34. What Actually Happened

73 26 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Setelah menghabiskan hari yang panjang di butik pengantin bersama Selina. Kini Jarrel sedang berada di rumah sakit, saat dia memasuki sebuah ruangan yang di tempai oleh sahabatnya, cowok itu dapat melihat Basta yang terbaring lemah di tempat tidur dengan sangat jelas.

Wajah pucat Basta dan matanya yang redup membuat hati Jarrel terenyuh. Dia merasa sedih dan merasa gagal menjadi sahabat untuk Basta. Jarrel baru mengetahui penyakit yang diderita Basta sejak lulus SMA, pantas saja cowok itu tidak pernah menyentuh rokok atau minuman-minuman keras lainnya, karena memiliki penyakit jantung.

Betapa bodohnya ia dulu sering memaksa Basta untuk merokok dan meminum minuman keras. Ternyata ini alasannya sering menolak.

"Ta, lo kapan sembuhnya sih. Gak capek lo tinggal di ruangan serba putih ini?" tanya Jarrel dengan mengambil tempat duduk di samping tempat Basta tidur.

Basta yang baru saja bangun dari tidurnya setelah mendengar ruangan pintu yang terbuka, menguatkan dirinya untuk duduk dan dibantu oleh Jarrel. Basta merasa bersyukur karena teman-temannya masih perduli padanya, dan sering mengunjunginya tiap hari.

Suatu keberuntungan memiliki sahabat seperti mereka. Kedua orangtuanya pun sangat jarang mengunjunginya dan selalu membuat alasan bahwa mereka sibuk mengurus perusahaan.

"Bosan lah. Makanya sering-sering bawain gue permen, biar gue cepat sembuh."

"Gila, disaat lo lagi sekarat kek gini, dan lo masih sempat-sempatnya minta permen!" Jarrel membuka laci meja yang berada di sampingnya, mengambil obat yang sudah dokter kasih lalu membukanya.

"Makasih, Jarrel. Minggu depan gue traktir lo makan permen." Basta mengambil obat itu lalu meminumnya.

Jarrel terkekeh pelan mendengarnya. "Janji?"

"Gue janji, asalkan lo beliin gue permen sekarang--"

"Nggak ada. Gue gak bawa duit!"

Basta mencebikkan bibirnya kesal. "Kemana kartu hitam lo itu?"

"Diambil Deril." jawab Jarrel membuka Basta terdiam. Benar juga, dia lupa akan hal itu.

Sebelum keberangkatan Jarrel ke luar negeri untuk berobat, Deril membuat rusuh di markas mereka karena marah dengan Jarrel yang ikut membawa Sesil pergi. Padahal, sebenarnya Sesil sendiri yang mau ikut dengannya.

"Selina gimana, dia udah milih gaun yang cantik?" tanya Basta mengalihkan pembicaraan.

"Bas, lo gak usah mikirin orang lain. Fokus aja sama kesembuhan lo,"

"Selina juga bakal senang kalau lo bisa sembuh lagi."

"Tenang aja, gue udah ngurus tempat yang bagus buat lo sama Selina." ucap Jarrel membuat Basta tersenyum senang.

Our Beloved Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang