Bisa dibayangkan neraka macam apa yang diciptakan Jaziel untuk sang adik? Perilakunya kemarin jelas membuat banyak murid memandang Sagara dengan berbeda. Desas-desusnya menyebar lebih cepat daripada rambatan cahaya. Terlebih dengan highlight pembunuh yang Jaziel sematkan; anak-anak lainnya sepakat mengasingkan Sagara dari lingkar pertemanan.
"aku nggak mau duduk di dekatmu!" salah seorang bocah perempuan melempar tas Sagara yang ditaruh di samping kursinya. "sana pindah!"
"kemana?" tanya Sagara sedih. "kan semua tempatnya penuh."
"ke pojok belakang, sana!" perintah bocah bertubuh gempal. Gaya tengilnya sukses mempengaruhi teman-teman yang lain.
"kamu jangan gabung sama kita-kita!" suara bocah lain terdengar.
Sagara mengangguk menurut. Pindah duduk ke area paling belakang dan menerima banyak tatapan kebencian.
Sehari;
Dua hari;
Sagara tidak pernah berpikir bahwa pengucilan yang dilakukan oleh teman-temannya akan berlangsung lebih lama dari seminggu —tapi nyatanya bocah muda itu terlalu naif. Bahkan hari ini sudah memasuki bulan ketiga Sagara terasing di lingkungan sekolahnya. Tiap kali Sagara mencoba untuk unjuk kemampuan di hadapan guru kelasnya, beberapa teman lain menunjukan dengki yang kentara. Bahkan satu dua siswa ikut melakukan drama dengan menangis histeris saat beberapa kali pembelajaran berkelompok dalam kelas. Menolak satu team dengan Sagara. Guru dikelas cukup dibuat kelimpungan dengan kekompakan murid kelas satu sekolah dasar itu. Mereka bisa dengan mudah meninggalkan Sagara di belakang. Membiarkan Sagara menjadi korban bully meski oleh kakak kandungnya sendiri.
Karenanya Sagara makin menyembunyikan dirinya. Tidak banyak berkeliaran di lingkungan sekolah, karena khawatir bertemu Jaziel dan kembali di usili —ataupun dirisak lebih dari ini.
"ngapain kamu disitu?" Nuka bertanya pada Sagara yang terlihat bersembunyi di balik pohon area tunggu penjemput. "ngumpet-ngumpet nanti diculik hantu."
Omong-omong, ini sudah jam pulang anak kelas dua. Artinya sudah lewat satu jam dari jam pulang anak kelas satu.
Sagara tersenyum kecil. Padahal sebelumnya wajahnya sedikit murung. "aku lagi nunggu Ibu Salamah." Jawab Sagara. Beberapa minggu terakhir, Salamah memang selalu terlambat datang menjemput. Ia harus sembunyi-sembunyi menjemput Sagara karena tuannya masih tidak berkenan Sagara pergi ke sekolah.
Kapan hari, Sagara harus pulang dengan ojek online yang di pesan Pak Faiz karena Bu Salamah tak kunjung datang —dan Pak Faiz dilarang keras mengajak pulang bersama. Itupun Pak Faiz yang membayar argonya. Tuannya tidak memberi sepeserpun untuk transportasi dan akomodasi si bungsu. Uang saku Sagara pun seringkali dari dompet pribadi Bu Salamah.
"Kak Nuka... aku tuh nggak takut hantu, tau!" Sagara berujar jumawa. "soalnya hantu nggak bisa pukul."
Nuka mengangguk. Mengambil duduk di sisi Sagara. "Papamu lebih seram dari hantu sih."
Sagara tertawa. Papa memang seram, kok. Sagara tidak punya celah membantah.
"Bu Salamah telat lagi?" decak Nuka terlihat kesal.
Sagara mengangguk. "iya."
"pulang sama aku, mau?"
Sagara menimbang sejenak.
"kemarin, Mami buat cookies cokelat."
"oh ya?" Sagara berbinar, "mau dong..."
Nuka mengangguk. "bilang Pak Faiz dulu sana!" titah Nuka menunjuk sopir yang ditugaskan khusus untuk Jaziel. "nanti kamu ikut mobilku aja."