05

1.3K 175 23
                                    

—chapter ini nggak penting penting banget. Tapi aku paksa masukin ke part!





"sana, ganti baju." Ujar Yudhis, saat melihat bahwa Sagara masih termangu di tempatnya berdiri —bahkan ketika Jaziel sudah pergi.

Sagara memandang sang ayah dengan wajah sedih karena tidak diizinkan pergi sekolah. Sekolah mungkin memang  bukan tempat yang paling menyenangkan di dunia, namun juga bukan tempat yang sangat buruk. Guru-gurunya baik, beberapa teman sekelasnya juga. Hanya satu dua yang menyebalkan —dan sialnya mereka adalah orang-orang yang suka mendominasi di lingkungan. Tapi Sagara bisa apa selain mengangguk menurut? Ia tak ingin memancing amarah ayahnya seperti hari-hari lalu.

"pakai baju yang paling kamu suka." Titah Yudhis kemudian.

Sagara memiringkan kepala, "kenapa?"

"saya mau ajak kamu jalan-jalan."

Sebaris kalimat itu, berhasil mengubah wajah muram Sagara menjadi senyum bahagia yang merekah sempurna. Tanpa banyak kata, Sagara berlari ke kamar kecilnya. Bertukar pakaian dengan yang terbaik yang ia miliki.

Ini kesempatan langka, kan? Belum tentu bisa terjadi dua kali sepanjang hidupnya. Jadi Sagara tidak mau menyiakan sedetikpun.


-----


Sagara sudah siap dengan setelan terbaiknya. Atas perintah Yudhis, ia juga menyiapkan satu stel pakaian ganti di tas gembloknya. Dan sebagai inisiatif, Sagara membawa sisa uang sakunya juga. Jaga-jaga kalau ia ingin beli jajan tanpa merepotkan sang ayah.

Jangan ditanya, bagaimana bahagia mewarnai binar mata pula wajah Sagara. Bahkan untuk kali pertama, Yudhis bersedia menggenggam tangannya. Menggandeng bocah enam tahun itu dengan penuh kehati-hatian. Duduk bersisian meski hanya di dalam taksi online.

"kita mau kemana, Pa?" Sagara memberanikan diri untuk bertanya. Pandangannya sibuk mengingat apa-apa saja yang dilewatinya. Gedung-gedung tinggi, transjakarta, kemacetan, jalan layang, lampu merah yang lebih dari dua ratus detik lamanya —dan hal asing lainnya yang baru ia lihat. Sagara juga tidak bisa berhenti takjub saat bertemu dengan pengamen dengan kostum badut yang bervariasi; yang selama ini hanya bisa di lihatnya di gadget Nuka. Karena selama ini, hidupnya hanya berkutat pada lingkungan perumahannya.

"jalan-jalan." Singkat Yudhis tak banyak menjelaskan. Fokus pria paruh baya itu masih pada ponselnya.

Taksi yang mereka tumpangi berhenti di salah satu stasiun besar. Hiruk pikuk manusia yang berlalu lalang meski bukan di hari liburan membuat Sagara takjub untuk yang ke sekian kali. Jejeran kedai makanan mengeluarkan wangi khasnya masing-masing. Sagara terpaksa meneguk liur karena sarapannya pagi ini hanyalah sepotong ayam goreng tepung dingin sisa semalam.

"lapar?" tanya Yudhis.

Sagara menoleh ke arah sang ayah penuh terkejut mendengar pertanyaan itu, sebelum kemudian menggeleng takut-takut.

Yudhis masih mematai Sagara, "roti, mau?"

"boleh?" Sagara meminta persetujuan.

Tanpa banyak kata, Yudhis menariknya pada salah satu kedai roti beraroma kopi yang terasa memenuhi indera penciuman. Yudhis memindahtangankan paper bag berisi dua potong roti untuk Sagara —ditambah sebotol air mineral ukuran sedang.

"Papa, terimakasih." Ujar Sagara dengan penuh tulus.

Namun Yudhis tak menanggapi. Pria itu masih sibuk dengan ponselnya. Sagara memutuskan tidak mengganggu. Lebih baik tidak ditanggapi, dari pada dipukul lagi, begitu pikirnya. Jadi ia membiarkan sang ayah sibuk dengan telepon genggamnya. Sementara dirinya sendiri menikmati sensasi kupu-kupu yang terasa penuh di perutnya seraya mencubit sedikit demi sedikit roti di genggaman.

Untuk kali pertama, ada sesuatu yang ayahnya beli untuknya. Hanya untuknya.

Sagara hanya memperhatikan dalam diam saat seseorang menghampiri mereka di kursi tunggu. Terlihat berbincang sebentar dengan Yudhis sambil memindah tangankan sesuatu. Tak sampai lima menit, hingga orang itu pergi lagi.

"ayok." Ujar Yudhis meminta Sagara bangkit berdiri.

Sagara buru buru merapikan diri. Memasukkan roti dan air mineralnya ke dalam tas. "kemana?"

Namun lagi-lagi Yudhis tak menanggapi. Hanya terus menggenggam lengan mungil Sagara dan memaksa langkahnya seirama. Melewati kumpulan manusia yang juga terburu dengan urusannya.

"kereta api tuh panjang banget ya, Pa?" tawa polos Sagara mengudara saat melihat beberapa kereta api yang berdiam di jalurnya. "besar juga."

Sudah dibilang bahwa selama ini  Sagara hanya melihat dunia luar melalui gadget milik Nuka ataupun di televisi. Sekarang, kedua bola matanya merekam gambaran nyata bagaimana bentuk kereta api dan kereta komuter itu dalam ingatan. Seperti rasa penasarannya selama ini terpuaskan.

"nanti kita naik kereta." Ujar Yudhis dengan masih menggenggam jemari Sagara yang lebih mungil dari miliknya.

"beneran?" Sagara tidak mampu menyembunyikan antusiasmenya.

Yudhis mengangguk seraya menyerahkan dua lembar tiket dan kartu identitas pada petugas check in gate. Melangkah memasuki peron bersama Sagara.

Sebentar lagi...

Sebentar lagi, keretanya akan segera berangkat.


-----


Serayu bukanlah kereta eksekutif. Kereta ini adalah kereta ekonomi dengan relasi Pasar Senen – Purwokerto, dan harga tiketnya paling murah diantara yang lainnya. Tapi Sagara tidak peduli. Rasa ingin taunya sudah lunas terbayarkan saat ia memasuki gerbong ekonomi tiga dan duduk di kursinya. Bocah muda itu juga tidak banyak protes tentang sandaran kursi yang tegak sempurna dan tidak empuk sama sekali. Berbeda dengan sang ayah yang menunjukkan raut tidak nyamannya.

Sagara merekam baik baik apa-apa saja yang kereta itu lewati. Meski beberapa tulisan yang ia lihat tidak terbaca dengan baik karena kemampuan membacanya yang masih payah itu tidak setara dengan kecepatan kereta. Ia hanya sempat membaca beberapa nama stasiun dimana kereta itu berhenti.

Sagara melirik setiap orang yang lewat di lorong gerbong. Mengamati gerak-gerik kemana mereka pergi. Sagara baru tau, bahwa tiap gerbong kereta memiliki toilet kecil di dekat sambungan rangkaian. Bocah enam tahun itu juga takjub pada pramugara dan pramugari yang mendorong trolley penuh makanan. Jujur, Sagara ingin ciki rumput laut yang ada di bagian bawah trolley itu. tapi malu meminta pada Yudhis. Ia juga khawatir bahwa uang saku yang dibawanya tidak cukup. Jadi pada akhirnya, Sagara hanya melihat saja.

"masih lapar?" tanya Yudhis setelah beberapa jam tanpa suara dan bergerak tidak nyaman dengan kursi ekonomi yang didudukinya. Beruntung bahwa kereta ini tidak sepadat biasanya hingga lutut Yudhis tidak perlu beradu dengan penumpang lain.

"Aga masih punya roti sama minum." Tolak Sagara. Mencoba tau diri; meski dalam hati ia masih memikirkan ciki rumput laut itu.

"ya sudah."

"Papa mau kemana?" tanya Sagara saat melihat Yudhis tiba-tiba berdiri.

"makan." Jawab pria paruh baya itu dengan ringan. "mau ikut?"

"boleh?"

Yudhis tidak menjawab, namun ia menunggu Sagara untuk ikut bangun berdiri sambil sibuk mencangklong tas gembloknya.

Sagara, enam tahun, merasa bahwa liburan pertamanya bersama sang Papa berjalan sempurna.


----


Kereta berhenti agak lama di stasiun Kiaracondong. Sagara masih memeluk sekantung snack yang dibelikan Yudhis untuknya. Ciki rumput laut yang tadi diidamkannya akhirnya dibelikan oleh sang ayah beserta sebotol teh. Sagara juga sudah menghabiskan sekotak nasi goreng di gerbong kantin tadi.

"ngantuk?" tanya Yudhis.

Sagara menggeleng. "engga."

"kalau mau tidur, gak papa. Masih jauh kok."
Sagara menggeleng lagi. Meski kantuk tak tertahankan.

"saya ke toilet dulu." Ujar Yudhis.

Sagara mengangguk. Memperhatikan kemana sang ayah melangkah dengan sesekali menguap lebar. Namun bagaimanapun Sagara mencoba, perlahan matanya terpejam.

Sagara, enam tahun, di gerbong ekonomi tiga kereta Serayu —transit Stasiun Kiaracondong; ditinggalkan sang ayah dalam keadaan terlelap.

-----







Note:

Jaziel Malaka [new ver

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jaziel Malaka [new ver.]



Jamal alias Jaziel Malaka aku ganti visualnya pake Jaehyun NCT 127, because karakter ini akan mencla mencle sepanjang hayat. Dan semakin kesini, aku tidak bisa membayangkan Mark Lee si anak Tuhan itu menggila.

TAPI KALIAN BEBAS MEMBAYANGKAN SIAPAPUN KARAKTERNYA.

Anak baikku bahkan tidak diharuskan membayangkan Jaemin NCT sebagai Sagara. Hamba pake visual Jaemin because he's my muse. Hamba nggak bisa mikirin plot kalau bukan jaemin karakter utamanya.


Itumah sebagai referensi aja yak. Jangan jadi berantem.
Sebebasnya kepalamu aja mau bayangin siapa jadi siapa. Oke? asal jangan mengintervensi cerita ini; SOALNYA INI FIKSI.

Jangan juga ceritanya jadi di remake tanpa izin hanya karena Sagara versi ku tuh Jaemin —terus ngide mau dibikin versi member lain. Awas aja, ntar hamba aduin sama Tuhan biar tiket ke surga nya diblacklist tujuh puluh tahun!

Dadah~



SAGARA [Na Jaemin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang