Sari memandang langit pagi ini. Mendung menggelayut, memaksa matahari untuk tak terlalu terik bersinar. Angin berhembus dingin. Memaksa Sari menggigil tanpa sadar. Dari area dapur, Sari bisa melihat Sagara yang tengah bersiap dengan sang suami. Bocah enam tahun itu sudah rapi pula wangi. Disisinya, ada tas gendong milik Sagara serta tambahan goodie bag berisi pakaian ganti bekas yang kemarin Sari minta dari tetangganya.
Terdengar Khoirul tengah berbincang pada bocah itu. Mengatakan bahwa hari ini Sagara akan ikut dengannya ke rumah baru. Bertemu dengan teman-teman baru. Serta wejangan ini itu. Bocah enam tahun itu membalas tiap ocehan Khoirul dengan anggukan tanpa banyak tanya. Seolah ia sudah mengerti, akan kemana ia dibuang kali ini.
"Tante... Aga ganteng, tidak?" tanya Sagara dengan senyum. Ia menghampiri Sari di area dapur untuk menunjukkan penampilannya hari ini.
Sari menjeda kegiatannya merajang bawang merah. Memfokuskan atensi pada bocah enam tahun di hadapannya. "ganteng." Jawab Sari seraya membasuh tangannya. Memastikan tangannya bersih sebelum kemudian merapikan pakaian Sagara.
"kata Om, Aga mau diantar ke Panti." Ujar Sagara, "Tante ikut antar, tidak?"
Sari menggeleng, "maaf ya... " jawabnya sambil memperlihatkan bahan-bahan jualan yang tengah dalam proses pengepakan untuk dibawa ke warung nanti. "Tante mau buka warung."
Sagara mengangguk dengan senyum, "baiklaaah." Katanya tertawa. "semoga mie ayam Tante banyak pembeli, lebih banyak dari kemarin yaaaa. Maaf Aga tidak bisa bantu."
Sari mengangguk menahan tangis.
"Aga janji bakal jadi anak baik di Panti. Aga janji nggak akan nakal atau buat repot."
Sari menggigit bibirnya. Mengangguki setiap suara lucu Sagara mengalun. Bocah itu berujar dengan tersenyum, meski tiap katanya yang keluar terdengar bergetar dengan nada tersayat penuh luka.
"Tante... kalau luang, jenguk Aga disana, ya?" pintanya masih dengan sumringah yang membuat Sari kian sesak. "kata Om, Pantinya tidak jauh dari Pasar. Kalau Tante sibuk, nanti Aga yang datang ke warung Tante, boleh?"
Sari mengangguk.
"Tante jangan nangis." Ujar Sagara. Jemari kecilnya menghapus basah yang terurai di sudut mata Sari. "Aga terimakasih sekali karena Tante sudah izinkan Aga bobo di rumah Tante dan Om. Dikasih mam enak, dikasih baju ganti, dibelikan jajan juga. Tante dan Om baik, terimakasih ya."
Sari memeluk Sagara dengan erat. Erat sekali sampai keduanya mulai menangis tanpa sadar. Sari kian tak mampu menahan diri saat mendengar Sagara sesegukan dalam dekapannya. Sementara Khoirul memilih untuk mengalihkan pandangan. Ia merasa tidak memiliki banyak opsi selain diam dan membiarkan semuanya terjadi.
"ayo..." ajak Khoirul kemudian. Mereka harus ke stasiun dulu sebelum mengantarkan Sagara ke Panti.
Sagara mengangguk. Mencangklong tas miliknya sementara goodiebag-nya dibawa oleh Khoirul. Berpamitan pada Sari; berterimakasih sekali lagi. Mengambil duduk di boncengan dan melambaikan tangan untuk salam perpisahan.
Senyumnya terukir, namun bola mata cokelat bersih itu menangis. Bocah enam tahun itu memeluk punggung Khoirul dari balik boncengan kemudian. Kembali menangis sesegukan.
Sementara Sari menatap nanar rumahnya yang berubah kosong. Sagara hanya mengisinya selama dua malam. Namun riuh hangat anak-anak rasanya direnggut paksa dalam sekejap mata.
'kamu yakin mau biarin Sagara dibawa ke Panti?' tanya Khoirul malam itu. Menyusul Sari yang sibuk mengepak barang Sagara di kamar.
'terus kamu maunya gimana, Mas?'
'kita bisa biarin Aga tinggal disini, Dek. Jadi anak kita.' Khoirul melirihkan kalimatnya di akhir. Terdengar putus asa.
'statusnya apa? Adopsi? Atau hanya anak asuh?' tanya Sari kemudian. 'delapan tahun pernikahan... opsi ini sudah berulang kali kita pikirkan, namun niatan itu belum pernah bulat sepakat, kan?'
Khoirul menghela napas berat.
Benar, sejak Sari belum dinyatakan hamil di tahun pernikahan mereka yang kedua, opsi mengambil anak sudah pernah dipikirkan. Katanya, mereka perlu mencoba untuk mengasuh anak sebagai pancingan. Tapi saat opsi ini betul-betul ingin direalisasikan, ada saja pendapat dari kiri kanan yang membuat Khoirul dan Sari mundur.
Baik keluarga besar Khoirul maupun Sari kurang setuju mengambil anak secara random dari panti asuhan. Mereka lebih memilih Khoirul untuk merawat anak dari sepupu atau orang yang masih ada ikatan keluarga. Agar jelas asal-usulnya, katanya. Namun tidak ada satupun dari mereka yang dengan rela melepas anaknya secara hukum —dan Sari cukup keberatan jika hanya sebatas orang tua asuh. Bagaimana jika kelak anak itu tumbuh besar dan keluarganya meminta anak yang diasuhnya kembali? Sari rasanya tidak rela.
'kalau kita ambil Aga jadi anak, gimana kamu mau bicara sama Ibu dan Bapak? Bisa kamu melindungi Aga dari omongan jahat keluarga besar kita?' tuntut Sari malam itu.
'tapi Dek...' Khoirul terdengar berkeras memohon. Rasanya ia sungguh-sungguh menginginkan Sagara meramaikan rumahnya.
'anak itu sudah banyak terluka...' lirih Sari seraya menyusut air matanya. 'kalau kamu niat ambil dia, janjikan dia bahagia! Bukan cuma untuk memenuhi keinginan kita semata.'
'pikirkan ulang semuanya... pikirkan juga tanggung jawab kita untuk anak itu kalau memang berniat ambil dia sebagai anak.' Tambah Sari, 'kalau kamu bisa janjikan Sagara nggak merasa terluka atau tersisihkan dirumah ini, maka saya nggak akan menolak untuk mengadopsi dia. Saya juga mau jadi ibu, Mas. Saya juga mau...'
Tapi Khoirul belum bisa menjanjikan bahagia itu. Ia sendiri tidak yakin dapat melindungi Sagara dari tajamnya sindiran sanak saudara. Punya anak memang banyak tanggung jawabnya, kan? Dan keputusan itu tidak bisa diambil dalam sekejap mata. Maka perbincangan mereka ditutup disana.
Khoirul dan Sari perlu keyakinan lebih lagi, agar bisa lebih percaya diri jika kelak menjadi orang tua.
-----
Panti asuhan yang berdiri dengan dukungan dinas sosial setempat itu tidak terlalu luas. Bangunannya berbentuk letter L dan terdiri dari dua lantai. Di lantai 1, ada aula berukuran 5 x 10 meter yang biasa digunakan untuk anak-anak berkumpul makan, kamar mess untuk pengurus panti, dapur umum, serta kamar tidur untuk penghuni panti usia balita. Anak anak di usia lima tahun ke atas menempati kamar yang tersedia di lantai dua. Dipisah antara anak perempuan dan laki-laki. Sementara ruang administrasi berdampingan dengan ruang tamu berada di bangunan terpisah. Di tengah-tengah, ada taman kecil dimana banyak anak-anak bermain.
Sagara memperhatikan sekeliling. Mencoba menyamankan diri sementara para dewasa yang mengantarnya tadi masih berbincang dengan pengurus. Tempat ini asing. Tidak ada seorangpun yang benar-benar ia kenali. Sagara hanya mengandalkan insting anak-anaknya untuk mempercayai bahwa mereka adalah orang baik.
Bocah enam tahun itu duduk di teras ruang tamu. Menghela napas pelan seraya melihat langit yang masih digelayuti mendung. Tiba-tiba ia merindukan mie goreng seafood yang selalu dibuat Salamah; ia juga merindukan kukis buatan Harini juga koleksi dongeng lucu yang kerap kali diceritakan Dias. Ia rindu cerewetnya Sagita dan sikap judesnya Nuka. Sagara bahkan merindukan Jaziel dan ayahnya. Sagara merindukan semua orang —seraya bertanya-tanya dimanakah kiranya ia akan berakhir nanti?
"mau main sama teman-teman?" tawar salah seorang dewasa yang nampaknya merupakan seorang pengurus di panti.
Sagara menggeleng kecil. "mau lihat disini aja." Jawabnya.
Orang itu mengusak puncak kepala Sagara dengan pelan. Kembali masuk untuk terlibat dengan pembicaraan bersama orang dewasa lainnya. Membiarkan Sagara menyaksikan beberapa anak yang masih berlarian berebut bola diatas rumput hijau.
Khoirul dan beberapa orang yang mengantar Sagara pamit undur usai satu jam lebih berbincang. Melambaikan tangan pada bocah enam tahun itu sebagai tanda perpisahan.
Sagara berusaha memaksakan senyumnya saat Khoirul mengecupnya dan mengulang kembali semua wejangan yang ia sampaikan dirumah.
"Terimakasih ya Om..." ujar Sagara. Mengantar kepergian Khoirul yang bersiap pergi menggunakan mobil milik Bapak Kepala Stasiun.
Langit berubah hujan. Membuat anak-anak panti yang tengah bermain tadi menepi meneduhkan diri. Dan Sagara, diam diam menyusut air matanya.----
a/n:
Hamba gatau ya, proses adopsi dan naro anak ke panti yang sesungguhnya itu gimana. Tapi karena Sagara kan statusnya anak hilang maka butuh surat keterangan dari kepolisian sama pengantar dari Dinsos sebelum secara resmi diserahkan ke panti. Jadi anggap aja begini lah ya... [kalau mau di koreksi, knock my dm aja.]Kkk... Kayaknya pada pengen Sagara diadopsi sama Sari - Khoirul ya??? Kenapa coba??? Beri tau hamba alasannyaaaaaaaaaa!!!! Ceffffaaaaaatttt~