11. Jealous

163 89 15
                                    


Pagi ini kelas 12 IPA 2 akan melakukan praktek olahraga, Ella dan Rania sudah selesai berganti baju dan keduanya segera menuju lapangan. Sudah banyak murid yang sedang melakukan pemanasan, keduanya ikut bergabung dengan mengikuti gerakan-gerakan dengan semangat.

"Hai El." sapa Izar mendekati Ella.

Ella menatap Izar bingung. "Bukannya kelas lo olahraganya setelah kita?"

"Lo nggak lihat penyampaian di grup olahraga? Istrinya pak Arvin masuk rumah sakit, jadi semua kelas yang olahraga hari ini bakal di gabung." Ella mengangguk mengerti.

"Berarti kelas 12 IPA 1 ada juga dong?" tanyanya sambil menatap semua murid yang baru saja ikut bergabung.

Izar mengangguk melihat ke arah gadis itu yang sepertinya kesusahan melakukan pemanasan karena rambutnya yang panjang menutupi wajahnya akibat terpaan angin.

"Lo punya ikat rambut nggak?"

"Lupa bawa, tadi masih di kelas ntar aja deh gue ambil kalau udah pemanasan,"

"Mau gue ambilin sekarang?" tanya Izar membuat Ella menatapnya. "Seriusan? Kelas gue adanya di lantai dua loh, nanti lo kecapean--"

Izar mendekati Ella dan mengikat rambut gadis itu menggunakan gelangnya. "Santai aja kali,"

"Makasih ya Zar, gue lagi hemat ngeluarin duit. Gue balas kebaikan lo nanti aja yah." Izar terkekeh pelan, mengangguk singkat lalu segera berlari meninggalkan area lapangan menuju kelas 12 IPA 2 kelas Ella, sedangkan kelasnya berada di gedung kedua khusus kelas IPS.

Jarrel yang melihat keduanya yang sangat dekat dari atas rooftop semakin menghisap rokoknya dalam-dalam dan tidak mengembuskannya malah dia menganggap rokok itu seperti minuman.

"Aishh Rel, kalau mau mati jangan di sini ntar kita yang jadi saksinya," ketus Basta merampas rokok itu dari tangan Jarrel lalu menginjaknya agar asapnya tidak terlalu tersebar.

"Sialan gue pengen rawat kucing!" gumamnya menopang dagunya di pembatas rooftop dan menunduk ke bawah menatap Ella, tapi matanya lebih terfokus pada gelang hitam yang Ella jadikan sebagai ikat rambut. Mereka yang mendengar gumaman Jarrel hanya diam, tentu mereka tau ucapan dari cowok itu barusan.

"Padahal tinggal ucapin maaf itu gampang banget nggak sih?" ujar Gareen sambil memelankan suaranya.

"Dia terlalu di kuasai sama yang namanya gengsi."

"BETUL!!" tegas Gareen membuat mereka tersentak kaget dan menatap sang empu kesal.

"Kenapa harus gengsi sih Jarrel, lo kan--"

"Beda orang beda sifat, nggak semua orang sifatnya sama kayak lo yang,"

"Gak punya malu." ucap Zaga melanjutkan ucapan Raksa yang tertunda. Gareen hanya bisa mengelus dadanya dengan sabar.

"Sa, Sasa lihat deh anjir parah itu beneran Rania?!" heboh Basta menepuk-nepuk bahu Raksa. Sang empu berdecak kesal karena mereka selalu saja memanggilnya dengan sebutan Sasa, memangnya dia cewek apa sampai-sampai di panggil Sasa.

Gareen dan Zaga juga ikut menatap ke arah lapangan melihat Rania dan Ella yang sedang tertawa bersama ketiga cowok anak basket. Keempatnya terbatuk-batuk karena Raksa menggembungkan asap vape begitu banyak. Gareen yang sudah tidak tahan segera mengambil vape itu dan memasukkannya ke dalam kantong celananya.

"Udah anjir lo mau mati muda? Lo mau paru-paru lo yang tadinya masih pink sekarang jadi hitam?!" kesal Gareen tidak habis pikir dengan jalan pikiran Raksa, Jarrel dan Zaga yang jika ada masalah larinya selalu di rokok atau tidak di vape. Walaupun dia juga sering merokok namun jika dia sedang mengalami masalah Gareen tidak akan menyentuh rokok dan lebih memilih berdiam diri.

Beda halnya dengan Basta, dia tidak minum minuman keras dan bibirnya tidak pernah menyentuh rokok sama sekali. Entah kenapa, padahal semua cowok pasti membutuhkan rokok tapi Basta hanya membutuhkan permen warna-warni.

"Main gak?" tanya Jarrel menatap Raksa dengan tersenyum miring. Raksa terdiam sejenak lalu berdehem singkat.

Basta membuang kulit permennya dengan berisik membuat Gareen kesal karena tiap menit selalu mendengar kulit permen itu.

"Diem bocil, udah gede tapi masih makan permen!"

"Ya nggak apa-apa sih, penting gue senang dan tubuh gue sehat!"

"Apanya yang sehat, gigi lo rusak jancok!"

"Gue gak senang!" deliknya kembali melihat ke arah lapangan dan matanya tidak sengaja melihat gadis si anti kuman yang ikut bergabung bersama Ella, Rania dan ketiga cowok basket itu.

"Gue gerah, butuh olahraga. Kuy lah gue gabung!" Gareen merangkul bahu Raksa dan Jarrel. Sedangkan Zaga dan Basta saling menatap satu sama lain karena sudah mengerti kenapa ketiganya tiba-tiba ingat olahraga padahal mereka dari awal sudah berjanji akan membolos pelajaran pjok.

Ketiganya lalu turun menuju lapangan dan tidak mengganti baju mereka. Zaga dan Basta juga ikut turun dengan pundak yang saling merangkul.

"Lo nggak niat juga cari cewek Ta?"

"Stay halal aja,"

"Kelamaan, buru cari pacar sebelum gue!" kekeh Zaga.

"Ntar deh kalau gue udah nemu cewek yang nerima gue apa adanya, nggak ada apanya,"

"Anjai, emang lo punya gangguan?" tanya Zaga tertawa pelan. Basta ikut tertawa mendengar ucapannya barusan.

"Bukan gangguan tapi penyakit." Zaga berhenti tertawa dan menatap Basta serius.

"Becanda Ga, cowok aktif kek gue mana mungkin punya penyakit,"

"Serius lo?"

"Gak, ogah gue serius sama-sama batang!"

"Anjing, jomblo aja lo sana sampe tua!"



"Anjing, jomblo aja lo sana sampe tua!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Beloved Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang