Senandung ceria yang mengalun dari bibir tipis Kanao. Kontradiksi dengan curah hujan tinggi yang mengguyur seharian penuh. Cuaca yang sungguh tak biasa akibat pemanasan global yang kian memburuk di muka bumi.
Bau petrikor yang menembus sampai ke dapur sangat disukai oleh Aoi. Tak peduli saat hari sudah beranjak malam. Daun jendela yang bisa dibuka ke arah luar, ia buka lebar-lebar demi memuaskan indra penciumannya.
Sambil menata makan malam mereka. Kanao berbicara dengan nada ceria khas orang yang tengah berbahagia.
"Kau tahu, Aoi? Inosuke bilang, dia harap kau punya waktu luang Minggu depan. Dia berencana mengajakmu makan malam di sekitar Asakusa."
Tubuhnya kemudian bergerak ke arah wastafel. Meletakkan teflon anti lengket yang kini kotor bekas masakan.Dalam suara hujan yang menjadi latar, Aoi menimpali dengan penuh nada keheranan.
"Apa terjadi sesuatu antara kau dan Tanjirou? Tidakkah kau berniat menceritakan apapun padaku?"
Keran air yang masih menyala dimatikan oleh Kanao. Kemudian ia membawa tangannya untuk dikeringkan dengan lap tangan di dekat rak piring, di samping wastafel.
Semenjak kedekatannya terjalin kembali dengan Tanjirou. Kanao tidak terlalu menyadari bahwa Aoi merasa ditinggalkan. Itu membuatnya sedih juga sedikit kesepian. Seringkali Kanao pulang melebihi jam yang seharusnya. Diantar oleh Tanjirou, tapi terkadang pulang dengan bus dan langsung memutuskan tidur di kamarnya.
Mereka benar hanya dua orang asing yang tinggal pada atap yang sama. Namun ikatan persaudaraan yang terjalin, lebih kuat melebihi hubungan darah saudara kandung.
Maka tak heran ketika Aoi merasa kehilangan sosok Kanao. Seorang ibu tunggal yang ia anggap sebagai adiknya sendiri."Duduklah," pintanya sambil menggeser sebuah kursi mendekat. "Kau tahu, rasanya sudah lama kita tidak mengobrol akibat kesibukan. Sekarang izinkan aku mendengar apapun yang bersedia kau ceritakan padaku. Baik atau buruk. Tapi kuharap, ini adalah kisah yang menyenangkan untuk disimak. Dan soal temanmu, Inosuke itu, aku tidak begitu tertarik untuk saat ini," pungkas Aoi.
Merasa hari ini akhirnya tiba. Dengan napas teratur Kanao bertutur pada Aoi mengenai hubungan keduanya. Dimulai dari kedekatannya dengan Tanjirou, dan diakhiri oleh cerita manis lamaran yang ditujukan kepadanya.
Penuh perhatian Aoi mendengarkan. Tak ingin melewatkan secuil informasi apapun. Wajahnya kelihatan cerah. Turut bahagia mendengar keseluruhan kisah Kanao.
Saat dia punya kesempatan untuk menanggapi, hanya dua pertanyaan yang melintas untuk divokalkan."Apa kau sudah memberitahu kak Kanae dan Kak Shinobu?"
Kanao menggigit bibir. Itu artinya belum. Lalu pertanyaan berikut yang tak kalah penting dari semuanya; "Apa kau sudah jujur pada Tanjirou, mengenai Sumihiko?" Lagi-lagi hanya kebisuan yang hadir menengahi.
"Dengar, Kanao. Aku turut bahagia mendengar bila kalian akan segera menikah. Tapi, apa kau yakin, ini keputusan yang tepat? Mengingat semua kelakuan buruk Tanjirou padamu di masa lalu. Apa jiwa dan mentalmu sudah berdamai, dengan belenggu trauma yang sempat ia rantaikan padamu?" Aoi meraih salah satu tangan Kanao. Menepuk pelan punggung tangannya dan memberi tatapan bijaksana.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Precious Butterfly ✔️ [ REVISI ✔️ ] || TanjiKana
Fanfic[ REVISI ✔️ ] Area 17+ Ketika sebentuk masa lalu datang lagi dalam kehidupanmu, bagaimana rasanya? Sementara luka lama masih membekas begitu dalam, Saat ia meminta maaf dan pengampunan atas yang telah lalu, bisakah kau membuka pintu maafmu? Bukank...