selalu tertuju padanya." sahut Ace ikut memperhatikan langit malam.

Izora menoleh, ia tidak menyadari keberadaan laki-laki ini. Apa kewaspadaannya memudar akibat terlalu asik pada pandangannya.

Ace beralih melihat Izora. "Nggak usah kaget, gue lebih dulu di sini, lo nya aja yang nggak sadar." jelas Ace mengetahui dibalik tatapan itu.

"Tumben suka lihat langit malam biasanya lebih suka lihat senja." ujar Izora pelan.

Ace mengetuk jarinya di dagu seraya berpikir. "Suka aja."

"Terus suka senja juga suka aja?" tanya Izora berhasil menangkap tawa kecil dari laki-laki di sampingnya.

"Tidak ada alasan tidak menyukai langit malam maupun senja. Mereka sama-sama menarik untuk dipandang. Tapi bila ditanya kenapa gue lebih menyukai senja, maka jawabannya gue menyukai perasaan warna yang ditunjukkannya tanpa malu."

Izora tetap melihat Ace, menunggu kalimat selanjutnya dari bibir tipis itu. Walaupun Ace bersikap tidak sopan dibeberapa kondisi, namun Izora tidak bisa menghindari. Bahwa Ace terlihat lebih dewasa ketika berbincang dengannya. Seolah Ace membuatnya menatap sesuatu bukan hanya dari satu sudut pandang.

"Senja yang menampilkan warna jingga kemerahan seakan merasa kesakitan kala pujaan hatinya menghilang. Umpamanya begini, Zora. Matahari yang mencintai bulan tidak bisa bertemu akibat adanya senja, maka dari itu walaupun senja di jadikan alat komunikasi antara kedua pasangan alam itu untuk saling menyampaikan perasaan satu sama lain. Senja tidak marah malah dianya suka rela menjadi penghubung walaupun ia tahu hatinya cemburu melihat matahari yang begitu mencintai bulan."

Izora mengerutkan dahinya. Bukankah seharusnya senja berhenti untuk menyakiti dirinya sendiri. "Senja terlalu bodoh!" Maki Izora merasa kesal.

Ace terkekeh mendengar umpatan Izora. "Senja tidak bodoh, melainkan dirinya kuat. Sebab senja sudah memberitahu matahari bila bulan berselingkuh dengan bintang. Tapi balasan matahari hanya tersenyum, karena seburuk apapun bulan, matahari tetap mencintai bulan. Maka sama halnya dengan senja yang memilih tetap mencintai matahari sebagimana matahari mencintai bulan."

"Jadi warna merah yang dikeluarkan senja adalah rasa sakitnya?" tanya Izora penuh rasa ingin tahu.

Ace mengangguk pelan. "Benar, tapi banyak orang menikmati kehadiran senja sebagai penghormatan dan menghibur senja yang kesakitan."

Izora menopang dagunya dengan tangan yang terbungkus selimut. Melihat Ace dengan senyuman penuh arti.

Ace yang menyadari wajahnya tengah dipandang menoleh kearah Izora seraya menaikkan sebelah alisnya. "Ada yang salah?" tanyanya pelan.

Izorace:Sea SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang