Make Even More Memories (3)

8.5K 854 27
                                    

Aku menoleh saat pintu kamarku terbuka. Mami masuk sambil tersenyum geli padaku. Dia tidak menyangka kalau aku akan secepat ini melabuhkan hati pada pria yang belum lama aku kenal.

"Semoga ini jadi pelabuhan terakhir ya, Sayang. Do'a Mami dan Papi selalu menyertai kamu. Semoga Addy bisa membawa kamu pada kebahagiaan yang sejak dulu tertunda."

Aku hanya bisa mengaminkan harapan Mami. Aku juga mengharapkan hal demikian ke depannya. Hubunganku dan Addy benar-benar berlanjut ke jenjang yang serius. Masa lalu kami tidak bisa diubah, tapi masa depan masih bisa diperbaiki.

Aku meyakinkan hatiku untuk dimiliki Addy. Pria itu sungguh gencar mendekatiku. Sejak dulu, aku bukan tipikal wanita yang dikejar. Kebanyakan lawan jenis yang aku sukai aku dekati. Hingga aku disakiti oleh salah satunya dan dikecewakan oleh adiknya.

Tapi kini, aku dikejar bukan lagi mengejar. Addy yang datang untuk mendekat dan menginginkanku. Jadi, tidak ada salahnya aku harus mencoba, kan? Lagi pula, bersama dengan seseorang yang menginginkanku akan terasa lebih mudah. Aku bukan tipikal yang susah jatuh cinta. Apalagi kepada pria macam Addy yang menurutku paket lengkap untuk dicintai.

Malam ini Addy dan keluarga besarnya datang ke rumah orangtuaku. Bermaksud untuk melamar sekaligus menetapkan tanggal baik bagi pernikahan kami. Addy dan orangtuanya mengenal baik Papi yang juga pebisnis seperti mereka. Tidak perlu waktu yang lama untuk saling berbaur dengan begitu nyaman.

Aku dibawa turun ke lantai bawah oleh Mami dan juga Airis. Temanku itu tampak cantik meski perutnya terlihat buncit karena ternyata dia tengah mengandung anak ketiga di usia pernikahannya yang ke-5 tahun ini. Malam itu aku tidak menyadarinya karena Airis mengenakan dres longgar. Tapi sekarang dresnya cukup mencetak lekuk tubuhnya.

Acara lamaran berjalan dengan lancar dan penuh haru. Aku duduk bersama Addy di sebuah sofa sambil membahas beberapa hal. Sejak tadi aku merasa Addy agak berbeda. Caranya menatapku seolah aku ini santapan yang lezat dan siap dinikmati. Sial. Aku jadi merinding dibuatnya tapi juga senang bersamaan.

Semenjak resmi menerima pria itu mendekati, banyak sikapnya yang baru tampak. Apalagi Addy itu posesif dan pencemburu. Aku tidak mempermasalahkannya selagi dia tahu batas wajar. Jangan semua hal dicemburukan.

"Abang kepanasan? Berkeringat begini," Aku mengulurkan tangan untuk menyeka keningnya.

Rasanya pendingin ruangan di rumahku baik-baik saja. Bahkan aku merasa kedinginan saat ini. Berbanding terbalik dengan kondisi Addy.

Addy menarik tanganku, lalu dia kian merapatkan posisi kami. Untungnya semua sanak-saudara sibuk dengan pembahasan mereka masing-masing dan tidak begitu memperhatikan kami. Addy mengusap pinggangku dan wajahnya mulai mendekat ke telingaku.

"Akad langsung aja malam ini gimana?" tanyanya berbisik.

"Hah?"

"Langsung akad aja, Sayang. Tanggal 1 nya pesta juga gak masalah. Tapi akad dulu malam ini."

"Hah?"

Sumpah, aku mendadak blank. Akad malam ini? Bukannya penetapan tanggal sudah disepakati bersama untuk tanggal 1 di bulan depan nanti? Hanya 1 bulan lagi dan Addy ingin mengacaukan semuanya untuk malam ini? Yang benar saja.

"Jangan aneh-aneh deh, Bang. Mami sama Mama bisa ngamuk nanti."

"Biar Abang yang ngomong."

"Bang," tegurku saat Addy benar-benar meninggalkanku dan mendekati Mami serta Mama yang tengah berbincang seru di sebuah sofa lainnya.

Aku menatap Addy dengan serius, lalu entah kenapa mulai menahan napas. Akad nikah malam ini sungguh tidak pernah aku bayangkan terjadi. Aku hanya memikirkan acara lamarannya saja, tidak lebih.

Tampak Mami dan Mama saling bicara dengan wajah serius, kemudian Addy kembali kepadaku dengan senyuman sumringahnya. Sial. Apa keinginannya semudah itu tercapai?

"Sebentar, Mama suruh sopir jemput penghulunya dulu."

Astaga... Pria duda ini benar-benar di luar prediksi BMKG. Aku tertawa dengan kepala yang terus menggeleng tidak percaya. Bagaimana bisa?

***

"Kenapa?"

Addy tertawa renyah saat menutup pintu kamarku. Dia mendekat ke arahku yang kini tengah membersihkan sisa riasan lamaran dan akad nikah. Yap. Kami menikah malam ini sesuai kemauan pria duda ini. Maksudku mantan duda. Karena kini statusnya sudah berubah menjadi suamiku.

"Kenapa sih? Apanya yang lucu?" Aku memicing menatap Addy yang masih saja tertawa.

Dia menunduk dan memelukku. Puncak kepalaku dia kecup berulang kali sebelum melepaskan pelukannya.

"Rasa mimpi gak malam ini?" tanyanya.

Oh, jadi itu yang lucu?

"Hm. Mimpi banget. Pasti orang-orang mikirnya aku hamil di luar nikah karena akad mendadak begini," keluhku.

Aku bahkan belum memberi tahu rekan-rekan di kampus kalau aku akan lamaran malam ini. Mereka pasti akan terkejut apalagi sampai tahu aku sudah menikah.

"Ibu dekan, ingat, mulai malam ini, kamu istri saya dan milik saya."

Addy sengaja sekali menekan setiap kata yang dia ucapkan. Aku mencibirnya, lalu terpaksa mengangguk saat dia berdecak sambil berkacak pinggang. Rasanya sungguh menggelikan. Aku belum pernah merasakan se-lebay ini.

Aku dan Addy memang sudah menikah dan resmi menjadi suami istri. Jika pun malam ini akan menjadi malam pertama kami, tidak ada yang mempermasalahkannya juga. Tapi, aku yang merasa belum siap. Karena pernikahan sebelumnya tidak membuahkan hasil apa-apa. Aku belum tersentuh sama sekali. Apa Addy akan percaya dengan satu fakta yang aku sembunyikan ini?

"Abang nginap?" tanyaku.

Addy mengggeleng. "Besok harus ke Lombok. Acara reunian rekan-rekan di sana."

"Berapa lama?"

"Hm... seminggu."

Cukup lama. Addy bahkan tidak membahasnya denganku sebelum ini.

"Mulai malam ini, aku harus tahu jadwal kerja suamiku ke depannya. Gak mau kalau tahunya mendadak kayak gini. Masa aku ditinggal seminggu. Lama banget."

Keluhan pertama sejak resmi menjadi istri Addy. Bukannya keberatan aku tuntut demikian, Addy malah tersenyum senang. Kepalanya mengangguk berulang kali sambil menarikku berdiri dan dia memelukku.

"Siap, Nyonya."

"Aku serius," kataku dengan tegas.

"Iya, Sayang. Serius. Gak sekalian kamu jadi sekretaris pribadi Abang aja?" godanya.

Aku memutar bola mata kesal dan dia kian terhibur. Addy menangkup rahangku, lalu memaksanya untuk diam menerima apa yang akan dia lakukan. Sudah bisa kubayangkan kalau dia butuh sentuhan peresmian hubungan kami malam ini.

Aku membalas setiap gerakan bibir Addy di bibirku. Lembut dan penuh perasaan. Tidak ada ketergesaan di sana. Kian lama kian terasa nyata kalau aku kini milik pria itu.

Napasku dan napas Addy memberat seiring ciuman yang kian intens. Addy yang menarik diri lebih dulu karena kami hampir kehabisan napas. Dia menatapku yang juga menatapnya. Mata itu memancarkan tatapan penuh cinta.

Addy kembali menyatukan bibir kami. Kali ini terbawa nafsu untuk memulai semuanya. Aku tidak berpikir ini akan segera berakhir dengan mudah. Semoga saja Addy tidak jantungan saat memasuki yang ternyata masih perawan.

Kejutan untuk suamiku. Setidaknya kami akan membuat banyak kenangan manis ke depannya.

***

End

SHORT STORY NEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang