[ 4 ]

120 21 0
                                    

[ 4 ]










Aku berharap aku punya pilihan. Membiarkan Bakugou keluar dari kamarku setelah berdebat membuat perasaanku lebih baik.

Aku sering meminta bantuannya untuk kelas pelajaran pahlawan berbasis teknologi, menyenangkan mendengar teriakannya saat mengajari ku walau kadang aku meringis mendengar makiannya.

Sebanyak itulah yang harus ku terima, setidaknya sikap kasar Bakugou adalah satu-satunya kekurangan yang dia miliki, sampai saat ini, aku belum menemukan kekurangannya yang lain.

Dan yang terpenting, aku berhasil melacak Dabi—aku ngga berniat langsung menyergapnya.

Walaupun aku yakin para profesional juga mendapat hasil pelacakan yang serupa, setidaknya mereka harus berhati-hati dengan keterlibatan League of Villains.

Berbeda dengan mereka, aku bisa bergerak kapanpun.

Di kacamataku, Dabi jelas mengkhianati liga. Entah apa alasannya.

Jika tidak, liga pasti akan lebih senang mengambil tangan Chisaki dari pada membiarkan dia di bawa ke Tartarus dengan mudah.

Dan liga tidak pernah benar-benar peduli pada Eri, jadi untuk apa Dabi repot-repot membawanya pergi?

Aku tidak terlalu mengerti sih. Walaupun aku juga takut mengejar jejak Dabi.

Untuk segala yang ada di muka bumi, quirkku tidak akan bekerja melawan api atau benda semacam itu.

Peduli setan. Lagi pula aku tidak bisa langsung menuju ke tempatnya.

Jam berdenting tanda tengah malam.

Aku memakai jaket, meraih tas punggung dan memastikan tidak ada yang tertinggal.

Aku tidak mengirim pesan pada Hawks. Aku memang mempercayainya, tapi kesetiaan dia masih terletak pada Komisi—setelah semua yang mereka lakukan padanya. Mungkin sesekali aku akan menelepon nya lewat telepon umum, mengabarkan keadaanku atau semacamnya.

Tanganku menutup pintu kamar, lift membantuku turun ke lantai dasar, lalu aku berbelok ke dapur. Aku berencana mengisi ruang di tas dengan makanan instan.

Jika aku tidak melihat Bakugou dan Todoroki duduk berjauhan sambil memakan makanan mereka masing-masing.

Aku diam, seperti di tangkap basah hendak mencuri.

"Sial, kamu serius dengan kotoran ini?" Bakugou hampir meledak.

Aku meringis, menghampiri rak berisi makanan yang ku simpan, menata semuanya di tas. "Jangan terlalu marah." Aku berusaha tenang.

"Kamu mau ke mana, Uraraka-san?" Todoroki sampai berhenti memakan soba, menatapku serius. "Jam malam masih berlaku."

Aku mendengung, menutup resteting tas. "Aku mengundurkan diri dari UA, jaga diri kalian—"

"Dalam mimpimu, Uraraka (Name)."

Aku tertegun. Menoleh ke belakang.

Duh, kenapa Aizawa-sensei di sini?

Aku berusaha tidak menatap matanya untuk menghindari quirk Sensei di aktifkan untukku. "Aizawa-sensei." Aku menyapa seolah tidak ada yang salah.

"Tidak perlu sejauh ini. Kembali ke kamarmu." Aizawa-sensei siap mengikatku dengan syal pengikat yang bertengger di lehernya.

Aku menahan nafas. "Aku bilang aku mengundurkan diri. Suratnya ku letakkan di kamar—"

"Aku bilang, lakukan itu di mimpimu. Kamu tidak akan ke mana-mana. Aku tidak bisa membiarkan kamu menghajar para bajingan di luar sana tanpa pengawasan." Aizawa-sensei

Uraraka (Name) - BNHA Alternative UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang