[ REVISI ✔️ ]
Area 17+
Ketika sebentuk masa lalu datang lagi dalam kehidupanmu, bagaimana rasanya?
Sementara luka lama masih membekas begitu dalam,
Saat ia meminta maaf dan pengampunan atas yang telah lalu, bisakah kau membuka pintu maafmu?
Bukank...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
..
Satu kantong penuh makanan dan minuman menjadi buah tangan Kanata sore ini. Berniat membaginya pada tiga gadis cilik, dan Sumihiko yang katanya adalah anak Tanjirou dengan Kanao. Tidak saja untuk mereka. Melainkan Kanata membawakan Kanao dua botol ramune. Minuman kesukaan gadis itu yang dia ketahui dari informasi yang diberikan oleh Tanjirou.
Wajah Sumi, Naho, dan Kiyo tampak kentara kecewa. Mengingat Kanata datang kemari untuk mengajak mereka pergi jalan-jalan. Namun sayangnya harus berbenturan dengan jadwal kelas renang tiga gadis cilik tersebut. Alhasil, hanya Sumihiko yang berhasil ia ajak serta Tanjirou.
"Kau tidak keberatan kan, aku membawa Sumihiko untuk ikut dengan kami, Kanao?"
Kami.
Sejak kapan kata bersamaku berubah menjadi bersama kami?
"Sumihiko tidak akan lepas dari pengawasanku. Aku janji. Dia pasti senang bisa keluar dan menikmati suasana sore di luar rumah," sekarang giliran Tanjirou menimpali dengan segaris senyum. Terlihat seperti ingin meyakinkan Kanao, bahwa keputusan yang tepat adalah membiarkan anak mereka pergi bersama sang ayah dan teman wanitanya.
Mengenyahkan sekelebat prasangka tak berdasar yang sempat hinggap. Dengan cepat sang ibu muda memberi respon balasan. Menyetujui tanpa berpikiran aneh-aneh. Mencoba berpikir jernih lantaran Kanata adalah teman seangkatan mereka dulu.
Kanao sedikit termenung sewaktu melepas kepergian ketiganya. Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang hendak pergi menikmati sore nan indah. Layaknya sepasang orang tua muda yang berjalan sambil menggandeng tangan anak mereka di kedua sisinya. Bukankah itu adalah pemandangan sempurna dari gambaran keluarga kecil bahagia?
"Seharusnya jangan membiarkan mereka pergi kalau kau merasa berat." Suara Aoi yang terlalu dekat membuat Kanao berjengit. "Kau tahu sendiri. Kejahatan lebih sering terjadi karena adanya kesempatan. Dan wanita pelakor, tidak harus menunggu para suami cerai dulu dengan istrinya untuk menggaet mereka."
Seringkali Aoi memang sefrontal ini. Menyuarakan isi kepalanya tanpa filter sedikitpun. Tidak menampik bahwa ada setitik rasa tidak nyaman yang disinyalir sebagai cemburu. Kendati, Kanao berlapang dada melihat anaknya merasa senang. Terlebih dengan menghabiskan waktu bersama sang ayah.
Membalas perkataan Aoi, Kanao berpaling padanya. "Jangan berlebihan. Tidak baik menuduh sembarangan seperti itu. Kau lihat sendiri 'kan? Betapa mudahnya Kanata akrab dengan anak-anak. Sikapnya juga tidak melenceng sejauh yang kuperhatikan."
Kali ini Aoi mendengus. Enggan mengiyakan pernyataan Kanao walaupun benar adanya. Sejak seringnya Kanata berkunjung kemari. Gadis itu memang punya citra diri yang baik. Bahkan anak-anak saja langsung menempel pada sikap baik nan cerianya. Apalagi dengan iming-iming banyaknya makanan dan hadiah yang dibawa Kanata sebagai buah tangan. Yang langsung disebut klandestin oleh Aoi sebagai alat sogok. Supaya ia tetap punya alasan untuk datang kemari. Dan Aoi yakin. Bukan kecintaannya semata pada anak-anak yang menariknya sering berkunjung. Mengingat bahwa Aoi pernah mendengar; Kanata naksir berat pada Tanjirou sewaktu mereka SMA dulu.