Petal XXVI

10 2 3
                                    

Prompt: Buat cerita dengan karakter yang memiliki MBTI sama seperti kalian.

🍃🍃🍃

Jangan tanya bagaimana aku bisa sampai Tennessee. Aku sendiri hanya bisa ber-hah-hoh ria, pun RI di sebelahku tercengang.

"Jadi ini anomali?" tanya RI. "Bisa teleportasi ke belahan lain dunia nyata?"

"Bukan! Ini halu!" seruku. "Tapi mana aku tahu, bakal ada latar Amerika di ...."

".... Kok gantung?"

"RI!" seruku antusias. "Apa ini maksudnya, aku bakal bikin cerita yang latarnya Amerika?"

"Mana aku tahu?" RI menghindari tanganku yang menggapai, hendak mengguncangnya.

"Mumpung kita di sini!" Aku masih jingkrak-jingkrak. "Ayo ke Rocky Mountain!"

"Rocky Mountain itu lebih dari seribu mil dari sini," ujar RI kalem. "Kamu sanggup jalan ke sana?"

" 'Kan ada ... eh ...."

Benar juga. Terra tak tampak di sini, hanya ada aku dan RI. Tanpa ada Terra, aku immobile. Alias ... ya kali aku jalan kaki seribu mil!

"Terus, gimana caranya aku pergi dari sini?" Aku berputar-putar frustrasi.

"Terbang, sini, sama aku," sahut RI dengan muka datarnya.

"Ogah! Masa aku digendong?"

"Siapa bilang digendong?"

Aku memilih tak menjawab. Kutatap pemandangan dari depan bangunan Tennessee State Prison yang sudah ambruk sebagian. Hanya ada jalanan lengang.

"Mungkin, di dalam sana, ada pemicunya." RI memecah suasana.

"Masuk lagi ke dalam? Ogah!" seruku.

"Terus, kamu mau bengong di sini?"

"Enggak juga." Aku berbalik. "Aku tetap bawa ini. Apakah memang ada anomali di Bunga Kenangan yang bikin kita terdampar di sini? Kemarin sempat terhubung ke masa depan, sekarang pindah lokasi ke dunia nyata ...."

Aku mengangkat salah satu Bunga Kenangan yang kubawa. Bunga itu bergeming, tak mengeluarkan sinar seperti biasa. Yah, ini juga masih siang bolong.

"Tunggu sore," gumamku. "Biar dia bereaksi."

Aku dan RI saling diam. Namun, bukan berarti kami bermusuhan. Tentu saja, sejak kapan kami bermusuhan? Ia memang sisi idealisku; pagar batasku, penunjuk jalanku; ia yang senantiasa menegurku. Namun, nyatanya, hubunganku dengan siapa pun yang pernah menegurku tidak jelek, kecuali orang itu memang sengaja merendahkanku. Teguran apa pun dalam kebaikan, aku akan selalu menerimanya. Meski kadang sambil mengkal, sedikit ....

"RI."

"Ya?"

"Meski kamu enggak bisa 'mengendalikanku' lagi, tolong, jangan pergi."

Lagi-lagi, hening yang menyapa.

"Sejak kapan kamu jadi melankolis begini?" tanya RI akhirnya.

Aku membuang muka. "Aku enggak pernah suka ditinggalkan."

"Kalau pergi lalu kembali? Kejutan, begitu."

"Ah, apaan. Kalau pergi ya pergi aja. Kalau emang enggak mau ya bilang dong dari awal. Aku benci di-PHP!" Kali ini, aku berhasil meraih bahu RI dan mengguncangnya.

"Enggak nyambung," gerutunya.

"Nyambung, lah! Aku enggak suka ditinggal, apalagi oleh orang yang kupercaya. Makanya itu! Aku selalu berusaha menggapai semua, meski melelahkan. Berusaha meneror orang akan janji-janji mereka, meski ujung-ujungnya tidak dilakukan. Aku mengingat segala, semuanya dalam kesendirian, tanpa ada kawan lain untuk berbagi rasa. Aku ... aku capek ...!"

Tidak, aku tidak menangis. Hanya saja, kusadari, ucapanku makin tak beraturan.

"Udah sore, nih," gumam RI.

"Tunggu, biarkan aku menyelesaikan ucapanku!" seruku. "Karena itulah ... aku menahan kalian semua dalam alam pikiranku. Enggak ada yang boleh pergi, meski ceritanya sudah tamat. Enggak! Cuma kalian yang bisa kupercaya, kalian yang bisa menjadi pelampiasan, tempatku menuangkan rasa. Kalian ... enggak boleh pamit, satu pun ...."

Aku tergugu.

Bunga Kenangan.

Hadirnya ia di sini, bergeming dalam Hayalan, sekaligus menjadi objek lintas masa dan segalanya, adalah karena aku. Aku ingin selalu bisa memutar kenangan, pada saat-saat yang indah. Aku ingin menampilkan memori tak tergapai sekaligus terlupakan.

Masalahnya, tidak semua ingatan itu indah untuk dikenang.

Seperti kata Zele dan Azhari di awal, itulah fungsinya penjaga. Mereka, yang kubuat menjadi Penjaga Padang Bunga, paham konsekuensinya. Tidak semua orang boleh ke sana, karena justru berbahaya bagi yang memiliki masa lalu traumatis.

Dalam kasus cerita-ceritaku, termasuk juga masa depan.

Bah, ini canon event, enggak bisa dielakkan!

....

Haha.

Jangan percaya satu pun alur cerita di sini. Canon atau tidak, itu hanya akan diketahui di cerita asli masing-masing karakter.

"Sudah?" Kali ini, suara RI terdengar prihatin. "Coba panggil bunga itu, mungkin kita bisa kembali."

"... Oke."

Cahaya matahari sore menyorot kompleks penjara yang sepi. Aku mengarahkan Bunga Kenangan ke arah matahari. Seketika, serbuk-sebuk cahaya beterbangan, melingkupi kami.

"Ah, kalian sudah tahulah aku mau ke mana," gumamku.

Sore yang sendu itu usai. Tiba-tiba saja, aku sudah berada di atas Terra, ketika yang lain sedang asyik bercerita.

Yah ... sudahlah.

(Bersambung)

🍃🍃🍃

MBTI sama? Tare ya Tare sendiri. Mau siapa? /plak

Sebuah fakta, Tare ga pernah peduliin kepribadian oc, pokoknya begitu ya begitu.

26/6/23
zzztare

Bunga Kenangan: Kisah-Kisah yang TertahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang