Chapter 29

2.2K 175 7
                                    

Happy reading

       

      


Langit malam nampak indah bertabur berlian gemerlap di atas sana. Sabit penerang malam nampak di satu sisi menyapa pandangan mata. Sungguh indah. Membawa ketentraman dalam hati.

Namun tidak dengan pria muda berparas tampan bernama Marvin. Hatinya sungguh dilanda badai saat ini. Bagaimana tidak. Ia baru menyatakan perasaannya pada Jendra beberapa hari lalu. Ia bahkan meyakinkan pemuda itu jika dirinya akan selalu berada di sisinya. Tapi kini ia merasa bersalah karena ia tidak bisa menolak perjodohan yang telah dirancang oleh kedua orang tuanya.

Apa yang harus dilakukannya sekarang? Ia tak mungkin mengakhiri hubungannya dengan Jendra yang baru dimulai. Tapi ia juga tak bisa mengingkari janjinya pada papi maminya. Apalagi ia melihat rona bahagia itu dari wajah wanita paling berharga dalam hidupnya, yang cahayanya sempat meredup beberapa tahun lalu. Dan Marvin telah berjanji dalam hatinya untuk tidak akan melukai hati wanita itu.

Marvin mengerang frustasi menghadapi 2 pilihan dalam hidupnya. Manakah yang harus ia selamatkan hatinya. Jendra atau maminya. Marvin dipaksa untuk tidak egois dengan menginginkan keduanya dalam genggamannya. Haruskah ia merelakan Jendra? Tapi tidak! Ia tidak bisa melukai hati remaja itu. Bukan hanya karena rasa sayangnya pada Jendra. Tapi karena keadaannya sekarang. Ia sedang berusaha untuk sembuh dari traumanya, lalu bagaimana bisa Marvin menyakiti hatinya, yang jelas akan membuat Jendra semakin terpuruk!?

Marvin menghempaskan tubuhnya pada ranjang. Sebelah tangannya menutup matanya. Lelah dan kantuk mulai merajai. Dalam keadaan setengah sadar Marvin memutuskan untuk tidak melukai keduanya. Ia akan bertahan dengan Jendra, seraya mencoba mencari cara untuk membebaskan diri dari perjodohan ini.

       

         

● BETWEEN TWO HEARTS ●

     

      

Di sisi lain, Jaksa terus kepikiran Jendra. Ia tidak pernah menduga Jendra memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya. Ia tak pernah menunjukkannya. Di depan Jaksa, Jendra selalu nampak seperti remaja normal kebanyakan yang memiliki sifat dingin, cuek dan keras.

Jaksa jadi mempertanyakan keputusannya untuk melamar Jendra. Ia takut malah membebani pikiran pemuda itu. Tapi di sisi lain ia tak ingin mengikhlaskan Jendra untuk orang lain. Terutama pada siapapun pria yang sudah menyatakan cintanya pada Jendra beberapa hari lalu. Dia tidak akan merelakannya begitu saja. Jendra hanya miliknya seorang.

Jaksa duduk termenung di sisi ranjang Jendra yang belum juga tersadar dari pingsannya. Ia memandangi wajah tampan itu lamat. Ia tak pernah menduga Abi-nya yang saat kecil dulu sangat menggemaskan dengan pipi gembul kini telah tumbuh sebaik ini. Kulitnya putih bersih, wajahnya rupawan, tubuhnya bagus. Sudah jelas banyak yang tertarik. Tak terkecuali dirinya sendiri. Betapa ia jatuh ke dalam pesona Jendra sangat dalam.

"Kalian sebaiknya pulang aja. Sudah malam," ucap Jagad saat masuk kamar Jendra setelah membereskan pecahan guci di dapur tadi.

"Papa mama aja. Jaksa mau nunggu Abi bangun," jawab Jaksa tanpa memalingkan sedikitpun pandangannya dari Jendra.

"Gapapa, Gad. Masih jam 8 juga. Kita tunggu Jendra bangun dulu," sahut Yudha.

Jagad menghela nafas lelah.

Between Two Hearts | MarkNo (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang