12

1.2K 83 0
                                    



"Aku akan menjaga jarak dan biarin kamu bahagia dengan pilihan kamu," balas Alina menatap lurus ke depan.

Zia menumpukan siku tangannya ke kaca jendela lalu mengigit kuku telunjuknya. "gue pikir lo bakal terus ngejar gue, sampai sebuah cincin pernikahan melingkar di jari manis gue," cicit Zia yang hanya bisa di dengar samar-samar oleh Alina.

Alina mencondongkan kepalanya ke arah Zia dan mempertajam indra pendengarannya. "kamu bilang apa tadi? ngga kedengaran soalnya."

"Ngga. Lupain aja."

Alina berdecak, ia menarik kepalanya kembali. "nyebelin banget sih, minimal kalau ngga mau ngomong secara jelas. Ngga usah bikin orang penasaran dong."

"Jangan cemberut juga kali. Jelek tau," ucap Zia mencubit pipi Alina membuat gadis itu meringis kesakitan. 

Alina berusaha menarik tangan Zia dari pipinya agar terlepas, "Zia sakit!"

Zia berhenti mencubit pipi Alina lalu menatap tajam gadis itu. "hush! Harus sopan sama yang lebih tua."

Alina beringsut ke arah pintu mobil sambil berjaga-jaga, barangkali Zia akan melakukan hal tak terduga padanya. "yaudah iya, sepuh nyebelin."

"Alina gue bukan manusia purba."

¤¤¤¤

Zia menarik rem tangan setelah memarkirkan mobil Alina di basement apartemen, belum selesai ia mematikan mesin mobil Alina sudah keluar terlebih dulu setelah membuka seatbelt miliknya dengan cekatan.

"Alina tungguin gue."

Zia bergegas membuka seatbelt miliknya lalu keluar dari mobil dan menyusul gadis itu.

"Alina."

Zia setengah berlari agar bisa menyamakan langkahnya dengan Alina, persetan jika orang-orang yang melihat berasumsi aneh tentangnya.

"Alina tunggu!"

Zia mengenggam tangan Alina lalu berjalan beriringan dengan gadis itu.

"Udah di teriakin dari tadi bukannya berhenti—" perkataan Zia terjeda sebab Alina mengangkat tangannya yang menganggur ke udara.

"Aku lagi dalam mode hemat energi, kalau kamu mau bicara ntar aja di apartemen aku."


Zia melepas genggaman tangan mereka, ia menggendong Alina ala bridal membuat gadis itu syok dan reflek mengalungkan lengannya di leher Zia. "baby kamu ngapain?"

"Gue lagi berusaha meringankan  tugas kaki lo." Zia menoleh ke arah Alina lalu mengangkat sudut bibirnya ke atas, "lo tenang aja, gue ngga bakalan minta imbalan apapun sama lo. Gue cuma mau lo ngerespon gue pas ngomong doang."

Langkah kaki Zia berhenti di depan pintu lift,  ia menekan salah satu tombol yang tertera di dinding yang bersebelahan dengan pintu. 

"Kalau misalkan malam ini tuhan ngizinin aku meminta apapun yang aku mau, aku cuma pengen minta satu sama tuhan."

"Mending lo ngga usah minta sama sekali kalau cuma pengen satu," balas Zia memperhatikan angka yang terus bergulir di atas pintu lift.

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang