Yang kangen Eden sama August, sini kasih vote dulu dengan emot kucing!Part ini tidak sepanjang biasanya, tapi semoga bisa mengobati rindu, ya! Kalau mau fast update, yuk unlock next partnya dengan 300 komen aja deh, gak banyak-banyak.
Beruntungnya tidak ada yang berubah dari bentuk langit dan bumi, tidak pula rumah yang mereka tinggali mendadak terbalik dengan atap di bawah permukaan tanah, tidak pula warna biru pada bentangan cakrawala berubah hijau seperti jus bayam yang diblender seperti kebiasaan Aaron di pagi hari. Tapi entah kenapa, ekspresi August sudah ditekuk muram seakan-akan kehidupan manusia mengalami distopia.
Karena August memberi tugas Jane Briar untuk pergi ke salah satu pertemuan advokasi kecil sebagai perwakilan, mau tidak mau dia harus menjaga Eden badai Harrington seorang diri.
"Papa, lihat! Eden dapat kiriman pesawat dari Kakek Gigi!"
Tidak tahu bagaimana ekspresi Gideon kalau Eden malah memberinya sebutan gigi seperti itu. Ya, mungkin Gideon Harrington akan terkekeh saja, tapi August ragu Tiana dan Sharon akan membiarkannya.
"Bagaimana kalau kita bermain di luar?" tanya
Gara-gara keceplosan saat berbelanja beberapa hari lalu, Eden jadi memanfaatkan situasi yang ada seperti tengah memang kartu AS pada setiap dek kartu yang tengah dijajarkan di atas meja.
"Siapa yang memberi izin kamu memanggilku seperti itu?" August agak-agaknya masih belum sepenuhnya rela. "Yang kemarin itu aku bisa memaklumi, tapi sekarang tidak."
Bocah yang baru saja berputar-putar seperti anak badai itu akhirnya berhenti. Pupilnya yang menyimpan banyak sekali denyar, harapan, keluguan, dan juga rasa penasaran itu menatap ke arah August. Kali ini napasnya ditarik besar-besar secara sengaja, sebelum menggeleng pilu sekali. Bibirnya dirapatkan sejenak sok dewasa sekali. Sampai-sampai August tanpa sadar melihat ke arah Eden yang berkata;
"Ternyata benar, ya," jeda si bocah. "Rasa sakit terbesar manusia itu saat dia tidak diakui."
Kalimat Eden seperti petir yang menyambar ubun-ubun August hingga kepalanya berasap. Bagaimana bocah itu menggeleng, mendecak, dan memberikan tatapan menyedihkan padanya, membuat August mendaratkan jari telunjuknya pada keyboard enter hingga lembaran dokumennya bergulir sepesat emosinya.
"Paman Raymond berkata, tes DNA Eden itu benar anak Papa, lho!" Eden bersikukuh, tidak sekali pun merasa keberatan saat menyeret-nyeret nama sang Paman sebagai tameng terkuat agumennya dengan August. "Masa iya, masih harus memanggil Tuan?"
Lagi-lagi August tak menjawab. Entah tertampar oleh fakta yang diserap dengan cerdas oleh Eden, atau pribadi dengan sorot mata tegas itu sesederhana tak ingin menggubris lebih jauh. Tapi diam-diam, August mungkin tidak menyadari kalau sebenarnya merasa bersalah mendengar celetukan Eden yang lugu. Tidak diakui... menelan salivanya kelewat getir, August kembali melihat lembaran pekerjaannya.
Eden lalu mendekat ke depan meja besar August. Pesawatnya di letakkan, lalu kedua tangannya berpegangan pada tepi meja sebelum mengedip-ngedip. "Papa itu hobinya memang bekerja, ya?"
August tak menjawab, dan lebih berfokus pada tumpukan kertas yang ada di depannya. Mengambil dokumen demi dokumen tanpa salah meskipun apa yang dikerjakan banyak sekali.
"Kalau Eden hobinya—"
"Memancing emosi," sela August dengan intonasi datar setengah mati. "Lalu mengganggu ketenangan orang lain."
"Memangnya emosi bisa dipancing?" kening Eden mengerut dalam, terlihat jelas menyikapi kalimat August dengan serius setengah mati. "Bentuknya seperti apa? Ikan juga? Eden tidak tahu kalau emosi bisa dipancing." Si bocah memiringkan kepalanya penasaran. "Papa biasanya memancing emosi di mana kok, tahu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
August's First July ✅
AléatoirePart Lengkap-Sudah dibukukan dengan versi lebih panjang. August Harrington tahu dia berkuasa, mendominasi, sangat dipercaya dan memiliki banyak hal yang harus dikontrol dalam genggamannya. Pernikahan bisnisnya dengan Aria Connor akan terlaksana seb...