[ REVISI ✔️ ]
Area 17+
Ketika sebentuk masa lalu datang lagi dalam kehidupanmu, bagaimana rasanya?
Sementara luka lama masih membekas begitu dalam,
Saat ia meminta maaf dan pengampunan atas yang telah lalu, bisakah kau membuka pintu maafmu?
Bukank...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seluruh sendi Kanao terasa nyeri. Tulang-tulangnya serasa ingin melepaskan diri. Badannya amat lelah dan letih usai pergumulan panasnya dengan Tanjirou tadi malam. Beruntung ia tidak dehidrasi, mengingat bahwa dirinya baru pulang dari acara seminar dan habis berkendara walau bukan sebagai pengemudi.
Kepalanya agak pening disertai batang tenggorokan terasa panas menusuk. Mengupayakan diri bangun perlahan, di sisi tempat tidur yang berdampingan dengan nakas sudah tersedia segelas penuh air mineral. Pula jus jeruk yang diletakkan secara berdampingan.
Kehangatan lalu menyebar di setiap sudut hati Kanao. Perhatian kecil semacam ini, tidak satu dua diberikan Tanjirou padanya. Melainkan sudah terlalu sering. Sampai Kanao menyerah. Tidak mampu menakar lagi seberapa besar kadar cintanya yang bertumbuh untuk Tanjirou yang sekarang. Pria itu bisa jadi sangat manis, perhatian, dan sangat menyebalkan dalam satu waktu.
Keinginan untuk beranjak dari tempat tidur kian menguat. Tatkala indra penciumannya tergoda oleh aroma masakan yang berasal dari dapur.
Helaian gelapnya bergerak seiring kepalanya menoleh demi mencari-cari sesuatu untuk dikenakan. Hingga kedua maniknya tertuju pada sehelai kain biru navy yang tergeletak sembarang di atas lantai.
Tangan putih Kanao langsung terulur menyambar kain yang ternyata merupakan kaus Tanjirou. Ada bau maskulin pria itu yang tertinggal melekat kuat. Layaknya feromon yang mengendap. Yang secara tak langsung, kembali mengaktifkan serangkaian ingatan Kanao pada percintaan menggebu mereka.
Diendusnya kaus Tanjirou yang kebesaran di tubuh mungilnya. "Kenapa wanginya candu sekali?" ia menahan senyum sendirian. Lantas memutuskan beranjak menuju sumber feromon favoritnya yang saat ini harusnya sedang sibuk di dapur.
Aroma tamagoyaki dan sup miso kian tajam sewaktu kaki Kanao menapaki dapur yang ada di lantai tiga. Di depan sana, tepatnya di depan meja masak. Ada Tanjirou yang baru saja mematikan api kompor biru. Bersiap menuang sesuatu ke dalam mangkuk.
Terlintas sebuah ide untuk memberi kejutan kecil. Gegas kedua lengan putih Kanao terulur melingkari punggung lebar Tanjirou. Menyenderkan kepalanya berniat bermanja singkat pada prianya.
"Kenapa tidak membangunkanku?" suara serak khas orang bangun tidur menyapa gendang telinga Tanjirou. Ia pula dapat menangkap sekelebat nada manja terselip.
Lengan kecil Kanao yang membelit punggungnya. Seakan menegaskan bahwa pria itu hanya miliknya seorang. Tidak untuk dibagi, apalagi direbut seenaknya oleh perempuan di luar sana.
Tanpa melihat ekspresi Tanjirou secara langsung. Kanao tahu persis dari nada bicaranya. Pria berhelaian berma itu membalas sambil menyemat senyum kecil untuknya.
"Kau tampak letih. Mana mungkin aku tega membangunkanmu?" Kebekuan nyaris mengambil alih tubuh tegap Tanjirou. Tatkala merasakan sesuatu yang lembut nan kenyal milik Kanao menempel ketat di punggungnya.