"Bang, Nana tadi minta duit sejuta buat berobat anaknya, sama nanti sore Abang di suruh nemuin dia, kan katanya Abang sudah janji buat jadi Ayah anaknya, kan?"
"............"
"Ternyata masalalu Abang selalu jadi yang nomor satu buat Abang, ya! Karena dia, Abang bahkan bohongi dan bentak aku kayak gini."
Wajah tampan tersebut memucat, rahangnya mengeras dan air mukanya berubah, ada kesan dia hendak marah kepadaku tapi sedetik kemudian terlihat dia menelan ludahnya seakan dia menelan kembali kalimat yang hendak dia berikan kepadaku. Tatapanku sama sekali tidak bergeming, aku tetap berdiri di tempatku untuk memperhatikannya, jangan di kira aku akan menangis termehek-mehek dan bertanya apa salahku hingga masalalu yang pernah membuatnya patah hati justru kembali datang ke dalam hidupnya dan menjadi matahari di dalam hidupnya. Tidak, sebagai istri dan Ibu aku tidak kurang apapun, yang kurang adalah rasa syukur di dalam suamiku karena masih tergoda dengan masalalunya di saat pernikahan adalah ikatan suci di antara aku dan dirinya.
"Kamu buka ponselku?" Tanyanya dengan suara bergetar, entah marah atau malu aku tidak tahu, bahkan aku hanya mengangkat bahu acuh, mungkin saja Bang Dwika tengah heran karena aku bisa membuka ponselnya yang terkunci.
"Iya, aku buka ponsel kamu, Bang. Bahkan aku buka chat kamu sama si Nana, kan barusan Abang denger sendiri aku sampein chat Nana, kan? Kalau nggak buka chat Abang mana tahu aku kalau si Masalalu yang secerah sinar matahari ternyata kembali ke kehidupan Abang. Enak ya jadi dia, dia hancurin hati Abang yang mati-matian aku sembuhin, dan datang kembali seperti nggak ada dosa."
Bang Dwika terdiam, tangannya menggenggam erat ponsel tersebut seakan takut jika ponselnya itu akan aku ambil, "ini semua nggak kayak yang kamu pikirin, Alia. Abang bisa jelaskan......"
"Oooh ya, kalau gitu jelaskan, Bang. Jelaskan kenapa Abang diam-diam berhubungan dengan istri orang?" Potongku cepat dan langsung di sambarnya dengan tidak mau kalah.
"Abang nggak suka dengan kalimatmu, Alia."
"Terus aku harus tanya gimana? Ya sudah, ganti pertanyaan, sudah berapa lama Nana kembali ke kehidupan Abang sampai dia nggak sungkan sama sekali buat minta uang bahkan ngancam Abang kalau sampai nggak datang nanti sore, oooh ya, jangan lupakan dengan kalimat 'kamu udah janji buat jadi Ayahnya Nada' What the, heeeiii Abang, Abang tahu, apa yang Abang lakukan ini sudah keterlaluan!" Kesabaran yang sebelumnya aku miliki kini mulai menipis, sekuat tenaga aku menahan amarahku tapi tetap saja aku tidak bisa menahan emosiku untuk tidak nyolot. Menjadi Ayah untuk anaknya???! Hei, itu anak muncul ke dunia pasti ada bapaknya, kenapa harus minta bapaknya anak lain buat jadi Bapak anaknya? Sesimpel itu tapi itu benar-benar keterlaluan. "Nggak sekalian saja minta Abang jadi suaminya, atau jangan-jangan memang Abang sudah nikah sama si Masalalu secerah sinar matahari itu sampai nggak sungkan minta nafkah ke suami orang?"
Aku bersedekap memandanginya yang meraup wajah penuh rasa frustrasi, nafasku terengah usai meluapkan semua kekesalan dan kemarahan, sungguh kepalaku begitu pening dengan sikap suami dan sahabatnya ini yang menurutku keterlaluan. Bukankah sikap seperti itu sama saja dengan berselingkuh?
"Nana, dia butuh pertolongan Alia. Kasihan hidupnya, anaknya sakit-sakitan dan dia perlu bantuan. Kalau aku terang-terangan bantuin dia pasti kamu nggak izinin, kan? Tolonglah kamu ngerti, dia sahabat aku, Al."
Aku menggeleng pelan, semakin tidak habis pikir dengan pola pikir suamiku ini, "tentu saja aku nggak izinin, memangnya apa kewajibanmu buat bantuin? Dia punya suami. Anaknya ada bapaknya. Itu anak nggak lahir dari batu, sahabatmu juga nggak kawin sama guling sampai harus banget kamu sembunyi-sembunyi buat bantuin. Ini mah kamu yang ngebet bange pengen jadi pahlawan kesiangan buat cinta nggak kesamapaianmu itu!"
"Alia..........."
"Demi Tuhan Bang Dwika, aku nggak rela sepeserpun rezekimu yang seharusnya menjadi hakku dan anakku kamu berikan pada wanita lain. Dunia akhirat aku nggak ridho."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersaing dengan Masalalu
RomanceAlia Wenang kira kehidupannya sempurna, menjadi seorang Ibu Persit dari Dwikara Prasetya dan juga ibu untuk Andika Prasetya yang tengah aktif-aktifnya di usianya yang sudah memasuki sekolah dasar meski, tapi sayangnya kesempurnaan yang dia rasakan n...