Chapter 5

3.8K 267 0
                                    

Happy reading

        

      

Jendra dan Rendi sedang bersiap-siap untuk pulang ketika Marvin dan Hengki turun dari lantai 2. Mereka menghampiri ketiga pemuda yang baru saja selesai belajar itu.

"Udah kelar?" tanya Hengki.

"Udah Bang. Ini mau pulang," jawab Rendi.

"Eits, jangan pulang dulu! Makan malam disini aja," ajak Hengki.

"Aku sihh mau aja Bang, tapi Jendra....." ucap Rendi seraya menoleh pada Jendra.

"Gue sebenernya capek, mau pulang," kata Jendra seraya memasukkan buku-buku ke dalam tasnya.

"Ayolah Jen, malam ini aja. Makan disini. Ya?" bujuk Harsa.

Tiba-tiba ponsel Jendra berbunyi. Diambilnya benda pipih yang ia geletakkan di meja itu. Setelah melihat nama penelepon, dengan malas ia mengangkatnya.

       

        

"Hm."

"..."

"Di rumah Harsa."

"..."

"Ini mau balik."

"..."

"Ck! Gak usah basa-basi. Ayah mau ngomong apa, to the point aja," ucapnya jengah.

         

          

Keempat orang di dekatnya diam mengamati.

         

         

"..."

"Udah, gitu aja? Kirain ada yang penting."

"..."

"Oya? Jendra baru tau kalo sekarang Jendra jadi prioritas Ayah. Jendra kira prioritas Ayah cuma laptop sama client-client cantik Ayah."

        

       

Kalimat Jendra yang pedas itu mengejutkan Marvin. Tak jauh berbeda dengan ketiga orang lainnya. Walaupun tahu jika hubungan Jendra dan ayahnya tidak baik, tapi mereka tidak menyangkan jika Jendra bisa berkata sepedas itu pada ayahnya.

        

        

"..."

"Sungguh? Kalo gitu bawa Bunda ke hadapan Jendra sekarang!"

         

        

Hening. Pria di seberang telpon juga tak bersuara.

         

         

"Gak bisa kan? Kalo gitu jangan lagi bilang Jendra prioritas Ayah. Apalagi bilang Jendra yang paling berharga buat Ayah kalo satu hal sederhana aja gak bisa Ayah lakuin buat Jendra."

           

       

Jendra lalu menutup telpon. Ia bahkan mematikan ponselnya itu. Karena tak ingin ayahnya menghubunginya lagi. Setelahnya ia memasukkan dengan kasar semua barang-barangnya. Dan menutup tasnya.

Between Two Hearts | MarkNo (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang