24. Really Over

89 41 0
                                    

Ella kembali bersekolah. Walaupun satu Minggu ini demamnya belum turun-turun juga. Dia akan tetap ke sekolah dan bertemu Jarrel. Ella belum bisa mengikhlaskan Jarrel sepenuhnya.

Kini gadis itu tengah berada di kantin. Biasanya pagi-pagi Jarrel akan ke kantin dulu, lalu ke kelas. Saat akan menghampiri Jarrel yang ternyata tidak duduk di tempat biasa mereka sering duduk. Izar menghampirinya dengan sekotak bekal makanan di tangannya.

"Pagi, Ella." sapa Izar membuka kotak makanannya. Izar mencium bau wangi nasi goreng itu yang masih panas.

"Lo mau nggak?"

Ella menggelengkan kepalanya tidak mau, walaupun sebenarnya dia sangat lapar. "Gue mau temuin Jarrel dulu, ya."

"Jangan!" cegah Izar menahan tangan Ella yang akan pergi.

Ella menatapnya bingung. Sedangkan Izar, dia tertawa canggung. "Masa lo nggak mau makan bareng gue. Sekali-kali balas budi lah, kan waktu itu gue pernah anterin lo pulang."

"Mau sih, tapi masa iya kita sepiring berdua?"

Ella kembali duduk di tempatnya dengan membelakangi Jarrel yang duduk tidak jauh dari tempat keduanya duduk. Izar menghembuskan napasnya lega. Dia hanya prihatin dengan Ella, melihat keberadaan Sesil yang tiba-tiba muncul membuat cepat mengerti apa yang telah terjadi kepada kedua pasutri bucin ini.

Izar segera mengambil satu piring lagi untuk Ella. Tidak lupa membelikannya es teh hangat. Ella memakan nasi goreng itu dan melupakan tujuan awalnya datang ke kantin.

"Pulang sekolah nanti, lo ada waktu nggak?"

Ella menggelengkan kepalanya pertanda tidak membuat Izar tersenyum senang. Dia berniat mengajak gadis itu ke pasar malam yang akan di buka malam ini.

"Ikuti gue yuk, nanti malam ada pasar malam. Lo paling suka pasar malam kan?"

Gadis itu berhenti mengunyah. Matanya langsung melihat ke belakang dan menatap Jarrel yang juga sedang menatapnya, dia duduk bersama Sesil. Keduanya hanya saling bertatapan hingga Ella memutuskan kontak matanya dengan Jarrel karena Sesil yang melihat keduanya sedang bertatapan langsung memegang kedua pipi Jarrel untuk melihatnya.

Ella memegang kuat sendok yang di pegangnya membuat Izar jadi semakin paham situasi ini. Dia jadi semakin kasihan kepada Ella, entah sehancur apa gadis itu sekarang.

"Gimana, lo mau kan?" tanya Izar lagi dengan membuyarkan lamunan Ella.

Ella mengangguk dengan ragu-ragu sembari tersenyum. "Asalkan lo yang bayarin, gue ikhlas lo bawa gue kemana pun." Izar tertawa renyah, disaat sedih-sedih nya gadis itu masih bisa memaksakan senyumannya.

Tidak lama bell masuk pun berbunyi. Ella berpamitan kepada Izar untuk ke kelas duluan. Saat sudah berada di koridor yang sudah lumayan sepi, sepertinya Jarrel sengaja memperlambat jalannya.

Ella mempercepat langkahnya lalu menahan ujung baju sekolah Jarrel. Jarrel berhenti berjalan dan menatap Ella dengan tatapan tidak berekspresi. Bahkan sekarang mereka seperti orang asing.

"Perkataan lo di rooftop, nggak benar kan?" tanya Ella ingin memastikan. Jarrel tidak mungkin segampang itu memutuskannya, dan Ella yakin kalau Jarrel sekarang tengah mengalami masalah.

"Gue serius. Serius banget malah,"

"Jadi stop berharap El. Lupain gue, gue cuman cowok brengsek yang nggak bertanggungjawab.... gue harap lo nggak benci gue setelah ini." Jarrel tidak berani menatap wajah Ella yang kini sudah mengeluarkan air matanya.

Ella dengan cepat mengusap air matanya. "Lo bohong Rel. Gue tau lo lagi ada masalah?!"

"Kalau lo ada masalah, please.....lo cerita sama gue, apa artinya gue sebagai pacar lo kalau gak guna kek gini,"

"Justru itu lo gak guna, El. Makanya gue mutusin lo--"

"Karena lo sendiri lebih milih mendam semuanya. Gimana gue mau ngerti keadaan lo, kalau lo sendiri gak mau cerita apapun ke gue!!" sela Ella dengan muak.

"Enak kan, bareng Izar?" ucap Jarrel mengalihkan pembicaraan.

"Gue lebih nyaman sama lo, dibanding sama Izar. Rel, cerita sama gue kalau emang lo punya masalah,"

"Jangan karena masalah itu lo jadi korbanin hubungan kita!"

"Stop El, lo bakal tau nanti kalau semuanya udah selesai --"

"Apanya?!"

"Hubungan kita emang udah benar-benar putus! Lo boleh dekatin semua cowok sesuka lo, karena gue gak berhak lagi,"

"Gak, gue nggak mau putus sama lo! Ini masih bisa diperbaiki. Kenapa lo gampang nyerah sih!"

Jarrel terdiam tidak tau lagi apa yang akan ia katakan. Disaat genting untuk mengindari Ella karena tidak tahan melihat gadis itu menangis. Jarrel melihat Sesil yang baru keluar dari perpustakaan.

Jarrel menghampiri Sesil dan membantu gadis itu membawa buku. Sesil dan Ella itu sekelas, Ella menatap keduanya dalam diam. Sesil mengembangkan senyumnya namun saat mereka sudah lumayan jauh dari Ella,Sesil langsung melunturkan senyumnya begitu pula dengan Jarrel yang langsung memberikan buku itu kepada Sesil.

Our Beloved Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang