Mangkuk bubur milik Sagara sudah separuh kosong. Mulutnya terbuka lebar untuk menerima suap demi suap dari tangan Sari. Jelas terlihat bahwa Sagara lebih bersemangat dan lahap untuk menelan makanannya daripada kemarin-kemarin.
Hari ini, kondisi Sagara sudah lebih baik dibanding dua hari lalu —meski dokter tetap belum memberikan jadwal pulang. Untungnya, tukak lambung yang di alami Sagara masih bisa di tangani dengan obat-obatan. Tidak perlu menjalani prosedur operasi seperti yang sebelum-sebelumnya di khawatirkan.
"Tante, Mbah Uti masih dirawat disini?" tanya Sagara usai menelan bubur cair itu. Mbah Uti adalah panggilan untuk Ibunda Sari. Sari yang meminta Sagara untuk memanggil begitu, sebab ibunya tante terdengar terlalu panjang ditelinga dan belibet diucapkan.
"masih. Kan pengobatannya belum selesai" Jawab Sari seadanya. "kenapa?"
Sari sendiri baru hari ini bisa kembali ke Rumah Sakit —menjaga ibunya, juga mengunjungi Sagara. Kemarin, usai sowan dan mengutarakan niatnya pada sang Mama mertua, emosi Sari rasanya tidak stabil. Ia tak berani menunjukkan wajah bengkak pasca menangis seharian di hadapan Bapak dan Ibunya. Belum siap memberi jawaban jikalau mereka melempar pertanyaan kenapa. Karena jawaban tidak apa-apa justru membuatnya kian nelangsa.
"mau jenguk." Sagara berujar malu.
"memangnya sudah kuat? Nggak lemes?"
Sagara menggeleng tegas, "Aga udah sehat tau, Tante!"
Sari hanya tersenyum kecil menanggapi.
"mesti bawa buah, tidak?" tanya Sagara lagi, "kemarin Mbak Nina sama Bu Diyah jenguk aku bawa buah." Tambah Sagara sambil melirik parsel di meja samping bed-nya. Isinya nampak sudah raib beberapa.
"Mbah Uti suka pisang?" tanya Sagara lagi, "aku sharing pisang sama Mbah Uti, mau nggak ya, Tante?"
"kalau Aga mau jenguk, jenguk aja. Nggak usah bawa apa-apa."
"nanti dimarahi tidak?"
Gerakan Sari yang bersiap menyendokkan bubur lagi untuk Sagara pun terhenti. Perempuan itu kembali memandang Sagara dengan wajah tak terbaca.
"kenapa dimarahi?" lembut, Sari bertanya.
"Aga belum pernah jenguk orang sakit. Dan baru kali ini di jenguk orang pas sakit." Ucapnya sambil terawa kecil. Namun bola mata kecokelatan itu berkaca seperti membuka ulang luka.
Saat sakit, hanya Bu Salamah yang dulu sering repot mengurusinya. Atau Mami Harini yang datang sesekali sambil membawa setoples kukis cokelat sebagai camilan. Mami Harini memastikan Sagara sudah berobat. Tak akan singgah lama di rumah karena beliau akan berdebat panjang dengan Papa jika terlalu mengurusi Sagara. Jadi setiap kali sakit, Sagara akan di periksa ke klinik — menebus obat —lalu berdiam diri di kamar sampai sakitnya tidak lagi dirasa.
Terakhir kali diinapkan di klinik, Sagara justru ditinggalkan —dan itu menyisakan trauma.
Ini menjadi pengalaman pertama Sagara dirawat di Rumah Sakit dan diurusi sedemikian rupa. Jadi, perkara jenguk-menjenguk di Rumah Sakit menjadi hal baru untuknya.
"Tante dan Om jenguk Aga bawa agar-agar. Mbak Nina dan Bu Diyah bawa buah. Pak Qori dan Ibu Fatma juga kalau jaga Aga suka bawa jajanan. Berarti, kalau jenguk mesti bawa sesuatu kan?"
"iya... kalau jenguk memang mesti bawa sesuatu." Sari mengangguk membenarkan kemudian. "tapi bentuknya gak selalu barang. Aga bawa doa baik, biar yang orang yang dijenguk lekas sembuh pun tidak apa-apa."
"eh? Beneran?"
Sari mengangguk sambil tersenyum kecil karena respon Sagara yang terdengar kaget.
"beneran boleh hanya bawa doa?"