Part 26

12.8K 1K 66
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alia dan Dwika bisa kalian baca secara lengkap di tiga aplikasi diatas ya, Happy reading semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alia dan Dwika bisa kalian baca secara lengkap di tiga aplikasi diatas ya, Happy reading semuanya.

"Jadi kamu mengakui kalau kamu memang benar berselingkuh dari istrimu, Dwika? Kamu sadar tindakanmu ini sangat mencoreng citra Militer yang susah payah kita jaga?"

Nahkan, bukan cuma diriku saja yang keheranan dengan Bang Dwika yang bisa menjawab dengan selugas ini, Danyon Ariawan pun juga keheranan ada orang yang mengaku berselingkuh di hadapan istrinya setenang suamiku sekarang ini. Bahkan dia bisa berdiri dengan tegap dan pandangan matanya pun tidak terganggu sama sekali.

Jika Danyon Ariawan dan Bapak-Bapak lainnya hanya bisa menggeleng keheranan, Bu Rani, istri Komandan Ariawan sepertinya tidak bisa menahan rasa gemasnya. "Om Dwika, sama seperti Bapak yang seharusnya nggak ikut campur dalam masalah kalian. Saya pun juga nggak mau ikut campur, tapi saya gemes loh sama sampean ini. Sikap Tante Alia memang salah, tapi Anda lebih salah. Nggak ada wanita di dunia ini yang nggak mengamuk saat tahu suaminya lebih membela wanita lain. Om, ada kalanya dalam pernikahan itu kita merasa bosan dengan pasangan, tapi bukan berarti kamu bisa mencari orang baru, Om."

"Izin menjawab, Bu. Wanita yang Ibu maksud bukan orang baru di dalam hidup saya. Bahkan dia hadir di dalam hidup saya lebih lama dari siapapun. Jika Ibu hendak berkata seharusnya saya tidak memedulikan wanita tersebut, maaf Bu, saya tidak bisa. Hanya saya satu-satunya orang yang dia miliki."

Syok! Tentu saja, ekspresi terkejut mereka sekarang lebih dari sebelumnya. Jika ada anggota yang berani menjawab saat Sang Nyonya Batalyon memberikan petuah, aku yakin itu baru suamiku, dan itu karena membela selingkuhannya. Astaga, aku benar-benar ingin menangis sekarang ini dengan sikap suamiku yang sudah berada diluar nalar akal sehat.

"Woooaaaah, Om Dwika! Kamu ini kesambet Setan apa sampai bisa kayak gini? Setahu saya kamu ini bucin sekali sama Tante Alia, tapi sekarang kamu nggak bisa saya kenali." Nahkan, Bu Danyon Rani juga gondok kan dengan suamiku yang sinting ini, prinsip dan tahta tertinggi suamiku adalah tidak ada yang boleh menjelek-jelekkan selingkuhannya, dan template yang selalu di pakainya adalah wanita tersebut bukan orang lain dalam hidupnya, dan seorang yang mendiami hatinya lebih lama dan lebih penting di bandingkan orang lainnya. "Saya nggak peduli wanita tersebut siapa kamu. Sebagai orang yang di tuakan di Batalyon ini, dan juga sebagai senior istrimu, disini saya adalah orangtua kalian, sudah sewajarnya saya mengingatkan tidak peduli kalian mau dengar atau tidak. Yang jelas, wanita yang seharusnya kamu lindungi itu istrimu, perempuan yang ada di samping kamu. Cinta atau tidak, kamu yang memilihnya untuk kamu jadikan istri, kamu berjanji pada Tuhan jika kamu akan menjaga dan bertanggung jawab atas dirinya. Jika ada wanita lain yang hadir dalam hidupmu yang menarik perhatianmu, coba lihat istrimu, Om Dwika. Segala hal yang kamu cari di wanita lain ada di dirinya. Kamu berkata jika hanya kamu yang di miliki WIL-mu, tapi hal yang sama juga berlaku untuk istrimu."

Nafas Bu Danyon terengah, kekesalan dan rasa gemasnya pada Abang Dwika membuatnya begitu berapi-api. Dan itu membuat Ibu Wadanyon, Nyonya Nugroho angkat bicara.

"Istrimu juga hanya punya kamu, Om Dwika. Dia meninggalkan keluarganya untuk mengabdi padamu. Apa kamu pikir istrimu tidak sakit hati dengan sikapmu ini? Tidak seharusnya kamu memperlakukan istrimu seperti ini hanya karena kamu sudah menemukan kenyamanan yang baru."

Bang Dwika masih sama, dia membatu dan saat semua orang sudah selesai berbicara, dia justru mengulang apa yang pernah dia katakan kepadaku kemarin. "Saya siap menerima hukuman dan sanksi atas apa yang sudah terjadi di dalam rumah tangga yang mencoret nama baik instansi ini. Saya mengakui tindakan saya salah, apapun keputusan istri saya atas kesalahan ini saya akan menerimanya."

"Kamu ini mengakui salah dan siap menerima keputusan istrimu itu artinya apa? Seharusnya kamu menjawab dengan kamu akan meninggalkan WILmu dan memperbaiki rumah tangga kalian."

Kenapa Bang Dwika menjawab demikian karena jelas sekali suamiku tercinta ini tidak bisa meninggalkan selingkuhannya, dan lebih memilih berpisah denganku. Semua orang di ruangan ini paham dengan maksud Bang Dwika. Jika Bapak-Bapak, sesama lelaki bisa memaklumi apa yang di pikirkan oleh Bang Dwika, maka para Nyonya ini sudah hampir kehilangkan kesabaran hingga hampir mengunyah kepala cepak suami mereka.

"Sudah, sudah Bu. Jangan terlalu dalam masuk ke masalah rumah tangga mereka. Kita hanya penonton dari bagian luar yang hanya bisa memberikan saran dan nasihat. Perkara Dwika dan Alia mau mendengarkan atau tidak, itu kembali pada mereka." Dengan bijak Bapak Wadanyon turut angkat bicara, suara berat dan bijak beliau membuatku teringat pada Ayah di Solo sana, entah bagaimana perasaan Ayah dan Ibu saat video viral tersebut sampai kepada mereka. Hancur sudah pasti. Rasanya seperti ada yang menyengat hatiku dengan kenyataan tersebut. "Sudah jelas Dwika akan menerima sanksi dan hukuman karena perbuatannya sudah mencemarkan nama baik instansi, tapi sebelum itu saya ingin bertanya kepada Alia."

Seluruh pandangan kini beralih padaku yang sedari tadi hanya diam menyimak suamiku di nasehati, "Siap, Saya Bapak."

"Kamu dengar kan apa yang suamimu katakan tadi. Lantas apa keputusanmu, Nak?"

Aku menatap Bang Dwika sejenak yang sama sekali tidak melihat ke arahku, di pandangan para senior ini tentu apa yang aku lakukan barusan sangat menyedihkan, tapi bagaimana lagi, aku tidak ingin berhenti di tengah jalan.

"Saya tidak akan memutuskan apa-apa, Bapak. Baik hubungan pernikahan ini atau apapun." Ucapku mantap dan tegas penuh keyakinan, dan itu membuat para Ibu-ibu pejabat ini mengacungkan jempol secara sembunyi-sembunyi. "Saya akan meminta maaf pada publik secara pribadi karena sikap saya sebagai seorang ibu Persit sangat keterlaluan, dan saya juga akan mendampingi suami saya untuk meminta maaf atas sikapnya kepada saya yang sudah membuat citra instansi ini tercoreng, bahkan saya akan turut menegaskan jika hubungan kami sudah baik-baik saja." Jika sebelumnya Bang Dwika sama sekali tidak mau melihat ke arahku, maka sekarang dia menatapku dengan alis terangkat tinggi dan menatapku sedemikian rupa, entah apa yang tengah dia pikirkan sekarang, tapi aku memilih mengabaikannya dan melihat lurus ke arah senior yang menungguku menyelesaikan apa ucapanku.

"Katakan saya naif, tapi bagi saya WIL suami saya tidak sebanding dengan karier yang suami saya miliki sekarang. Rasanya 8 tahun saya mendampingi suami saya akan sia-sia jika saya lebih mementingkan hati. Jadi biarkan saya menganggap masalah ini sebagai salah satu ujian rumah tangga saya, dan saya akan tetap berjuang untuk melewati semuanya."

"............."

"Bahasa halusnya, saya yang akan mengusir lalat pengganggu di rumah saya tersebut. Bukan saya yang keluar dari rumah yang sudah saya bangun dengan megah!"

"................"

"Itu sebabnya sebagai seorang istri yang terkhianati, saya mohon bantuannya Bapak. Tolong katakan kepada suami saya agar semua keuangan rumah tangga, dan ATM merah putih agar saya yang pegang."

"............"

"Dan berikan sanksi yang tegas untuk pengakuan suami saya barusan. Walaupun mungkin suami saya nggak kapok, tapi setidaknya memberikan secuil keadilan untuk saya."

Bersaing dengan MasalaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang