19

1K 37 1
                                    

Alina memasuki ruang meeting seorang diri, karyawan yang berasal dari divisi bersangkutan dengan produk baru yang sedang perusahaan kerjakan, berdiri menyambut kehadiran Alina di ruangan tersebut.

Setelah Alina duduk, barulah mereka kembali ke tempat duduk masing-masing. Raut kesal bercampur kecut yang terpancar di wajah Alina pagi ini membuat atmosfer di ruangan itu menjadi tegang. 

Salah seorang yang duduk sebelum tiga kursi dari ujung meja, mengangkat tangan ke atas membuat atensi Alina tertuju ke arahnya. "maaf bu. Saya ingin memberi tahukan bahwa salah satu karyawan dari divisi Marketing bernama, Anes Pramukta. Tidak menghadiri rapat pertama kita pagi ini, alias libur."

Alina melipat tangan diatas meja lalu memiringkan kepala menatap tajam pria yang baru saja buka suara tersebut. "kemana dia?"

"Anes libur tanpa keterangan bu," balas pria tersebut menelan ludahnya kasar.

Brak!

Semua karyawan yang berada disana terperanjat, mendengar Alina menggebrak meja. Alina mengetatkan rahang lalu menatap nyalang satu persatu karyawan yang berada disana.

"Kalau meeting hari ini kurang memuaskan, kalian semua saya pecat!"

Disisi lain

Zia menghampiri Nicko yang sedang  duduk di sebuah kotak buah yang terbuat dari kayu yang mana posisinya berada di pinggir ruangan.

Ruangan yang semula gelap kini sudah berubah menjadi terang, para penonton yang berasal dari geng motor di luar maupun dalam kota Bogor mulai berdatangan, untuk menonton pertarungan MMA yang sebentar lagi akan dimulai.

"Pertarungan ini pasti ada taruhannya bukan?" tanya Zia tiba-tiba.

Nicko menghembuskan asap rokok yang ia hisap sebelum mendongak menatap Zia yang berdiri di sebelahnya. "kenapa? Lo mau bayarin?"

"Ngga. Gue cuma pengen tau aja, secara kan gue pertarung mewakili geng motor lo, otomatis gue harus tau apa yang lo pertaruhkan untuk pertandingan ini."

Nicko kembali menatap lurus ke depan. "motor dan jabatan gue sebagai ketua geng ini," jawabnya bertumpu pada lengan yang ia letakkan di atas masing-masing pahanya.

"Lantas apa yang orang itu pertaruhkan?" tanya Zia menoleh ke arah pria yang baru saja berbaur dengan gerombolannya yang mana berdiri bersebelahan dengan  ring di seberang mereka.

"Sama."

"Apakah wanita yang sebentar lagi akan berduel dengan gue merupakan bagian dari mereka?"

Nicko menjentik  ujung rokok yang sedang dalam perapian lalu menghisapnya kembali. "kayaknya bayaran deh," ucap Nicko menghembuskan asap rokok di mulutnya di bagian sudut bibir kirinya, "ada yang mau lo tanyain lagi?"

Zia menggeleng sebagai gestur merespon pertanyaan Nicko.

"Gue ke tempat orang yang jual tiket pertandingan ini dulu." Nicko memutar badannya kebelakang lalu mengambil sarung tinju berwarna hitam, serta pakaian yang sudah ia persiapkan untuk Zia bertarung. "nih, perlengkaan untuk lo bertarung." 

Zia mengambil barang-barang yang disodorkan oleh Nicko padanya. "buruan ganti pakaian lo, pertandingan akan di mulai bentar lagi." setelah Nicko pergi dari hadapannya, Zia duduk di kotak kayu yang sempat di tempati oleh Nicko, dan meletakkan barang pemberian Nicko di atas pahanya. Zia merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel miliknya disana, Zia mengetuk layar benda itu sebanyak dua kali membuat layar-nya menyala.

Retina Zia menemukan layar ponsel tersebut berbanding terbalik dengan ekspetasinya. Tak ada riwayat panggilan tak terjawab bahkan, balasan pesan yang ia kirimkan beberapa waktu lalu kepada Alina.

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang