05

2K 135 0
                                    

Zia menggeliat, meregangkan ototnya yang terasa kaku, setelah mematikan jam beker yang sedari tadi berbunyi di atas nakas sebelahnya.

Dalam kondisi masih memejamkan mata, Zia mengulum senyum, ingatan semalam masih membekas di pikirannya.

Alina mengangguk mengiyakan pertanyaan yang di layangkan oleh Zia lalu mengacungkan telunjuknya, ke arah dua buah gunung kembar yang menonjol di balik piyama yang ia kenakan. "nih."

Alina membekap mulut Zia yang hendak menganga, membuat gadis itu urung menangis. "gue cuma becanda kok. Lo tenang aja, bentar lagi dot lo dateng."

Zia menghirup hidungnya yang mampet karna ingus yang menyumbat di sana. "gimana caranya, rumah gue bukan di sebelah apartemen lo."

"Gue udah suruh orang-orang gue ke rumah lo."

"Memangnya dia tahu rumah gue?" 

Alina mengulas senyum, sorot matanya menjawab kegundahan yang dirasakan oleh Zia. "kita lihat saja nanti."

4 jam kemudian

Alina menoleh ke arah ponsel miliknya yang berdering di atas nakas. "kayaknya udah nyampe tuh." Alina berdiri terlebih dulu lalu mengulurkan tangan ke arah Zia yang sedang menupang dagu menggunakan lutut kaki, "ayo, katanya mau dot."

Zia mengenggam tangan Alina yang terulur lalu berdiri bersebelahan dengan gadis itu. Alina merangkul lengan kanan Zia lalu keduanya melenggang meninggalkan kamar tersebut.

Sesampai di depan pintu utama, Zia menatap Alina yang sedang membuka kunci pintu dalam diam. Alina memutar knop lalu menarik daun pintu di depan mereka.

Sontak pupil Zia membesar melihat pria yang mengantarnya ke kantor tadi pagi, sekarang berdiri di ambang pintu. Tanpa basa-basi Kevin, pria itu menyodorkan kantong plastik hitam di tangannya kepada Zia. Alina mengambil benda di tangan Kevin lalu menutup pintu kembali.


"Nih dot kesayangan lo," ucap Alina mendorong kantong plastik di tangannya ke arah perut Zia.

Zia membuka kantong plastik, retinanya menangkap dot kesayangan, beserta susu rasa stroberry kesukaannya. "i-ni beneran punya gue?"

"Maybe. Udah gue ke kamar dulu."


Zia meraba nakas mencari  remote control gorden, ia menekan salah satu tombol disana dan dalam hitungan detik, cahaya mentari pagi masuk secara perlahan ke dalam ruangan. Zia menoleh ke sisi ranjang di sebelahnya, menampilkan Alina yang masih bergelung di dalam selimut.

Ia membuang muka dari Alina, sebelum menyibak  selimut dan beringsut turun dari kasur terlebih dulu.

¤¤¤¤

"Kayaknya udah pas nih, semoga aja dia suka." pikir Zia mengulas senyum setelah mencicipi masakannya. Zia mematikan kompor listrik di depannya lalu beranjak ke arah rak piring mini yang bersebelahan dengan bak pencuci piring

Ia meletakan sendok stainles yang sempat di gunakan mencicipi nasi goreng buatannya di bak pencuci piring, lalu mengambil dua buah piring yang berada di rak piring, dan meletakan di atas meja.

Zia menoleh ke arah Alina yang baru saja keluar dari kamar dengan seulas senyum. Gadis itu sudah berpakaian rapi sama seperti Zia. "gue udah siapin semuanya, ayo makan dulu."

Alina tak menggubris penuturan Zia, jidatnya berkerut, melihat penampilan Zia pagi ini.

"Lo yakin ke kantor pake beginian?" tanya Alina, menunjuk belahan rok yang di kenakan Zia bisa mengekspos pahanya.

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang