× 5 ×

5.8K 481 14
                                    

DUM! DUM!

Suara dari bola voli dismash dengan keras terus menggema dalam GOR. Peluit dari wasit berbunyi. Mengumumkan penambahan poin untuk tim Samuel juga Theo.

“NGOPER BOLA DIKENCENGIN DONG!! LEMBEK BANGET!! MAU JADI KERUPUK SEBLAK LO?!” bentak Samuel pada setter yang merupakan kakak tingkatnya sendiri.

Dan akibat dari suaranya yang keras menggelegar membuat hampir seluruh atensi orang yang ada di lapangan mengarah ke arahnya.

“Udahlah, yang tadi itu bagus kok. Buktinya lo nyetak point,” lerai Theo, mendekat ke arah Samuel sambil menepuk pundaknya.

“ITU KARENA GUE YANG SUSAH PAYAH NYAMAIN RITME!! DIA NGGAK BECUS JADI SETTER!!”

Semua orang hening mendengar kemarahan Samuel—yang biasanya lebih banyak diam. Termasuk senior yang dimarahi karena memang pada dasarnya dia lebih dewasa dan memutuskan untuk tidak terlalu ambil hati atas perkataan Samuel.

Bro, lo dari pagi udah uring-uringan nggak jelas. Kalau lagi punya masalah pribadi, tolong jangan lampiaskan semua rasa kesel yang lo punya ke orang lain.

“Terutama pas latihan. Bentar lagi tim kita ikut tanding. Gue harap lo bisa mengendalikan emosi dan jaga sikap di sini,” ucap Theo semakin mendekat untuk memberikan temannya pencerahan dengan sedikit berbisik.

Samuel diam beberapa detik. Dia menghela napas lelah kemudian mengembalikan ekspresi seperti biasa. Memandang penuh penyesalan pada Theo atas tindakan kekanak-kanakan yang telah dirinya perbuat.

Sorry,” jawab Samuel lirih pada Theo yang langsung dihadiahi geplakan sayang di bagian belakang kepalanya.

“Jangan minta maaf ke gue bego! Minta maafnya ke dia tuh! Yang udah lo marahin!” kesal Theo.

Masih tidak habis pikir dengan otak Samuel yang selalu mendadak hilang jika dalam mood kurang baik. Theo menunjuk senior mereka yang sepertinya berubah bingung karena kini ditunjuk-tunjuk.

××ו×××

Setelah turun dari mobil, Samuel berdiam diri sejenak. Mengusap wajahnya yang mungkin masih tampak kusam karena seharian ini beraktivitas dengan emosi yang terus meledak.

Samuel berusaha untuk menjaga kepalanya tetap dingin sebelum beranjak membuka pintu rumah.

Berencana akan langsung ke kamar sebelum bertemu dengan Giri, karena mungkin emosinya tidak akan bisa dikendalikan lagi setelah melihat wajah orang yang paling ia benci.

Kenop pintu ditarik turun. Samuel mulai melangkah masuk ke dalam seraya mendorong pintu untuk membukanya.

Sepersekian detik, rasa bingung mulai menghampiri. Keadaan rumah terlihat sepi dan gelap karena lampu tidak dinyalakan padahal hari sudah mulai beranjak malam.

“Mama?” panggil Samuel ketika melangkah makin masuk ke dalam sambil mencari saklar lampu.

Ia meraba-raba tembok sekitar dan akhirnya menemukan yang dicari-cari. Dengan segera Sam menekan saklar lampu untuk menyalakannya. Begitu lampu menyala dengan terang, Sam kembali terdiam.

Happy birthday to you... Happy birthday to you... Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you...

Samuel melihat Rika dan Giri berjalan menghampirinya dari ruang tengah sambil bernyanyi, membawa kue ulang tahun, balon juga selempang bertuliskan ‘Birthday boy’ untuk dikenakannya.

“Selamat ulang tahun ya anak Mama yang paling ganteng!” ucap Rika begitu mereka sudah saling berdekatan. Dia tersenyum keibuan. Mengulurkan tangan untuk mengusap pucuk kepala sulungnya yang masih tertegun.

𝐆𝐈𝐑𝐈 | BLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang