29. Party and Pretty Pressure

667 157 81
                                    


Dugun dugun tinggal 2 part terakhir🌝✨





Jane terbiasa menghadiri acara-acara advokasi dan pertemuan, setidaknya ia bisa membawa diri dengan baik saat sedikit berbincang dengan para filantropis. Jane Briar secara instingtif menyesuaikan diri, mengulas banyak senyum saat ia berpegangan pada lengan August. Mata-mata yang mengamatinya seperti kamera pengawas, tidak sedikit dari mereka yang penasaran dari mana dia berasal.

Dulu, saat Jane melihat para konglomerat yang menjadi pusat perhatian, ia berdecak kagum, takjub bagaimana perasaan mereka kala mendapatkan banyak sekali ketertarikan. Sejumput bayangan mengecap penasaran, apakah hidupnya berubah luar biasa saat menjadi salah satu bagian dari lingkaran sosial kelas atas ini?

Saat Jane berdiri di atas sepatu tinggi bersol merah, mengenakan gaun malam tanpa bahu berwarna salem, ternyata jauh lebih melelahkan. Lipstick yang Jane gunakan seaka tak mengizinkannya menyantap kue-kue kecil, kakinya dipaksa tetap tegak berdiri sementara August membicarakan banyak sekali hal tentang investasi. Asing, mengganjal, dan tak terbiasa.

Sayangnya, itu bukan bagian terburuk. Berkali-kali August menyelamatkannya dari pertanyaan-pertanyaan kritis yang digagas oleh keluarga-keluarga konglomerat padanya. Tentang investasi, tentang rencana inovatif terbarukan, tentang solusi efek saham. Samar-samar pikirannya berasumsi, apakah topik pembicaraan mereka selalu seperti ini, atau memang sengaja melakukannya sebab ia tak berasal dari keluarga penguasa?

Menggigit lidahnya tanpa kentara, Jane baru memahami apa maksud Jasmine dengan dunia mereka yang kejam. Rasanya seperti berdiri di atas danau beku menggunakan sepatu paku, lalu orang-orang mengelilingi tepinya untuk menyaksika Jane Briar terperosok dan tenggelam.

"Apa benar Tuan August tidak jadi menikah dengan Aria Connor? Aku tidak menduganya. Jadi, Jane Briar, ya...."

Setelah mendengar hal itu, tumpahlah rasa percaya diri Jane Briar. Tercecer tak bersisa di atas sepatu tinggi yang mulai sesak dan menyakiti jari-jari kakinya. Sama sesaknya dengan dada yang kesulitan menarik napas. Pertanyaan yang mungkin sudah bergaung mengelilingi kupingnya seperti dengungan lebah.

Meskipun Jane berusaha mengabaikannya, sudah jelas memang itulah topik yang membakar kuriositas para filantropis. Menarik sudut bibirnya sedikit getir, apakah reaksi orang-orang akan berbeda saat Jasmine Vergamo yang menggandeng lengan August?

"Jane?" panggil August saat mereka tiba-tiba sudah berada di sudut aula. "Kau kenapa? Dari tadi banyak melamun? Sudah lelah?"

Jane tidak langsung menjawab, matanya sulit mengabaikan pengamatan yang masih mengikuti seperti endusan predator padanya dan August. Sang lawan bicara terlihat khawatir, Jane tahu August banyak menyesuaikan, tapi kenapa rasanya lebih mustahil saat sebaliknya?

"Tidak, Tuan August." Jane mencoba berbesar hati, meskipun kali ini senyumannya tak sesenang sebelum berangkat. "Pestanya benar-benar besar, mungkin lampunya yang terang membuat mataku sedikit lelah." Jane berkilah sebisanya, meskipun itu terdengar dusta sekali pun.

August mengembuskan napas panjang, tersenyum tipis. "Ingin pulang saja?"

"Tidak-tidak!" Jane menolak, rasa tak enak itu mencuat lebih kuat. "Anda masih menunggu tamu penting, kan?"

Itu benar. Tamu yang harus August sapa demi mendapatkan relasi untuk rencana bisnis Harrington di New York. August hendak memastikan kembali apakah Jane tidak masalah menunggu. tapi belum sempat ia berbicara, Jane Briar tersenggol oleh seseorang yang membawa anggur, hingga minuman itu tumpah pada gaunnya.

"Astaga!" Wanita yang masih muda, diperkirakan seumuran Jane. "Maafkan aku, seharusnya aku memperhatikan langkahku dengan lebih baik. Ini benar-benar tidak sopan."

August's First July ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang