03

2.3K 172 1
                                    

"Silahkan duduk."

Dengan perasaan campur aduk, Zia menarik kursi di depannya ragu. Alina melipat tangan di atas meja sambil mengulas senyum, menatap Zia yang sudah keringat dingin di seberang meja kerjanya.

"Ngga usah tegang gitu, gue ngga hobi ngeprank orang kok, paling cuma suka ngasih kejutan kecil aja," ucap Alina terkekeh.

Zia tersenyum kaku sebagai formalitas menyembunyikan kegugupannya di depan Alina, gadis yang sempat ia jadikan bahan taruhan bersama dengan Jaya sahabatnya.

Alina mengulurkan tangan kanannya ke arah Zia. "kalau kata pepatah yang pernah gue denger nih, katanya. Tak kenal maka tak sayang, jadi sebelum kita kerja bareng ada baiknya kenalan dulu bukan, supaya kedepannya kita lebih rileks."

Kok gue ngga lihat cewe judes yang dulu ya dari dia sekarang. Apa mungkin ini salah satu taktik dari permainannya? batin Zia menatap dalam diam ekspresi hangat gadis itu.

Alina mempersempit jarak antara dirinya dengan meja kerja di depannya, lalu menjentikkan jemarinya tangannya yang menganggur di depan Zia. Aksi Alina tersebut sontak membuat Zia terperanjat.

"Lo ada masalah atau kelilit pinjol mungkin?"

"Ngga, gue cuman banyak pikiran aja," ucap Zia tertawa sumbang.

Alina mengangguk sambil mempoutkan bibirnya. "gue kira lagi mikirin cara buat ngibulin gue lagi." gadis itu langsung membekap mulutnya, sambil menatap wajah cengo Zia dengan pupil melebar. "ups, sorry. Mulut gue kelewat jujur ya?" Alina mengibaskan tangan kirinya keudara sambil tersenyum simpul. "maklum masih remaja, makanya otak gue kelewat polos. Jadi ngga bisa bohong deh, kayak orang di depan gue."

Kayaknya nih orang mau balas dendam sama gue, batin Zia mengerlingkan mata ke arah lain.

"Btw lo ngga ada niatan nih buat menjabat tangan gue, udah pegel soalnya. Atau lo typical orang yang ngga mau perkenalan dan langsung masuk ke poin utama?"

Zia menjabat tangan Alina yang terulur lalu menyebutkan nama lengkapnya "saya Zianacita Leonard, ibu bisa panggil saya Zia."

"Kalau panggil sayang boleh ngga nih?"

Gue boleh muntah ngga sih disini. Sumpah, makin kesini kelakuannya diluar angkasa, batin Zia menatap Alina kesal.

"Becanda, ngga usah di bawa ke hati. Lo aja boleh becanda masa gue ngga." Alina menjeda perkataannya sejenak, sebelum kembali bersuara. "gue Alina Bryanda, lo bisa panggil gue Alina aja. Ngga usah pake embel ibu, gue ngga setua itu, gue enam tahun lebih muda dari lo."

Zia menarik tangannya terlebih dulu lalu menggosokkan di atas paha miliknya yang di balut oleh celana cargo.

Alina menyandarkan diri pada sandaran kursi di belakangnya sambil menyilangkan kakinya. "btw apa alasan lo pindah ke perusahaan ini?"

Sontak Zia kaget mendengar pertanyaan yang dilayangkan oleh Alina. "tanpa saya jelaskan pasti kamu sudah tahu bukan, alasan saya datang kesini?"

Alina bergumam sebelum bersuara. "menurut gue agak klasik sih alasannya, kalau lo mau pindah ke sini karna Dito." Alina menyilangkan tangan di depan dada sambil mengangkat sebelah alisnya keatas. "gue tebak, pasti karna lo suka kan sama gue. Ngaku lo."

Dih si najis, kenal aja kaga. Ketemu cuma sekali juga, yakali gue suka sama bocah aneh kayak lo. Gue straight ya njir, lo harus ingat itu, batin Zia menaik-turunkan bola mata menatap Alina. "Gue sebenarnya terpaksa pindah kesini. Semua itu gara-gara direktur baru perusahaan ini," ucap Zia menekan kata tertentu.

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang