Rida, perempuan paruh baya itu merenung di sudut selasar klinik. Entah apa lagi yang ada didalam kepalanya, tapi beliau turut menyusul saat Sari dibawa ke klinik untuk mendapat penanganan terkait luka di kepala. Dari tempatnya kini, ia bisa melihat tatap khawatir Khoirul untuk istrinya itu. Ah, Rida juga bisa melihat tatap menghakimi dari orang-orang yang mengantar Sari ke klinik —juga saksi kebrutalannya malam ini.
Dibalik bibir, giginya mengerat. Berserapah dalam hati, tau apa mereka?
Rida memandang langit-langit selasar tanpa plafon. Kilas ingatannya dibawa mundur saat ia pergi membeli sayur di warung dekat rumahnya tadi sore. Sekantung belanjaan sudah ditangan; seharusnya ia bergegas pulang dibanding meladeni tanya Bu Sugih —si pemilik warung.
"lha kok tumbas sayur, Bu? Mboten ngiring rewang maring putrane kah, Bu?[kok beli sayur Bu? Nggak ikut masak-masak di rumah anakmu, kah?]" tanya dengan nada setengah julid itu harusnya diputus Rida tanpa tendeng aling alih-alih diladeni.
"rewang nopo toh, Bu? [masak-masak apasih, Bu?]" Rida tak paham, tapi penasaran. Apakah kiranya yang membuat perempuan tambun itu melempar tanya demikian.
"lha, Sati karo Yayu mbiyen nggawe status facebook. Jane lagi rewang neng umahe Mbak Sari, tak kira Sari mantune sampeyan. [Sati sama Yayu tadi buat status facebook. Lagi masak-masak di rumahnya Mbak Sari, katanya. Saya kira Sari menantunya Ibu]."
Omong-omong, Sati dan Yayu adalah anak-anak Bu Sugih yang tinggal dekat dengan rumah Sari dan Khoirul. Seleb facebook, yang setiap gerak gerik di rekam - posting demi kebutuhan sosial media.
Rida menggeleng kecil. sungguh tidak tahu-menahu. "lah, mbuh, Bu. Nyong ora ngerti koh. Dudu ning mantuku ndean... [lah, gak tau, Bu. Saya malah nggak ngerti. Mungkin emang bukan di tempat menantu saya.]"
Harusnya Rida berhenti penasaran.
Harusnya.
Sampai status facebook milik Syifa —saudara perempuan Sari yang diboyong suaminya ke luar Jawa itu- lewat di beranda akunnya. Lengkap dengan video candid tentang bagaimana ramainya acara itu berlangsung dan caption yang membakar amarah Rida tanpa jeda.
Bismillah... dari jauh, kami mengirimkan doa baik untuk acara selametan atas kesembuhan Ibu dan syukuran atas kedatangan Banyu Sagara sebagai bagian dari keluarga. Mudah-mudahan kita semua selalu sehat dan dalam lindungan Gusti Allah. Semoga kedatangan anggota baru di keluarga kita turut membawa keberkahan. Turut berbahagia untuk Kakakku tersayang, Mbak Sari dan Mas Khoirul. @pengikut @sorotan #fyp #newbie
Kecewa Rida tak terbendung. Terlebih ketika kolom komentar yang berisi puluhan -yang kemudian menjelma menjadi ratusan komentar itu dari status yang dibagikan itu nampak penuh bahagia. Tanpa melibatkan dirinya.
Semua bayangan luka masalalu rasanya turut singgah di kepala. Sebagian hati kecilnya merasa mengamini bahwa karma tengah jatuh di setiap langkah kehidupannya kini.
Rida mengambil kunci motornya tanpa pikir panjang. Memacu motor matic itu dengan perasaan marah luar biasa. Menarik pedal gas tanpa peduli langit menggelap diatas kepala. Semua yang di lakukan semata hanyalah tindakan impulsif yang dipicu rasa kecewa.
Siapa yang menduga bahwa ia akan sebegitu mudahnya lepas kendali? Gelap mata menyakiti anak kecil tak berdosa, pula melukai menantunya sendiri. Sungguh, Rida tengah berkubang dalam sesal kini.
Dan kini, dari tempatnya berdiri, Rida bisa melihat tatap kecewa Khoirul yang mengarah tepat kepadanya.
----
Sementara di rumah, Sagara sesegukan dalam lelapnya. Bocah itu meringkuk meneteskan air mata dalam pejaman mata sambil menggumamkan banyak maaf dan perasaan bersalah. Sebelumnya, ia bahkan enggan melepas tangan Sari yang melemah di genggamannya. Memaksa ikut ke klinik —yang dengan keras dilarang Khoirul. Khoirul tidak mau Sagara dibuat kian trauma karena kejadian tak terduga yang terjadi sekejap mata ini.
