Chapter 6

56 8 1
                                    

Jaehyun bernapas lega setelah Taeyeon dan manager Jang keluar dari ruangannya. Sejak tadi, ia matian-matian menahan menyembunyikan rasa gugupnya saat berhadapan dengan Taeyeon.

"Mwoya! Kau menertawakanku?!" Jaehyun berteriak kesal kepada Jungwoo yang sedari tadi menahan tawa.

"Tentu saja tidak, Sajang-nim," ucap Jungwoo dengan kembali memasang wajah datar.

"Aku tau Hyung memberi tugas untuk mengurus kontrak para artis dan membujuk mereka untuk memperbarui kontrak dengan kita. Untuk yang artis lain, aku tidak masalah. Tapi ini Kim Taeyeon, itu terlalu sulit bagiku!"

"Tapi Sajang-nim, bukankah ini hal bagus? Daepyo-nim mempercayakan aset berharga perusahaan kepadamu, itu artinya beliau sudah percaya padamu."

"Aset? jangan coba-coba lagi untuk menyamakan Kim Taeyeon dengan properti!"

Jungwoo bingung mendengar ucapan Jaehyun yang terdengar marah. Padahal, yang ia katakan hanyalah candaan yang sering diucapkan oleh orang-orang. Orang-orang menganggap Taeyeon sebagai aset berharga TM entertaiment karena berkat kepopuleran Taeyeon, berhasil membawa TME menjadi perusahaan besar seperti sekarang.

"Dia tidak sopan sekali!" Taeyeon mengomel.

"Siapa?" tanya Manager Jang sambil fokus menyetir.

"Direktur itu."

"Kenapa?" Manager Jang sudah mengerti siapa yang dimaksud oleh Taeyeon.

"Bagaimana bisa dia meyakinkanku untuk perpanjang kontrak, jika dia bahkan tidak bisa menatapku. Aku merasa dia mengabaikanku," keluh Taeyeon.

"Mungkin dia gugup melihatmu," balas Manager Jang.

"Gugup apanya? Aku tidak akan mengigitnya."

Mobil yang ditumpangi Taeyeon bergerak dengan lamban karena terjadinya kemacetan di jalan. Di kursi penumpang belakang, Taeyeon menatap kagum pada bunga sakura yang mekar di pinggir jalan.

"Yeppeuda!"

"Mau berhenti sebentar?" tawar Manager Jang.

Taeyeon menggeleng. "Aniya, aku ingin cepat-cepat sampai rumah."

"Arasseo."

...

Yuri dan Sooyoung sedang duduk di kafe depan firma hukum sambil berbincang-bincang dengan menikmati secangkir kopi setelah makan siang.

"Kau yakin Yuri-ya?"

Yuri mengangguk. "Bagaimana bisa aku membual hal ini?"

"Yuri-ya, aku tahu. Diantara kita berempat kau dan Taeyeon lah yang paling menyukai Hakyung. Dan kalian pasti belum menerima kematiannya."

"Sooyoung-ah, aku sudah mulai menerimanya." tegas Yuri. "Lagi pula, aku sudah sedikit menyelidikinya ."

"Lalu apa yang kau dapat?"

"Ada yang aneh dengan orang tua Hakyung." Yuri memelankan suaranya.

"Apanya yang aneh?" Sooyoung menjadi tidak sabar.

"Maksudku, semua orang tua di dunia ini pasti tidak akan bisa menerima fakta bahwa anak mereka bunuh diri, walaupun pada kenyataannya di beberapa kasus, anak mereka memang bunuh diri, mereka akan menolak kenyataan terlebih dahulu. Namun, orang tua Hakyung berbeda, mereka sudah menerima kematian putri mereka sejak awal. Itu sebabnya mereka menolak autopsi pada jenazah Hakyung."

"Itu saja?"

Yuri menjadi kesal dengan respon Sooyoung. "Ya! apa kau tau betapa sulitnya aku meminta formulir persetujuan autopsi jasad Hakyung pada tim forensik?"

"Aku mengerti, Yuri-ya. Tapi kenapa kau terobsesi untuk mengungkap kematiannya?"

"Sooyoung-ah, aku melakukan ini bukan karena aku menyukai Hakyung. Namun, karena aku ingin membersihkan nama Taeyeon."

"Maksud karena rekaman CCTV itu?"

CCTV yang dimaksud Sooyoung adalah CCTV yang terpasang di atap gedung. Anehnya pada hari itu, CCTV itu hanya menampilkan Taeyeon sebagai orang terakhir yang bersama Hakyung, selebihnya terhapus secara misterius. Isi rekaman CCTV itu menampilkan Hakyung dan Taeyeon yang terlihat bertengkar. Dan sejak berita bunuh diri dirilis bersamaan dengan terungkapnya rekaman CCTV, banyak haters yang berspekulasi bahwa Taeyeon-lah penyebab Hakyung bunuh diri karena depresi setelah mendapat perlakuan kurang mengenakan dari Taeyeon.

"Sebagai sahabat, bukankah harus saling membantu? Jadi, Sooyoung-ah apa kau mau bergabung denganku?"

Sooyoung mengangguk. "Tapi bukankah kita harus memberitahu Taeyeon?"

Yuri menggeleng. "Untuk saat ini, kita rahasiakan dulu."

....

"Jun Seonsaengnim!" Soo Hyun menyapa psikiater bernama Jun Ji Hyun dengan ramah.

Wanita itu membalas sapaan Soo Hyun dengan senyuman di wajahnya. "Eoh Kim Seonsaeng. Bagaimana dengan kabar adikmu?"

"Seperti biasa, dia masih belum mau datang, walaupun aku sudah membujuknya," balas Soo Hyun.

"Aku mengerti perasaanmu, Kim Seonsaeng. Tapi tolonglah untuk membujuknya dengan lebih giat, ini demi kebaikannya." Ji Hyun menepuk bahu Soo Hyun dan berlalu.

"Hyung!"

Sepeninggal Ji Hyun, Soo Hyun menoleh ke sebuah suara yang memanggilnya. Orang bermasker hitam itu itu menghampiri Soo Hyun.

"Apa kau gila? Memanggilku seperti itu di tempat umum?!"

Baekhyun melepas masker yang dipakainya. "Mianhae, Hyung. Itu masih menjadi kebiasaanku."

"Ada apa, kau datang kesini? Kau sedang sakit?"

Baekhyun menggeleng. "Ada yang ingin aku tanyakan padamu. Bisakah kita berbicara di tempat lain?"

Soo Hyun tampak menimang ajakan dari Baekhyun. Dan senyum merekah di wajah Baekhyun saat Soo Hyun mengiyakan ajakannya. Sudah hampir dua tahun, Baekhyun ingin menemui Soo Hyun, namun baru terjadi sekarang karena kesibukannya dan ketidaktauhannnya soal jadwal tugas Soo Hyun.

...

Jaehyun tiba di mansion milik keluarganya pada pukul delapan malam. Setelah membersihkan tubuh, Jaehyun pergi ke dapur. Yunho yang sedang memasak makan malam, menyadari kehadiran adikanya di dapur.

"Eoh Jaehyun-ah, aku sudah memasak makan malam. Kau pasti belum makankan?" Yunho mengisi meja makan dengan masakannya lalu duduk di kursi, mencicipi sup buatannya.

Jaehyun mengangguk, ia mengambil posisi duduk sambil mengagumi makanan yang tersaji di meja. Seperti biasa, meja makan makan luas itu hanya di isi oleh dua orang.

"Sepertinya Hyung sudah siap untuk menikah. Istrimu akan sangat beruntung." Jaehyun berkomentar setelah mencicipi masakan kakaknya yang lezat.

"Aniya, aku tidak punya waktu untuk itu," balas Yunho.

"Wae? Apa ini karena Noona?"

Yunho terdiam mendengar pertanyaan Jaehyun. Jaehyun mengerutuki dirinya karena membuat makan malam ini menjadi canggung. Ia lupa bahwa ini topik sensitif bagi kakaknya.

"Jadi bagaimana pekerjaanmu?" Yunho akhirnya bersuara setelah keheningan terjadi.

"Yah begitulah," jawab Jaehyun dengan tidak antusias.

"Wae? Bukankah kau harusnya senang karena bertemu dengan Taeyeon?" Yunho meledek adiknya. Ia sangat tahu kalau adiknya sangat menyukai Taeyeon sejak sekolah menengah.

"Ah molla."

Yunho tertawa melihat reaksi adiknya. "Kau seharusnya langsung mengajaknya berkencan."

"Hyung, apa kau gila? Kami baru bertemu pertama kalinya. Bagaimana bisa aku mengajaknya berkencan?"

Sebenarnya bukan hanya itu alasannya, Jaehyun masih belum bisa mengontrol rasa gugupnya saat bertemu Taeyeon tadi siang. Bahkan saat memandangi foto Taeyeon saja, jantung Jaehyun berdebar-debar tidak karuan.

🌸🌸🌸🌸🌸

Your Voice Like My Springtime [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang