08

1.6K 103 0
                                    

Alina memutar kursi ke besarannya menghadap Zia. "Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu baby?"

"Lo inget ngga waktu gue nelpon pake ponsel milik lo di mall?" Zia menjentikkan jemarinya lalu menunjuk wajah Alina. "gue yakin habis itu pasti Jaya ngedeketin lo kan?"

"Aku langsung ganti ponsel waktu itu baby." Alina berdiri dari kursi yang ia tempati lalu melangkah maju mendesak Zia. Reflek Zia mundur kebelakang untuk memberi jarak diantara mereka. "btw saat di cafe tadi, kenapa ponsel kamu ngga bisa di hubungi, hm?"

"Ponsel?" Zia berhenti bergerak begitupun sebaliknya. Zia tak menghiraukan jarak mereka yang terbilang minim, ia hanya peduli dengan ponsel yang baru saja ia keluarkan dari saku celana-nya. "sial kenapa bisa lowbat sih," gumam Zia menatap layar benda pipih miliknya yang tak kunjung menyala. Ibu jari Zia berhenti bergerak di layar utama benda pipih itu, sontak pupil Zia mengecil ia baru menyadari bahwa tak ada ruang yang memisahkannya dengan Alina saat ini. 

Zia mundur tiga langkah kebelakang, ia berdehem menetralkan nada bicaranya sebelum bersuara. "kok lo bisa tahu nomor ponsel gue?" melihat Alina akan bergerak menghampirinya, Zia pun kembali bersuara sambil mengangkat telunjuk kanannya ke udara. "Jawabnya disitu aja, ngga usah deket-deket." 

"Aku lihat di CV kamu sih baby."

Zia beroh ria tanpa suara setelahnya gadis itu berjalan menghampiri meja miliknya yang berada di sisi kanan meja Alina. Setibanya di sana, Zia langsung memeriksa sebuah keranjang aluminium yang terletak di pinggir meja miliknya. Ia mengambil sebuah charger cadangannya lalu berjongkok di belakang kursi putar miliknya.

Setelah mencharger ponsel miliknya pada colokan yang berada di bagian bawah dinding Zia kembali berdiri lalu duduk di kursi putar tersebut. 

"Kalau memang lo bukan mantannya Jaya, kenapa lo harus marah pas gue deja vu sama tuh orang?"

"Aku ngga suka wanita favorit aku deja vu sama orang lain." Alina menapakan kaki meninggalkan meja-nya lalu menghampiri Zia yang sedang menatapnya dalam diam.

"Kok  lo bisa cinta sama gue. Bukannya lo benci di bohongi?" tanya Zia teringat akan perkataan Alina saat pertemuan pertama mereka.


"Lo sengaja bohongin gue?" bisik Alina dibalik telinga Zia.

Alina menarik dirinya kembali lalu menatap Zia dengan sorot dingin.  "jujur gue typical manusia yang paling benci banget, kalau di bohongin." smirk dibibir Alina muncul sebelum ia melanjutkan ucapannya, "dan barusan lo dengan mudahnya ngelakuin itu."

Mendadak bulu kuduk Zia meremang, melihat senyum tipis yang tercetak di bibir Alina yang menurutnya lebih mengerikan daripada  devil. "gue mengapresiasi banget keberanian lo itu." Alina bergumam sebelum kembali buka suara, "kayaknya gue harus ngasih reward deh buat lo, atas pencapaian karna lo udah berhasil bikin gue spechless," ucap Alina mencengkram kuat tangan Zia, membuatnya meringis kesakitan.

Dari arah berlawanan Jaya setengah berlari menghampiri mereka, sebab dari tempatnya berdiri, pria itu melihat interaksi aneh yang terjadi diantara mereka setelah panggilan telpon terputus.

"Woi, udah di cariin juga dari tadi sampe benua antartika. Akhirnya ketemu juga kita dek," Celetuk Jaya berdiri di sebelah Zia  sambil merangkul bahu gadis itu.

"Ponsel lo kemana sih? Nyokap bilang dari tadi di hubungi ngga masuk-masuk." Jaya setengah mencondongkan tubuhnya ke arah Zia, "lo jual ya?" bisik pria itu mencoel pipi Zia yang langsung di sentak oleh Gadis itu. "kalau ngga ada duit jajan, minimal bilang sama abang dek ngga usah sungkan. Gue bakal transfer kok."

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang