Chapter 4.

1.5K 158 7
                                    

"Marsha?"

"Loh kalian saling kenal?", tanya Adel yang kebingungan.

"Aku-"

"Dulu Marsha pernah jadi dokter pendampingku saat kita masih bekerja di Amerika", potong Azizi.

"I-iya, dulu aku pernah menjadi dokter pendamping dokter Azizi", ucap Marsha.

"Oh begitu ya, kalo gitu sini ngobrol Zi. Udah lama juga kan kalian ga ketemu", ucap Adel.

Mendengar tawaran Adel, Marsha menyembunyikan rasa gugupnya. Apalagi setelah sekian lama gadis itu tidak bertemu dengan Azizi. Jantungnya berdegup sangat kencang dan ada rasa ingin copot.

"A-ah maaf Del, aku ada urusan sebenarnya abis ini. Mungkin lain kali"

"Sayang banget, yaudahlah kalo gitu memang dokter satu ini sibuknya luar biasa jadi kalian berdua cukup mewajarinya saja"

"Kalo gitu, aku duluan. Selamat buat kalian berdua ya Indira dan... Marsha. Mungkin di lain waktu kita bisa mengobrol bersama", ucap Azizi yang segera keluar dari ruangan.

*Sigh* "Agak heran sama dokter satu itu, susah banget dideketin"

"Dokter Adel"

"Iya Dir, kenapa?"

"Dokter Azizi sifatnya gimana? Aku kepo", tanya Indira tiba-tiba.

Mendengar hal itu, Marsha melirik ke arah Indira.

"Hm... Kenapa nanya gitu? Kamu naksir?"

"G-gak kok dok... Gak"

"Hahaha, aku bercanda. Dokter Azizi emang sifatnya agak dingin aja tapi baik kok sebenernya. Wajar sih, kerjaannya banyak jadi cukup capek"

"Memangnya dokter Azizi gaada dokter pendamping?", tanya Indira sekali lagi.

"Sekarang sih gak, tapi gatau alasannya apa kenapa gamau punya dokter pendamping. Dia keliatan emang butuh banget sebenernya"

Marsha terkejut dengan jawaban Adel. Kenapa Azizi tidak butuh seorang dokter pendamping? Apalagi Marsha sangat mengenal sifat Azizi. Terutama dirinya yang selalu bekerja yang tidak pernah ingat waktu.

"Kalo boleh tau kenapa ya?", tanya Marsha.

"Entahlah, akupun belom tau jawabannya. Mungkin kamu yang bisa tanya dia karena kamu yang lebih kenal kan?"

Marsha terdiam sejenak. "Coba tanya Marsha. Kali aja aku bisa jadi dokter pendamping dia hehe."

Marsha kembali melirik ke arah Indira namun lebih tajam karena ucapannya. Tapi gadis itu kembali menenangkan dirinya. "N-nanti kalo semisal ketemu atau ada waktu."

Indira memasang senyum setelah mendengar jawaban Marsha sementara Marsha hanya memasang senyum yang terpaksa. Tanpa sadar sebenarnya Adel diam-diam memperhatikan mereka berdua terutama Marsha. Dia curiga dengan hubungan Marsha dengan Azizi. Entah apa itu.

"Freya dimana sih?", ucap Fiony yang sedang bete di kantin rumah sakit. Suasana kantin saat ini tidak terlalu ramai. Apalagi sedang ada pertemuan di ruang seminar tentang perkenalan dokter pendamping baru untuk para dokter yang membutuhkan. Fiony hanya sendirian yang ditemani oleh segelas kopi panas. Gadis itu baru saja menyelesaikan piket malamnya.

Fiony masih kelelahan. Tapi karena Freya ingin bertemu dengannya, jadi Fiony sangat tidak sabar bertemu dengannya. Saking tak sabarnya sampai dirinya terus memberi pesan kepada Freya.

 Saking tak sabarnya sampai dirinya terus memberi pesan kepada Freya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang