06

1.9K 120 0
                                    

Zia masuk ke dalam apartemen terlebih dulu, disusul Alina di belakangnya. Alina tak membuka pintu brown sugar seperti yang dilakukan oleh Zia, ia berjalan ke arah dapur. Dan berhenti di depan kulkas.

Alina membuka satu pintu lemari pendingin di depannya, mengambil sebotol air mineral disana. 

Setelah tragedy pakaian yang digunakan Zia disembur oleh muntahan Meghan,  Alina membuat keputusan untuk membatalkan kunjungan ke pusat perbelanjaan yang akan mereka datangi.

Alina juga meminta Bimo selaku sopir mobil yang ia tumpangi, untuk mengantarkannya dan Zia kembali ke apartemennya.

Setelah meneguk air lalu menyisakan seperempat botol, Alina memilih menyandarkan diri pada sandaran kursi lalu memejamkan mata erat.

30 menit kemudian

Zia membuka pintu kamar lalu berdiri di ambang pintu, ia mengedarkan pandangan menyusuri ruangan apartemen. Aksi retina Zia berhenti,  saat melihat dari arah dapur tepatnya, di kursi meja makan sosok yang ia cari sedang tertidur. "perasaan gue ngga begitu lama di kamar mandi." Zia menutup pintu pelan hingga tak terdengar suara decitan lalu melangkah ke arah dapur.

Sesampainya di sebelah Alina, sejenak ia menatap wajah damai gadis itu dalam diam. Cantik, batin Zia tiba-tiba berdecak kagum. 

Sontak seulas senyum terbit di bibir Zia, ia baru menyadari betapa indah pahatan tuhan di depannya. "ngga usah segitunya kali lihatin gue, ntar lo suka lagi."

Senyum dibibir Zia langsung memudar mendengar untaian kata yang keluar dari mulut Alina. "dih kepedean." Zia beranjak dari sana, menuju lemari pendingin yang bersandar di dinding belakang Alina.

Alina membuka kelopak mata lalu menarik diri dari sandaran kursi, ia berdiri dari kursi yang ia tempati lalu bergerak menghampiri Zia yang sedang mencuci sayuran yang akan ia olah di bak pencuci piring.

"Sayur lagi?" tanya Alina menatap wortel yang sedang di cuci oleh Zia

Zia tak menggubris pertanyaan Alina, ia membawa wortel, talenan, beserta pisau pemotong kearah kitchen set. "perasaan tadi, sebelum apartemen ini gue tinggal. Bak pencuci piring penuh sama cucian kotor."

"udah di bersihin mungkin, sama petugas kebersihan langganan om Kevin."

Suara pisau yang berkolaborasi dengan talenan, menggema di setiap sudut dapur, ulah memotong sayuran berwarna orange yang di eksekusi oleh Zia. "tadi pagi lo belum sarapan kan? Dibawah tudung saji masih ada nasi goreng.  Bagian lo." permainan pisau yang dilakukan oleh Zia terhenti, retina Zia turun kebawah, menatap tangan Alina melingkar di pinggangnya .

"Alina lepas!" seru Zia terdengar serius. 

Alina tak menghiraukan perkataan Zia, justru ia semakin betah berdiri di belakang Zia, menghirup sebanyak-banyaknya aroma citrus yang berasal dari tubuh Zia sambil memejamkan mata.

"Alin!"

"ck! bentar dulu," intrupsi Alina.

Zia berdecak lalu membuang nafas kasar, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, memotong wortel. "gue kalau lihat wortel di potong dadu gini jadi keinget sama Jaya" celetuk Zia mengulum senyum.

Alina menarik kepalanya dari punggung Zia mendengar nama Jaya disebut.

"Bisa ngga kalau ngomong di depan gue, ngga usah  sebut nama dia!"

"Terserah gue dong mulut-mulut gue kok," bantah Zia.

"Lo suka sama dia?" Hening, tak ada tanggapan dari Alina hingga beberapa detik setelahnya Alina kembali angkat suara. "gue ngga setuju lo sama dia,"cicit Alina yang masih bisa di dengar oleh Zia.

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang