Chapter 18

2.5K 192 8
                                    

Happy reading

       

     

Jendra dan Marvin tengah berada di rooftop rumah Jendra saat ini. Mereka menikmati malam menyaksikan hamparan bintang yang indah di atas sana. Nampak 2 kaleng cola tersedia di meja depan kursi. Marvin nampak mengagumi keindahan langit malam itu, sementara Jendra malah melamun. Marvin menyadarinya. Ia menoleh pada Jendra.

"Apa yang kamu pikirin Jendra?" tanya Marvin membuyarkan lamunan Jendra.

Jendra menggeleng.

"Boleh saya tanya?" tanya Marvin lagi.

Jendra mengangguk.

"Apa kamu sering seperti itu?"

Jendra diam sejenak. Lalu kemudian ia berbicara.

"Sebenernya udah lama aku gak begini. Sejak kejadian pengeroyokan itu, ini yang kedua kalinya."

"Apa kamu punya trauma?"

Jendra diam. Sangat lama. Ia tak ingin mengatakannya pada siapapun. Tapi Marvin sudah dua kali membantunya mengatasi ketakutannya.

"Aku pernah hampir dilecehin," ucapnya lirih.

Walau begitu Marvin mendengarnya. Dan ia terkejut bukan main.

"Siapa yang melakukannya?"

"Temen ayah dan bunda."

"Temen?"

"Iya, dia temen baik ayah dan bunda. Jadi dia sering kesini."

Jendra diam menunduk. Kedua tangannya saling bertaut.

"Siang itu dia dateng. Aku bukain dia pintu. Tapi ayah bunda lagi gak ada di rumah. Dia bilang bakal nunggu. Jadi aku tinggal dia di ruang tamu. Tanpa ku duga dia ngikuti aku sampe ke kamar."

Jendra berhenti. Suaranya mulai bergetar. Tangannya yang bertaut pun sama. Marvin mendekat. Diraihnya tangan Jendra, lalu ia menggenggamnya untuk menenangkannya.

"Gak usah diterusin," ucap Marvin lembut.

Jendra menggeleng.

"Gak Vin, kamu harus tau."

"Tapi kamu-"

"Aku mau mengurangi sedikit bebanku dengan cerita ke kamu, Vin."

Jendra menatap Marvin dengan tatapan memelas.

"Baiklah. Akan saya dengarkan."

"Orang itu, ngikutin aku sampe ke kamar. Dia dorong aku terus ngunci pintu kamarku. Terus.. dia.. menciumku dengan paksa. Tangannya.. menjamah tubuhku. Aku umur 14 tahun waktu itu. Anak kecil seperti aku bisa apa Vin? Aku gak bisa ngelawan."

Mata Jendra mulai berkabut.

"Dia menjatuhkan aku di kasur. Aku memberontak, tapi tenagaku kalah besar. Dia duduk tepat di atasku yang terbaring tak berdaya. Dia buka paksa bajuku. Dengan sisa keberanianku, aku mencoba gigit tangannya yang mulai menjamah tubuhku lagi. Dia marah. Dengan tangannya yang besar dia menamparku dengan sangat keras."

Air mata Jendra menetes. Dadanya mulai sesak. Marvin semakin mengeratkan genggamannya.

"Untungnya gak lama bunda datang. Kami dengar dia teriak dari bawah manggil aku. Seketika orang itu bangkit dan dengan tergesa-gesa dia keluar kamarku trus ke kamar mandi. Setelah sebelumnya sempat ngancem aku."

"Jadi kamu gak nyeritain soal ini sama ayah bundamu?"

Jendra menggeleng.

"Terus pukulan itu? Wajahmu baik-baik saja?"

Between Two Hearts | MarkNo (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang