[ 1 ]

335 30 4
                                    

[ 01 ]











Hari ini umur kami menginjak tahun ke 12, tidak ada perayaan megah, hanya kue ulang tahun biasa yang ayah dan ibu nyalakan saat makan malam.

"Kalau Kakak?"

Aku meletakkan sumpit, menggeleng. "Masih sama. Aku ngga mau sekolah."

Ayah dan ibu saling lirik. Aku tahu mereka harus berusaha lebih keras karena anak sepertiku di wajibkan untuk bersekolah.

Makan malam berakhir. Kue ulang tahun itu di habiskan oleh Ochako dengan baik.

"Kalau begitu, aku tidur ya Tou-san, Kaa-san, (Name)-nee." Ucapnya sambil mengucek mata.

Aku hanya melirik tak peduli, melanjutkan mencorat-coret kertas di hadapanku sebelum merasakan ibu yang menepuk pundak lembut.

Kami kembali duduk melingkar. Hanya bertiga karena Ochako sudah pamit.

"Kenapa ngga mau sekolah? Kami tahu (Name) pintar, (Name) juga sudah bisa menyelesaikan tes perguruan tinggi saat berumur 9 tahun. Tapi kami ingin (Name) punya teman." Ayah menggenggam tanganku.

Aku membuang napas pelan, agak merasa bersalah. "Kan aku keluar tiap hari juga buat main, yah. Aku punya teman kok..."

Ayah dan ibu menghela napas. "Kamu tahu bukan itu maksud ayah dan ibu, nak." Ibu mengelus pucuk kepalaku lembut.

Aku diam sejenak, memikirkan sesuatu. "Akan ku pikirkan."

Saat aku berumur 3 tahun, aku dan Ochako mendapat quirk. Dan saat itulah ingatan tentang kehidupan kehidupanku yang lalu muncul.

Ini adalah dunia yang sama dengan kehidupanku sebelumnya. Namun dulu namaku Uraraka Ochako, bukan Uraraka (Name). Dan dulu aku tidak punya kembaran.

Seingatku, aku meninggal beberapa minggu setelah melahirkan anak keduaku dan Deku-kun.

Itu pengalaman yang membahagiakan.

Sekaligus membuatku muak.

Deku-kun menjadi pahlawan nomor satu, dan aku pensiun dari karir pro-hero. Sebenarnya tidak masalah karena Deku-kun memberikan uang untuk kedua orang tuaku juga. Tidak ada masalah dalam finansial keluarga kami walaupun bisa di bilang sangat pas. Pas. Dia membuang uangnya yang banyak itu untuk membantu orang-orang.

Tapi aku mengalami baby blues. Dan Deku-kun masih di luar, menghajar para penjahat.

Dalam sebulan, hari-hari dimana Deku-kun diam di rumah bisa di hitung menggunakan dua jari.

Dia baik. Namun itu membuatku marah. Aku lelah menunggunya.

Tidak ada uang yang tersisa untuk menyewa baby sitter, tidak ada uang untuk mempekerjakan pembantu rumah tangga, dan tidak ada cukup uang untukku pergi liburan.

Semua serba pas. Dan entah di tahun keberapa pernikahan kami, aku mulai mengalami halusinasi. Sampai aku pernah melempar bak mandi anak pertama kami ke wajahnya yang baru pulang, menuduhnya selingkuh sampai tidak memiliki waktu melihat anak kami.

Tidak berguna aku duduk di sekolah pahlawan bergengsi. Cita-citaku terbuang bersama popok bau anak kami.

Aku kesal. Aku marah. Kenapa dia tidak mengerti?

Aku tahu itu adalah konsekuensinya sebagai pahlawan nomor 1. Tapi tidak bisakah dia mengecek keluarganya? Membantuku mengganti popok atau mengerjakan pekerjaan rumah? Membuatku beristirahat 5 menit?

Uraraka (Name) - BNHA Alternative UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang