07

1.8K 123 1
                                    

Alina melirik ke arah sumber suara begitupun Joan "gapapa boleh kok pak Joan," ucap Zia memberitahu .

"Zia…"

Zia mengibaskan tangan ke udara mengode Alina sambil berkata 'gapapa' tanpa suara. "kalau gitu saya pergi dulu pak." Zia beranjak pergi dari sana lalu menempati meja kosong tak jauh dari meja mereka.

Alina bergerak berniat menahan gadis itu agar tidak pergi. Akan tetapi ia kalah cepat dengan Joan yang sudah terlebih dulu menahan pergelangan tangan Alina. "silahkan duduk." 

Alina tak menggubris, ia menyentak tangan Joan lalu duduk bersebrangan dengan pria itu dengan perasaan dongkol. 

Kok bisa Movinda Cosmetics, menyembunyikan wanita secantik ini disana, batin Joan tersenyum miring. "Sebelum kita membahas tentang pekerjaan, ada baiknya bukan kita berkenalan dulu?" Joan mengulurkan tangannya ke arah Alina berharap gadis itu menjabatnya. 

Alina menghembuskan nafas kasar sebelum menjabat tangan Joan. "Alina." Alina menarik kembali tangannya setelah menyebut nama panggilannya, lalu menggosokan telapak tangannya pada rok berwarna khaki yang ia kenakan.

"Saya Joan Binson, kamu bisa memanggil saya Joan atau mungkin sayang?" Joan terkekeh sambil melipat tangan di atas meja. "maaf, saya hanya berusaha mencairkan suasana. Tapi kalau kamu serius, kita bisa menjadi sepasang kekasih mulai sekarang," ucap Joan dengan penuh percaya diri.

"Bisa kita mulai rapatnya?" tanya Alina menatap kesal pria diseberangnya.

"Baiklah mari kita mulai."


"Duh  kok gue rasanya kebelet pipis ya." Zia berdiri dari kursi yang ia tempati lalu menatap Alina yang tampak fokus berbicara dengan Joan, calon investor. Sebelum pergi dari sana. 

Zia menapakan kaki menuju pintu utama cafe, di sepanjang perjalanan, ia tak kunjung menemukan satu orang pun waiters,  berlalu lalang disana. Hingga pada akhirnya dia berpapasan dengan seorang waiters yang baru saja mengantarkan pesanan customer yang duduk di outdoor  cafe.  

Zia mencegat pergelangan tangan wanita itu membuatnya berhenti melangkah. "permisi kak. Boleh tanya,  toilet di sebelah mana ya?" tanya Zia setelah melepas pergelangan tangan wanita itu.

"Dari sini lurus aja kak," ucapnya menunjuk lorong yang sejajar dengan pintu utama cafe.

"Ok,  makasi ya kak." setelah wanita itu pergi dari hadapannya, Zia mulai menapakan kaki ke arah lorong yang dimaksud oleh waiters itu. Langkah kaki Zia melambat, setelah melihat sebuah plang yang terpasang diantara kusen pintu di sebelahnya. "nah, kayaknya ini nih."  

Zia mendorong pintu lalu berdiri di ambang pintu, sontak ia menautkan alis bingung mendengar sebuah tangisan anak kecil.

Huaa~~~~ Huaa~~~~

Keinginan Zia ingin buang air kecil seketika hilang mendengar suara isak tangis tersebut. Bukannya takut dan berujung pergi dari sana, Zia justru menutup pintu lalu mengedarkan pandangan menyusuri area sekitar toilet yang sepi sambil menajamkan indra pendengaran mencari sumber suara.


Zia berdiri di depan wastafel, ia tersenyum sambil bernafas lega terlihat dari bahunya yang mengendur, menatap seorang gadis kecil yang sedang menghuni sudut ruangan, dalam kondisi berjongkok lalu menundukkan kepalanya sambil memeluk lututnya erat.

Zia berjongkok di depan gadis kecil itu, tangan Zia terulur memegang bahunya yang bergetar. "kamu kenapa sayang, mama kamu dimana, hm?" cecar Zia.

Tangis gadis kecil itu semakin menjadi-jadi, bukannya panik, Zia justru mengulas senyum sambil mengelus kepala gadis kecil itu. "kamu suka lolipop ngga?"

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang