N.E~Extra Part

76 7 0
                                    

"Ih, Lana!! Kenapa nggak mau makan sama Abang?!" Tanya Nio dengan sebal menyuapkan makanan pada boneka kucing besar dikamar adiknya.

"Tuan, nona muda sepertinya kekenyangan. Yuk, kita boboin aja!" Ajak bi Way dengan menahan isak tangis.

"Eh? Dek, kamu kekenyangan? Ya udah, Abang kasih kamu susu dulu, ya?"

'Ya, tuhan!! Sembuhkan tuan muda!' batin bi Way dengan air mata yang sudah menganak sungai di pipinya.

Nio memberikan sekotak susu yang sudah di tancapkan sedotan. Ia mengarahkannya pada mulut boneka itu.

"Kenapa geleng? Udah?" Tanyanya dengan raut bingung namun pandangan matanya kosong.

"Oh, ya udah. Sisanya buat Abang!" Ucap Nio lalu meminum susu kotak itu hingga habis.

"Bi, bibi keluar aja! Aku mau bobo sama adek. Nanti kalo udah malem bangunin, ya? Kasihan adek kalo nggak makan malem!" Ucap Nio sembari menatap bi Way tersenyum.

Sorot mata itu, senyuman itu, juga kata-kata yang keluar dari bibir Nio adalah bohong. Ia hanya menuruti apa yang hatinya katakan. Sorot matanya kosong dan ada kesedihan mendalam di dalamnya tapi senyumannya manis, menyiratkan ia bahagia dengan pilihannya. Kata-katanya nampak nyata. Iya, nyata karena ia terjebak dalam mimpi panjangnya bersama Lana yang entah kapan berakhir.

Bi Way mengangguk. Ia hanya bisa menurut karena baginya tak mungkin memaksa majikannya sendiri untuk ke psikiater karena berulang kali Nio mengatakan bahwa dirinya 'tidak sakit'. Nio memang benar kalau dirinya tak sakit secara fisik, tetapi secara mental ia benar-benar terguncang dan amat sangat memprihatikan.

Setelah bi Way keluar, Nio dengan cepat mengusap air matanya yang tiba-tiba menetes entah kenapa. Senyuman manis masih terpatri di wajahnya, tatapannya kosong namun lembut. Ia mengusap kepala boneka kesayangan Lana itu, lalu ia mengecup kedua mata dan kedua pipi serta kening boneka itu dengan lembut seperti terakhir kali ia mengecup wajah Lana.

Memori-memori buruk bertebaran di otaknya. Mereka seakan diputar satu-persatu seperti kaset rusak yang perlahan pudar. Namun, entak kenapa setiap air mata dari mata Nio menetes, memori itu semakin jelas.

Nio meremas kepalanya kuat-kuat dan menjambak rambutnya untuk menghilangkan rasa sakit teramat pada kepalanya itu. Ia memukul dadanya berkali-kali agar rasa sesak itu hilang.

"Adek... Sa--kit..." Racaunya sebelum ia benar-benar pingsan setelah berteriak keras.

★★★★★

4 tahun berlalu dengan begitu lambat bagi mereka yang tersiksa batinnya dan begitu cepat bagi mereka yang bahagia. Benar bukan?

Kita selalu saja tak ingin hal bahagia cepat berakhir. Ingin selalu merasa bahagia dan melupakan fakta bahwa hal tragis yang merenggut bahagia bisa datang kapan saja.

Kepergian Lana 4 tahun lalu menyisakan perasaan mendalam bagi setiap orang yang mengenalnya.

Mengapa? Bukankah Lana itu menyebalkan? Ia begitu pemalas dan acuh, kan? Lalu kenapa dirindu? Bukankah harusnya senang?

Tidak! Tidak ada yang dapat benar-benar tersenyum bahagia setelah kepergiannya. Kenapa? Karena dia adalah sosok yang selalu ada. Mukanya memang judes dan terkesan galak, namun sikapnya yang tegas sebagai wakil ketua dan juga sosok malaikat baik hati bagi mereka—teman-temannya.

"Andai suatu hari nanti gue bisa ketemu sama Lo lagi, gue bakal ungkapin segala yang gue rasa ke Lo, malaikat gue. Sampe kapanpun nggak ada yang bisa nggantiin Lo di hidup gue. Sampe... Hiks..."

"Kapanpun..."

Lana dipikiran semua orang adalah gadis dengan attitude buruk dan minim sopan santun karena sifatnya yang enggan menyapa orang. Namun siapa sangka bahwa dirinyalah yang membawa Zyan dari kegelapan kedalam rengkuhan cahaya walau hanya setitik. Sikapnya yang acuh itu tak dapat menutupi sifatnya yang tak tegaan. Pertolongannya saat itu benar-benar membuat Zayn merasa amat sangat terbantu. Lana datang di saat yang tepat sebagai cahaya sekaligus ibu peri yang memberinya berbagai warna.

• 𝐍𝐞𝐞𝐝 𝐞𝐧𝐞𝐫𝐠𝐢 • (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang