Prompt: Pilih salah satu fabel di Indonesia. Recreate dengan latar waktu tahun 2075.
🍃🍃🍃
Kali ini, biar aku ceritakan.
Mungkin, ini bukan sebuah dongeng yang ingin kalian cari, tetapi cerita ini bisa jadi masih akan awet hingga 30-an tahun lagi ....
Eh, bingung? Maaf, maaf. Aku lupa di sini masih tahun 2023, belum 2043 sepertiku. Tahun 2075, mungkin aku sudah ibu-ibu. Haha.
Lagipula, alien mana yang membuat kisah hewan bertindak serupa manusia dengan latar masa depan? Kalau yang ditanya kehidupan hewan biasa, sih, hampir tidak ada yang berubah. Hewan memiliki insting turunan.
****
Mau lihat seperti apa Taman Kanak-Kanak di tahun 2075? Hm, agak sulit. Karena bangunan itu sendiri berkamuflase dengan indahnya di antara pepohonan yang bisa disebut artifisial, meski tetap menyerap karbondioksida dan melepas oksigen. Bangunan sekolah yang berisi anak-anak kecil nan jenius, dijaga ketat sedemikian rupa demi tidak mengulang insiden penembakan massal yang memang menargetkan para penerus bangsa yang kian sedikit.
.... Sebentar. Bukan ini intinya.
Dalam lingkungan TK itu, rupa-rupa makhluk berada, termasuk persahabatan antara kucing, anjing, bebek, kodok, monyet, kambing, bajing, dan elang. Tidak usah bingung, semuanya sama rata sama rasa di sini. Tidak ada siapa memangsa siapa. Sudah, itu bukan urusan. Yang jadi urusan adalah karena berencana bermain ke rumah Lalang, si elang, yang katanya orang–atau hewan–kaya. Benar saja, ketika tujuh hewan itu sampai di depan rumah Lelang, mereka terpana.
Jika rumah orang biasa di sini adalah rumah berbentuk kotak dengan panel surya sebagai sumber listrik dan isi minimalis, biasanya bertingkat dan bertumpuk-tumpuk dengan tetap menghargai privasi, maka rumah orang kaya adalah satu gedung tersendiri. Lift tersedia di dalam dan di luar, bisa bergerak ke atas-bawah, kiri-kanan, tetapi tak bisa diagonal. Sebenarnya, fasilitas lift itu juga ada di kubikel biasa, yang dapat menjadi sarana transportasi antarrumah. Yang berbeda adalah, lift di sini khusus rumah ini saja, tidak sampai ke jalur luar. Lalang, meskipun bisa terbang, ia terlalu malas menggunakan sayapnya, maka ia mengajak ketujuh temannya naik lift langsung ke kamarnya.
"Sore main bola, karena kita harus gerak buat olahraga," ucap Lalang menyusun jadwal. "Malam nonton sinema!"
Permainan bola mereka pun menggunakan lapangan indoor dengan fasilitas layaknya stadion, kecuali bangku penonton. Bayangkan bagaimana Mio si kucing refleks menggunakan empat kakinya untuk berlari mengejar bola, sementara Lalang terbang dan mengusik Mio dengan cakarnya. Lalu Udog si bulldog menangkap bola layaknya bermain frisbee sementara Weki si bebek kerepotan berlari dengan ceker berselaputnya. "Lain kali kita main di air!" serunya tak terima. Embek si kambing malah sibuk merumput. Chaos memang. Itulah mengapa di pendidikan kanak-kanak, mereka diajari untuk menjadi sama menurut standar tertentu. Meski begitu, insting mereka akan kembali jika tidak di sekolah.
Mau pendidikan macam apa, sih?
Ketika malam hari, mereka malah nekat menonton film horor. Sedang tegang-tegang mengikuti alur film, tiba-tiba ....
PATS!
"Apaaaa?" Lalang berseru lebih kencang dibanding yang lainnya. "Pak! Pak Baban!" Ia berseru-seru memanggil pembantunya.
"Hari gini masih ada mati lampu?" Kodo si kodok bertanya dengan nada mengkal.
"Pemerintah gimana, sih," celetuk Nyemot si monyet tanpa paham apa sebenarnya itu pemerintah.
"Panel surya rusak?" tanya Jinjing, si bajing yang paling kalem.
Saat itulah, terdengar suara gaung sirene yang sontak membuat kedelapan hewan bocil itu menutup indra pendengaran masing-masing. Sirene yang berasal dari pusat kota.
Terjadi kerusakan pada sistem utama yang menghubungkan seluruh panel surya—
BRAK!
"Enggak usah pedulikan pengumuman itu!" Pak Baban, banteng pembantu Lalang yang sudah tua, tiba-tiba masuk kamar dan menggebrak dinding. "Ikut saya, ada yang mau saya tunjukkan."
"Apa?" Delapan bocah itu langsung melompat. Selama ada orang–atau hewan–dewasa, mereka akan aman, begitu pikir mereka.
Tanpa memakai lift yang membutuhkan listrik, mereka berjalan melalui tangga berputar hingga sampai ke puncak gedung.
"Kalian harus melihat ini, karena ini keindahan yang ditutupi sekian lama." Pak Baban memimpin jalan ke rooftop dan menengadah, diikuti delapan lainnya.
Langit malam dan bintang.
"Selama ini, langit yang tampak tertutupi selaput digital untuk memanipulasi jam—eh, kalian terlalu kecil, tidak akan paham." Pak Baban tersenyum. "Intinya, pernahkan kalian melihat bintang secara langsung?"
Kedelapan bocah itu kompak menggeleng.
Namun, baik mereka berdelapan, maupun Pak Baban sendiri tak tahu, bahwa ada hal lain yang ditutupi dari benda-benda angkasa di atas mereka.
Jarak yang semakin dekat dengan sebuah bintang raksasa.
🍃🍃🍃
"Afra, kamu habis ngarang cerita apa?"
Yang ditanya hanya cengengesan. "Anggap bukan apa-apa. Lagian, daripada cerita berdarah-darah kayak kemarin, aku lebih suka yang begini ...."
"Konspirasi?" tebakku.
Afra hanya mengangkat bahu. "Masing-masing dari kita akan menyumbangkan cerita, bukan?" Ia berjalan sampai hampir ke ujung Terra. "Giliranku dan Paman sudah. Kapankah yang lain?"
"Aku juga udah," sahut Shie.
"Entah," sahutku. "Lihat saja entar ada apa."
Yah, aku bisa tahu sedikit, sih, bakal ada apa nantinya.
(Bersambung)
JKT, 12/6/23
zzztare

KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Kenangan: Kisah-Kisah yang Tertahan
Short Story[Dalam rangka Daily Writing NPC] ✨Mengandung spoiler, canon, dan headcanon dari semua OC Tare✨ Jika ada ruang, waktu, linimasa, dan dimensi yang berbeda, apakah ada yang merekam jejak itu semua? Ataukah mereka berjalan masing-masing, beriringan, ses...