20

1K 47 2
                                    

Alina melipat kaki kirinya ke atas, menatap Nicko yang sedang duduk bersimpuh di hadapannya. Kini gadis itu sedang duduk di tengah-tengah sofa panjang berwarna maroon di dalam ruangan pasien tersebut. Ia tidak hanya berdua disana, juga ada sebagian anggota geng motor malibu yang duduk berjejer di belakang Nicko.

"Apa yang terjadi dengan Zia? dan kenapa kalian bisa bersama Zia?" cecar Alina mengedarkan pandangan ke arah pria yang berada di belakang Nicko.

"Gue yang minta Zia buat ikut MMA." 

Mata Alina memerah namun linangan air mata masih bisa di bendung oleh kelopak matanya. "jadi, lo dalang di balik semua ini kak?"

"Semuanya serba terdesak dan gue hanya ingat dia saat itu, Alina."

Alina tak menghiraukan pembelaan diri Nicko, ia berdiri dari sofa lalu berjalan menghampiri Nicko. "sekarang kalian semua  keluar dari ruangan ini!" seru Alina menunjuk pintu utama ruangan pasien tersebut.

Nicko mendongak, menatap Alina di depannya. "ngga cuma gue yang di untungkan dalam situasi ini—-"

"KELUAR KALIAN SEMUA DISINI SEKARANG!" teriak Alina dengan wajah yang memerah.

Nicko berdiri dalam kondisi masih melakukan eye contact dengan Alina. "ayo guys, kita keluar dari sini." seluruh anggota geng Malibu berdiri, mengikuti intruksi Nicko ketua mereka. "maaf." setelah satu kalimat itu keluar dari mulut Nicko, pria itu pergi dari hadapan Alina, disusul oleh anggota geng-nya yang lain.

Alina menyeka sudut matanya yang berair, kakinya serasa hampir mati rasa di bawa berjalan, mendengar pengakuan Nicko barusan. Alina menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi, andai ia tak meninggalkan Zia di basement sendirian tadi pagi mungkin hal ini tak akan terjadi. 

Alina berhenti di sebelah ranjang dan membuka sendal berbulu yang ia kenakan, Alina naik ke atas ranjang lalu tidur di sebelah Zia  melingkarkan lengan kanannya di pinggang Zia.

"Maafin aku baby. Andai aku ngga egois sama kamu tadi pagi, mungkin sekarang kamu ngga bakalan kayak gini." Alina menyembunyikan wajahnya di lengan Zia, isak tangis Alina pecah, ia tak dapat membendung rasa sesak di dadanya.

Hiks

Hiks

Dalam kondisi masih memejamkan mata, tangan kiri Zia bergerak mengelus belakang kepala Alina. "kamu ngga salah apapun cantik." 

Tangis Alina perlahan redam, ia mendongak menatap Zia yang sedang menoleh ke arahnya. "baby…."

Lengkungan terbit dibibir Zia, ia melayangkan sebuah kecupan singkat di jidat Alina sebelum bersuara. "hey, my universe. Sorry for making you anxious." 

"Aku bukan cemas lagi. Lebih tepatnya, frustasi lihat kondisi kamu kayak gini."

Zia terkekeh melihat bibir Alina maju satu centi, ibu jari Zia terulur mengusap bekas air mata yang membasahi pipi Alina.

"Aku ngga lagi becanda, berhenti tertawa baby."

Zia mengangkat tangannya lalu mengangguk lemah. "oke maafin aku cantik."

Alina menempelkan pipinya di lengan Zia, tangan Alina secara leluasa mengelus perut datar milik Zia.

"Aku udah denger semuanya dari kak Nicko, kamu begini karna dipaksa ikut pertandingan MMA sama kak Nicko, kakak aku." 

Zia memiringkan tubuhnya ke arah Alina, ia menyandarkan dagunya di pucuk kepala Alina lalu memejamkan matanya. "aku menerima tawaran Nicko secara sadar cantik. Seperti yang dibilang Nicko tadi ke kamu. Semua terjadi secara terdesak cantik."

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang