Tiga

581 45 2
                                        

Hari ini hari pertama Jeonghan bekerja dengan teman baik Mr. Yoon. Dia langsung mendapatkan meja, kursi, dan juga sebuah komputer berlayar datar keluaran lenovo. Model terbaru, sepertinya. Karena di kantor lamanya ia hanya mendapatkan komputer biasa dan dia harus selalu memanggil teknisi jika komputer tersebut tidak bisa diajak bekerja sama.

Hari pertama bekerja tidak ada hal yang menarik, kecuali saat pembagian tim, dia bergabung dengan orang-orang berpenampilan yang sangat luar biasa. Tim mereka terdiri dari lima orang. Tiga orang pria bernama Johnny, Mark, dan Dean, sementara satu orang wanita ceria dan menyenangkan bernama Seungwan, dan satu orang lainnya adalah Jeonghan.

Johnny dengan baiknya bersedia menjadi pemandu seluruh ruangan di hari pertama Jeonghan bekerja. Johnny mengajak berkeliling kantor, dan menyapa semua orang yang memanggilnya dengan sebutan 'Big Birdie.' Jeonghan yakin itu ada hubungannya dengan anggota tubuhnya.

Jeonghan penasaran apakah mereka memang senang memberi julukan kepada setiap pegawai, dan Johnny menggeleng. Dia bilang julukan kehormatan seperti itu hanya diberikan kepada mereka yang diberi anugerah langit oleh Tuhan, dan Johnny termasuk salah satunya.

Mereka sampai di kantin yang ada di lantai satu. Kantin disini jauh lebih terang dan lebih luas dari kantin yang ada di kantor lamanya saat di Australia dulu. Kantin disini didominasi warna putih, dengan banyak sekali jendela berbingkai lebar. Dan juga jauh lebih bersih. Mungkin karena ini milik pemerintah, dan mereka membayar petugas kebersihan dengan bayaran cukup tinggi. Setimpal dengan pekerjaan yang dilakukan.

Johnny mentraktir sebungkus pretzel dan sekaleng cola, dan Jeonghan menerimanya dengan senang hati. Mereka duduk berhadapan dan dia tidak memberi Jeonghan kesempatan untuk bicara sama sekali. Dia terus bicara panjang lebar tentang hidupnya, tentang julukan Big Birdie yang dia dapat, dan tentang mangkuk yang bisa berputar sembilan puluh derajat.

Hebat!

Jeonghan diselamatkan oleh kedatangan Mark yang memberitahu mereka bahwa baru saja terjadi kebakaran di salah satu gedung apartemen di Selatan West Coast, dan kemungkinan kebakaran tersebut memang disengaja.

Jeonghan berlari menyusul Mark untuk mengambil peralatan meliput yang ia butuhkan, dan dalam waktu singkat mereka sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Mark.

Mereka seolah ber-apparate, karena dalam waktu yang singkat pula mereka tiba di lokasi. Seluruh penghuni bangunan setinggi dua puluh lantai kini berada di luar gedung, menatap api yang hampir padam di lantai bawah.

"Sir Min,"  Mark menyapa seorang pria berseragam polisi dengan tubuh pendek dan berkulit gelap.

"Oh, halo Mark."  Min berbalik dan memberikan senyuman ramah. Min mengganjal mukutnya dengan sebuah lolipop. Jeonghan penasaran, bagaimana bisa dia mengemut lolipop dan tersenyum secara bersamaan? Kenapa lolipopnya tidak terjatuh?

"Apakah ada korban jiwa?"  Mark bertanya dan Min menggeleng. Ia melirik Jeonghan sekilas dan tersenyum. "Ada berapa ruangan yang terbakar?"

"Kami belum tahu dan belum bisa memastikan. Dugaan sementara, kebakaran terjadi karena arus listrik. Dan sudah berhasil ditangani oleh pihak yang berwajib. Yang pasti, dua lantai habis terbakar."

Mark mengangguk sambil merekam percakapannya dengan Min, sementara Jeonghan menuliskan apa yang diucapkan Min ke memo yang ia bawa.

"Ingin melihat-lihat dari dekat?"  Min menawarkan dan sebelum Mark sempat menjawab, Jeonghan sudah lebih dulu mengangguk bersemangat. Mark berucap bahwa dia dan Johnny akan tetap berada di bawah, menunggu perkembangan dan dia mengizinkan Jeonghan untuk masuk ke dalam gedung apartemen.

Jeonghan menyapa dan memberi senyuman kepada petugas pemadam yang tengah duduk bersandar pada pilar bangunan, wajahnya kotor dan berkeringat sementara seragamnya terlihat basah karena keringat. Ia terengah-engah namun masih bisa membalas sapaan Jeonghan dengan lambaian tangan.

Jeonghan terus berjalan dan sesekali mengambil sapu tangan dari saku kemeja untuk menghalau bau hangus di sekitar.

Pintu kamar di depan terbuka dan Jeonghan mengernyit heran. Kenapa penghuni kamar di hadapannya tidak ikut menyelamatkan diri seperti penghuni yang lain?

Daun pintu terbuka semakin lebar dan kedua iris Jeonghan nyaris keluar dari rongganya saat melihat dengan jelas sosok di hadapannya.

"Kau!" Seruan Jeonghan membuat diorang itu mengangkat wajah dan dia tersenyum.

"Oh... Kau lagi... Yoon Jeonghan..."

Dia terlihat baik-baik saja. Tidak panik, tidak ketakutan, tidak terengah-engah. Benar baik-baik saja. Dan Jeonghan baru sadar, sekarang dia hanya mengenakan jubah mandinya, sementara tetes-tetes air mengalir dari rambutnya.

Ugh! Otak Jeonghan pasti sangat kotor sekarang, karena dia baru saja berpikir untuk duduk di depan tubuh pria itu, atau di atas tubuhnya, atau bahkan di atas wajahnya.

"Kau baik-baik saja? Wajahmu memerah."

"Y-ya."  Jawaban Jeonghan yang terlampau cepat membuat pria tersebut menaikkan satu alisnya.

"Kau yakin?"

"Ya!"

Dia mengangguk sekilas. "Err... Jeonghan... sebenarnya apa yang baru saja terjadi?" Dia bertanya dengan wajah polos dan kelewat ingin tahu, dan memang sepertinya dia melewatkan banyak hal.

WORLD | JEONGCHEOL COUPHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang