31. Just Friend

75 36 2
                                    

Setelah mendengar kondisi Jarrel saat ini Ella merasa sangat senang karena kondisinya yang sudah mulai membaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah mendengar kondisi Jarrel saat ini Ella merasa sangat senang karena kondisinya yang sudah mulai membaik. Ini sudah satu Minggu setelah kejadian malam yang lalu tepatnya di pesta pertunangan Zaga dan Zaca.

Ella tidak bisa menjenguk Jarrel karena ibu Jarrel tidak mengizinkannya untuk bertemu dengan anaknya. Di depan ruangan Jarrel juga terdapat dua pria berbadan besar yang sedang berjaga.

Gadis itu hanya bisa melihat Jarrel melalui video call. Dia tidak masalah, asalkan ia masih bisa berbicara dengan Jarrel.

Ella sekarang sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah bersama Izar. Saat menuruni anak tangga, langkahnya tiba-tiba berhenti saat mendengar percakapan kedua orangtuanya di ruang tamu.

"Maksud papa, apa?!"

"Kenapa papa selalu aja ngehina Jarrel! Papa jangan nilai seseorang dari covernya aja--"

"Ella!" sela Alaric muak mendengar anaknya yang selalu membela Jarrel.

"Ella nggak peduli apapun omongan papa tentang Jarrel!" ucap Ella melawan.

Alaric menghela napasnya berat melihat anaknya yang selalu membela Jarrel. Alaric tidak ingin Ella berpacaran dengan Jarrel karena dia tahu, Jarrel itu memiliki sistem peraturan dalam keluarganya, yaitu perjodohan.

Dia tidak mau anak satu-satunya terluka hanya karena laki-laki. Alaric tahu semua tentang Jarrel dan keluarganya, karena dulu Alaric pernah menjalin hubungan dengan ibu Jarrel, tetapi karena ibu Jarrel yang harus di jodohkan terpaksa mereka memutuskan hubungan.

Alaric mendekati Ella lalu memegang kedua bahu gadis itu. "Papa pengen lindungi anak satu-satu papa, apa itu salah?" tanya Alaric membuat Ella terdiam tidak tahu harus menjawab apa.

"Diluar sana banyak laki-laki yang mau sama kamu, El. Jarrel itu sudah memilih jodohnya sendiri, dan papa tahu hubungan kalian itu tidak ada artinya lagi."

"Pa... Ella nggak mau putus dari Jarrel--"

"Apapun itu kamu harus lupain dia! Cinta nggak bisa di paksa Ella," Ella ini sangat keras kepala, terlanjur mencintai laki-laki yang jelas-jelas sudah di jodohkan.

Sebenarnya sebelum Ella bertemu dengan Jarrel, Alaric juga sudah menjodohkan anaknya dengan Izar, yang merupakan anak dari sahabatnya. Tetapi Ella hanya menganggap Izar sebagai temannya saja.

"Papa, hubungan aku sama Jarrel itu baik-baik aja. Jarrel juga masih sering hubungi Ella kok," ucap Ella berusaha meyakinkan papa nya, walaupun itu mustahil.

"Terserah kamu El, sampai kapanpun papa nggak akan restui hubungan kalian!" Pungkasnya lalu melenggang pergi dari rumah itu, karena dia masih memiliki urusan penting di luar.

Leni yang sedari tadi melihat menghampiri Ella, dia setuju saja jika Ella bersama dengan Jarrel. Selagi itu pilihannya sendiri, Leni membiarkan anaknya bebas memilih pasangannya karena dia ingin Ella menemukan kebahagiaannya sendiri.

"Maaf ya, mama nggak bisa bantuin kamu," ucap Leni mengelus rambut gadis itu.

Ella tersenyum maklum setidaknya Leni tidak seperti Alaric yang selalu menjodoh-jodohkan nya dengan laki-laki yang tidak ia kenali.Tak lama kemudian Izar pun tiba dan gadis itu segera keluar rumah. Dia tidak mau Izar terlalu akrab dengan ibunya.

"Gue izin pamit dulu sama ortu lo--"

"Apaan sih nggak usah, cuman ke sekolah doang kok ngapain pamit," sela Ella dan segera masuk ke dalam mobil cowok itu.

"Gue bawa anak orang loh El. Ntar kalau ada apa-apa pasti gue yang di salahin,"

"Aman, Zar. Gue nggak se lemah yang lo kira!"

Izar pun mengangguk singkat karena tidak mau memperpanjang masalah sepele seperti ini dan juga dia tidak ingin terlalu dekat dengannya karena Izar tahu bahwa gadis itu tidak menyukainya.

Saat di tengah-tengah perjalanan menuju sekolah ponsel Izar berdering pertanda adanya seseorang yang memanggilnya. Izar mengangkat telepon itu sesekali melirik Ella.

Ella yang merasa tidak nyaman karena terus di lirik lantas menatap Izar dengan kening yang terangkat satu. "Kenapa?"

Izar memberhentikan mobilnya di depan halte bus umum. Dia menatap gadis itu dengan tatapan bersalah karena harus meninggalkannya di halte bus.

"El gue turunin lo di sini ya? Gue ada urusan penting, penting banget!" kata Izar sambil membukakannya pintu mobil.

"Urusan penting apaan?" Lantas Izar menggaruk tengkuknya karena tidak enak jika harus menjawab pertanyaannya.

"Gue mau jemput Rania, sekaligus mau pinjamin dia uang buat bayar utang bokap nya--"

"Sejak kapan lo dekat sama Rania? Rania nggak pernah cerita sama gue?" tanyanya dengan tatapan curiganya.

Izar berdecak kesal setelah melihat jam di ponselnya. "Lo tanya aja Rania, gue jemput dia dulu soalnya rumahnya kejauhan sama jaraknya sekolah,"

"Iya udah lo jemput dia, dan Zar, tolong ya bantuin Rania. Gue nggak bisa bantuin dia untuk saat ini,"

"Lo tahu kan gue--"

"Nggak apa-apa El, gue ngerti kok." Izar tersenyum maklum membuat gadis itu ikut tersenyum.

Setelah perginya Izar gadis itu duduk di bangku menunggu bus datang. Dia jadi kepikiran dengan ucapan Izar tadi tentang Rania, padahal dia dan Rania sudah berteman lama namun mengapa gadis itu tidak pernah memberitahunya tentang masalahnya.

Jika seperti ini, bukankah Rania tidak menganggapnya sahabat?

"El, gue mau ngomong hal penting sama lo." ucap seorang gadis dengan berdiri di hadapan Ella entah sejak kapan dia di situ. Ella menatap gadis itu dengan tatapannya yang kosong karena pikirannya yang berkecamuk.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Beloved Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang