Chapter 14

2.9K 205 3
                                    

Happy reading

       

       

Marvin tengah terduduk di kursi dekat hospital bed tempat Jendra kini terbaring. Ia seorang diri saja disana, karena Jagad tengah menemui dokter dan Harsa baru saja pulang. Diamatinya lekat wajah pucat yang penuh luka itu. Bekas luka pada ujung bibir, memar di sekitar mata, serta tulang hidung yang patah. Tapi semua itu tak mengurangi sedikitpun kemolekan pada wajah putih Jendra.

Saat pertama kali bertemu malam itu, Marvin langsung tertarik pada remaja yang usianya terpaut cukup jauh dengannya itu. Ia ingin mencari tahu lebih banyak tentang Jendra, namun tanpa diduga mereka malah bertemu di rumah Hengki. Disana Marvin menjadi sedikit tahu tentang Jendra. Tentang kepribadiannya. Tentang hubungannya yang tidak baik dengan ayahnya. Dan, ah! Marvin baru menyadari sesuatu. Saat Harsa menyebut nama Jendra, ia merasa mengenal nama tersebut. Tentu saja. Jendra Abimanyu Bimantara, putra Jagad Bimantara, rekan bisnisnya. Seorang pengusaha bidang makanan cepat saji yang sangat sukses.

Marvin tersenyum. Ternyata ia tidak perlu terlalu susah payah untuk mencari tahu tentang Jendra. Karena nyatanya ia begitu dekat dengan anak itu.

"Uugh.." sebuah rintihan membuyarkan lamunan Marvin.

Ia tersentak. Dicondongkannya badannya mendekat pada Jendra.

"Jen..." panggilnya lembut.

"Ay-yah.." rintih Jendra, memanggil ayahnya.

Matanya masih terpejam.

"Jendra, ini saya, Marvin," ucap Marvin pelan seraya menyentuh pundak Jendra.

Perlahan mata Jendra terbuka. Dilihatnya Marvin yang tengah menatapnya dengan lembut.

"Ay-yah man-na?" tanyanya.

"Ayah kamu sedang menemui dokter. Mungkin sebentar lagi datang. Sabar ya."

Jendra mengangguk.

"Uugh.." Jendra memegangi kepalanya.

Matanya kembali terpejam, menahan sakit.

"Sakit?" tanya Marvin lembut.

Jendra tak menjawab.

"Saya panggilkan dokter ya?"

"J-jangan!" pekik Jendra.

Kening Marvin mengerut.

"Atau, saya panggilkan ayah kamu?"

"Jang-ngan! Jang-ngan pang-gil ay-ayah Jang-ngan pang-gil siap-pa pun," pintanya kemudian.

Tiba-tiba air mata mengalir dari sudut mata Jendra. Marvin terkejut.

"Jendra, kamu gapapa? Kenapa kamu menangis? Apa yang sakit?" tanya Marvin panik melihat air mata Jendra.

Jendra membuka matanya. Tangannya terangkat, mencari tangan Marvin. Marvin yang menyadari itu segera memegang tangan Jendra.

"Vin, g-gue t-takut," ucap Jendra lirih.

Air matanya mengalir lebih deras. Marvin mengernyit.

"Takut? Takut apa? Takut sama sapa?"

"T-takut Vin. Jangan tinggalin g-gue!"

"Hei, tenang. Saya disini. Saya gak akan ke mana-mana. Kamu tenang ya."

Marvin mencoba menenangkan Jendra. Ia masih menggenggam tangan Jendra dengan sebelah tangannya. Sedangkan sebelah tangannya mengusap kening Jendra yang entah sejak kapan bermandikan keringat.

Between Two Hearts | MarkNo (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang