15. LOVE

334 32 0
                                    

Seokmin, Soonyoung, dan Seungkwan memandang Jeonghan penuh rasa khawatir. Jeonghan kini terbaring di atas ranjang rawat Rumah Sakit Pusat, dan mendapatkan penjagaan ketat di depan kamarnya.

Setelah Jeonghan mendapat luka tembak dari dua anak buah Kim, Jihoon yang selalu bergerak berdasarkan insting menerobos masuk ke dalam ruangan tempatnya bekerja, memborbardir Seokmin dan semua rekannya yang sedang berada di kubikel masing-masing dengan pertanyaan dimana Yoon Jeonghan berada saat itu.

Tugas memata-matai Kim seharusnya dilakukan Jeonghan bersama dengan Jihoon dan Woonyoung, tapi saat peristiwa penembakan itu terjadi, Jihoon sedang menyelesaikan beberapa laporan sebelum menyusul Jeonghan kemudian. Dan ketika ia sudah menyelesaikan laporannya, menyerahkan laporan-laporan tersebut kepada atasannya, Jihoon tiba-tiba mendapat firasat buruk tentang Jeonghan. Jadi begitu Seokmin memberitahunya bahwa Jeonghan sedang memata-matai kediaman Kim seperti biasa, Jihoon segera berlari menyusul Jeonghan ditemani Johnny dan Mark. Mereka sampai tepat waktu. Setidaknya, Jeonghan masih dapat diselamatkan meskipun dia mendapat luka tembak di empat titik tubuhnya. Salah satunya mengenai tepat bawah tulang rusuknya.

Jeonghan bisa diselamatkan dan hanya sedikit mengalami luka di bagian kepala karena terbentur aspal. Itu kabar baiknya. Kabar buruknya? Dia harus kehilangan salah satu ginjalnya dan perutnya tidak semenarik dulu karena di perutnya kini terdapat sebuah luka melintang bekas operasi pengangkatan salah satu ginjalnya.

Hari ini hari kelima Jeonghan berada di rumah sakit, lengkap dengan alat-alat medis menempel di tubuhnya.

Pintu ruang rawat Jeonghan dibuka dari luar mengalihkan pandangan Seokmin dan Seungkwan ke arah pintu. Keduanya sama-sama tersenyum melihat Choi Seungcheol datang membawa sebuket bunga mawar merah. Bunga kesukaan Jeonghan.

"Apa dia sudah bangun?"  Seungcheol meletakkan buket bunga ke atas nakas dan memandang sendu Jeonghan yang masih memejamkan mata.

"Ya. Satu jam lalu, sebelum akhirnya dokter harus kembali membiusnya karena dia merengek minta pulang."  Seungcheol mendengus mendengar jawaban Seokmin.

"Tipikal Yoon Jeonghan."  Seungcheol bergumam membuat Seokmin serta Seungkwan menganggukkan kepala mereka tanda setuju.

"Kalian bisa pulang, biar aku yang berjaga disini."

"Kau yakin?"  Seungcheol mengangguk mantap.

"Baiklah. Aku dan Seungkwan harus membersihkan diri. Dan kudengar Paman Yoon baru bisa datang ke sini besok karena ada banyak hal yang harus diselesaikan."  Seungcheol mengangguk asal. "Terima kasih, Hyung. Kami titip Jeonghan, ya?!" Seokmin menarik lengan Seungkwan, membawanya keluar dari ruangan sementara Seungcheol memandang sendu Jeonghan yang masih terbaring di atas ranjang rawat.

Seungcheol saat itu sedang beristirahat di ruang mezanin sembari meminum kopinya saat tiba-tiba Minhyuk menerobos masuk ke dalam mezanin dengan wajah pucat.

"Kau mendengarnya?"  Pertanyaan Minhyuk yang tidak jelas membuat Seungcheol menaikkan satu alis. "Jeonghan. Dia tertembak, dan saat ini dirawat di Rumah Sakir Pusat."  Seungcheol segera meletakkan cangkir kopinya ke atas meja bundar yang ada di ruang mezanin, menatap Minhyuk dengan pandangan menyelidik. "Aku tidak sedang bercanda, Seungcheol! Aku bersumpah!"

Seungcheol segera menghubungi kantor Jeonghan untuk menanyakan perihal kabar tersebut. Seseorang bernama Jin mengatakan bahwa Jeonghan berada di Paviliun Anggrek, yang ada di lantai empat rumah sakit West Coast.

Seungcheol segera membuat surat tugas dadakan dan meminta rekannya untuk tidak mencarinya karena dia sudah melakukan absen pulang lebih awal.

Seungcheol mengendarai Alfa Romeonya gila-gilaan, mengabaikan aturan safety driving, dan memberondong resepsionis serta perawat dengan berbagai pertanyaan seputar kondisi Jeonghan saat itu.

Seungcheol merasa jantungnya berdentum berkali-kali lebih cepat saat merasakan tangan di dalam genggamannya bergerak. Kedua kelopak mata Jeonghan terbuka perlahan, dan Seungcheol tidak bisa menahan senyumnya lagi.

Iris cokelat madu milik Jeonghan segera menangkap sosok Seungcheol yang tengah duduk di samping ranjang rawatnya, dan sebelum Jeonghan sempat mengucapkan kalimat apapun, Seungcheol lebih dulu berdiri dari kursi yang ia duduki dan mengetuk kening Jeonghan menggunakan kedua jarinya.

"Aku mencintaimu. Jangan katakan apa-apa dulu karena kau harus tetap beristirahat. Aku mencintaimu."  Ucapannya terdengar sangat tulus dan tegas secara bersamaan.

"Aku mencintaimu."  Seungcheol mengulang kalimatnya sekali lagi.

WORLD | JEONGCHEOL COUPHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang